
Jayapura,Aksi lilin-lilin yang dinyalanakan hampir seluruh kota di papua dan bahkan diluar pulau papua aksi Lilin-lilin dinyalakan di Jayapura dan juga menyusul di kota-kota lainnya di Papua hal ini merupakan ungkapan dukacita atas penembakan oleh aparat terhadap warga sipil di Kabupaten Deiyai, yang menyebabkan seorang tewas dan beberapa orang lainnya luka-luka pada 01 Agustus 2017 lalu.Aksi pembakaran 1000 lilin yang digelar di jayapura yang diadakalan Seputaran Waena Minggu (6/8/2017) kemarin dihadiri ratusan mahasiswa,pemuda dan masyarakat yang tergabung dalam Badan Ekesekutif Mahasiswa (BEM) dan Majelis Pemusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Cendrawasih Serta Organisasi OKP/Cipayung yang berada di Kota Jayapura.
Fransiskus Wombon , Ketua Umum Terpilih dalam Konggres Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Papua Selatan (IMPPAS) ANIM-HA Se- Jayapura, ketika di temui media PapuaLives.com mengatakan Tregedi ini mendapat partisipasi dari ratusan masyarakat yang peduli atas kejadian tersebut dengan bergabung dalam Aksi Peduli Kemanusiaan dengan membakar lilin di seputaran waena. (06/08/2017).
“lilin lambang cahaya berarti ada harapan dari cobaan ini, aksi lilin merupakan aksi spontanitas atau gerakan non kekerasan. Maka sebagai manusia yang hidup di Tanah papua maka Kasus Deiyai merupakan bagian dari saya (saudara Sejati) ” kata Wombon kepada PapuaLives.com sore kemarin
Terkait aksi lilin tersebut di luar pulau papua khususnya mahasiswa papua Mahasiswa Papua dan Pro Demokrasi di Yogyakarta juga menggelar aksi nyalakan 1000 lilin, di Asrama mahasiswa Papua Kamasan II untuk menyikapi
Ketua Ikatan Mahasiswa Deiyai, Fabby Pigome mengatakan, semenjak ini kami melihat di Papua berbagai pelanggaran HAM yang di Buat TNI/POLRI, Kapitalis dan pemerintah Kolonial Indonesia. 1 Agustus 2017 adalah pertumpahan darah bagi Masyarakat sipil di Deiyai (Deiyai Berdarah) sehingga 17 orang kena peluruh panas oleh BRIMOB di Oneibo Deiyai Papua.
Lanjut Pigome, “Tindakan ini sama sistem yang terus berputar dari sebelum-sebelumnya sebab sebelumnya pun terjadi seperti penembakan 1 pelajar (2004), 3 Pelajar di Waghete (2009). Dan juga terjadi Paniai Berdarah (2014), Timika Perang antar suku Kei dan Papua (2015), Dogiyai Diskriminasi (2016) Nabire di-Bius GOR (2013) Biak berdarah dan lainya.
Mewakili Mahasiswa Deiyai Jogja, Fabby Pigome “Mengharapkan bahwa masyarakat tidak boleh untuk suap dan menerima uang darah yang di kasih dari pihak PT Dewa maupun Polda Papua. Dalam aksi seribu lilin itu, mahasiswa Papua dan Pro Demokrasi mengutuk keras kekerasan militer Indonesia, Karen hanya meloloskan bisnis PT Dewa dengan menyelewengkan masyarakat adat yang tinggal di sekitarnya.”
Fx.Kbp/Red