Beranda Birokrasi Buruh dan Kondisi Kerja

Buruh dan Kondisi Kerja

2617
THOMAS SYUFI
Thomas Ch. Syufi     (Foto:Dok Pribadi)

Oleh : Thomas Ch. Syufi*

“Keadilan adalah air termanis yang mungkin mencapai lidah-lidah orang yang dahaga. Keadilan itu luas, kendatipun ia sedikit kala dibagi bagikan”. (Imam Ja’far Shadiq a.s, tokoh Muslim dunia).

Momentum 15 Mei 1891, merupakan sejarah lahirnya “Rerum Novarum”. Nasib para buruh mulai mendapat perhatikan dari berbagai pihak, terutama kalangan gereja. Rerum Novarum merupakanpelupur lara atau sebuah taman oase bagi kaum buruh di seantero dunia, yang sekian lama dikekang oleh kaum komprador, imperalis, dan kontra revolusi.Kelahiran itu merupakan anugerah atau providentia Dei (penyelenggaraan ilahi) yang patut kita syukuri.

Baru saja, kita merayakan hari Buruh Internasional atau May Day, yang berlangsung pada tanggal 1 Mei 2015. Yang mana, mementum tersebut menjadi tonggak sejarah bagi perjuangan hak-hak buruh di seluruh dunia, mulai gerakkan. Di Jakarta, ribuan buruh, mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan masyarakat turun ke jalan.

Dalam aksi yang diorganisir oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu terdengar riuh teriakan para demonstran, yang tidak lain ialah menuntut hak-hak buruh harus diperhatikan oleh negara. Beberapa titik di Jakarta dipenuhi para pengunjuk rasa.May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial.

Kebangkitan kaum buruh di Indonesia tak lepas dari sejarahperkembangan kapitalisme industri di awal abad 19. Hal itu menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.

Awal kebangkitan

Misalnya, pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi pada tahun 1806 oleh pekerja Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta, kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 1920 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.

Ada dua orang yang dianggap telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire danMatthew Maguire, seorang pekerja mesin dari PatersonNew Jersey. Pada tahun 1872, McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam kerja. McGuire lalu melanjutkan dengan berbicara dengan para pekerja and para pengangguran, melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur. McGuire menjadi terkenal dengan sebutan “pengganggu ketenangan masyarakat”.

Pada tahun 1881, McGuire pindah ke St. LouisMissouri dan memulai untuk mengorganisasi para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago, dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum dari “United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America”. Ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara. McGuire dan para pekerja di kota-kota lain merencanakan hari libur untuk para pekerja di setiap Senin Pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan Syukur.

Pada tanggal 5 September 1882, parade Hari Buruh pertama diadakan di kota New York dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan semua negara bagian merayakannya.

Pada 1887Oregon menjadi negara bagian pertama yang menjadikannya hari libur umum. Pada 1894. Presider Grover Cleveland menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikan minggu pertama bulan September hari libur umum resmi nasional.

Kongres Internasional Pertama diselenggarakan pada September 1866 di JenewaSwiss, dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya (masih pada tahun sama) telah dilakukan National Labour Union di AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.

Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions.Selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872, menuntut delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.

Pada tanggal 1 Mei tahun 1886, sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 1 Mei.

Pada tanggal 4 Mei 1886. Para demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati. Dan, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir. Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di berbagai negara, juga terjadi pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal.

Selain itu, pada bulan Juli 1889 di Paris diselenggarakan “Kongres Sosialis Dunia”,menetapkan peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari buruh sedunia dan mengeluarkan resolusi berisi:

Sebuah aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Perancis.

Resolusi ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang diistilahkan dengan May Day, diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara, meskipun mendapat tekanan keras dari pemerintah mereka.

Indonesia

Di Indonesia pada tahun 1920 juga mulai memperingati hari Buruh tanggal 1 Mei ini.

Ibarruri Aidit (putri sulung tokoh kominisme Indonesia D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Sovyet.Sesudah dewasa menghadiri pula peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 1970 di Lapangan Tian An Men RRC.Pada peringatan tersebut menurut dia hadir juga Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok) dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein.

Tetapi, sejak masa pemerintahan Orde Baru, hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadianG30S pada 1965 ditabukan di Indonesia.

Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif.Karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.

Setelah era Orde Baru berakhir,21 Mei 1998, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota.

Kekhawatirannya, gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga tahun 2015 ini tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk kategori “membahayakan ketertiban umum”. Yang terjadi malahan tindakanrepresif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis.

Peran gereja

Ajaran Sosial Gereja atau ASG berisikan ajaran Gereja tentang permasalahan keadilan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. ASG berusaha membawakan terang Injil ke dalam persoalan keadilan sosial di tengah jaringan relasi masyarakat yang begitu kompleks. Dengan kata lain, ASG berusaha mengaplikasikan ajaran-ajaran Injil ke dalam realitas sosial hidup bermasyarakat di dunia. Tujuan ASG adalah menghadirkan kepada manusia rencana Allah bagi realitas sekular dan menerangi serta membimbing manusia dalam membangun dunia seturut rencana Tuhan.

Secara sempit, ASG dimengerti sebagai kumpulan aneka dokumen (umumnya disebut ensiklik) yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja, yang berbicara tentang persoalan-persoalan para buruh.Setelah 85 tahun atau setengah abad lebih Hari buruh ditetapkan, yaitu tepatnya tanggal 15 Mei 1891, Paus Leo XIII mengeluarkan apa yang disebut Rerum Novarum (Kondisi kerja), yang merupakan Ensiklik pertama ajaran sosial Gereja. Menaruh keprihatinan pada kondisi kerja pada waktu itu, dan tentu saja nasib para buruhnya pun tertolong.

Tampilnya masyarakat terindustrialisasi mengubah pola lama yang mengedepankan hidup bersama, pertanian. Tetapi, para baruh mendapat perlakukan yang tidak adil. Mereka diperes, dan jatuh terhimpit dalam tangga kemiskinan struktural yang luar biasa. Para buruh juga tidak mendapat keadilan dalam upah dan perlakuan.

Ensiklik Rerum Novarum merupakan ensiklik pertama yang menaruh perhatian pada masalah-malsah sosial secara sistematis dan dalam jalan pikiran yang berangkat dari prinsip keadilan universal. Dalam Rerum Novarum, hak-hak buruh dibahas dan dibela. Pokok-pokok pemikiran Rerum Novarum menampilkan tanggapan Gereja atas isu-isu keadilan dan pembelaan atas martabat manusia (kaum buruh).

Bersama dengan karya Leo lainnya dan masa kepemimpinannya sebagai Paus panjang (1879-1903), salah satu akibatnya yang mendalam adalah mendorong Gereja Katolik dan hirarkhinya ke dalam dunia modern. Pada saat itu, dukungannya kepada serikat buruh dan upah yang layak dipandang sebagai pandangan kiri yang radikal. Namun, pernyataan-pernyataan lain yang tampaknya juga menentang kapitalisme.

Banyak dari posisi dalam Rerum Novarum didukung oleh ensiklik-ensiklik lainnya, khsusnya Quardragesimo Anno (1931) dari Paus Pius XI, Mater et Magistra (1961) dari Paus Yohanes XXIII dan Centesimus Annus(1991) dari Paus Yohanes Paulus II. Uskup Agung Westminster, Kardinal Henry Edward Manning memainkan peranan yang paling berpengaruh dalam penyusunan ensiklik ini. Sebelumnya, ia adalah seorang pendeta Angklikan yang mempunyai kecenderungan evangelical. Ia membawa pengaruh yang berasal dari karya John Wesley ke dalam Gereja Katolik modern.

Sikap konstruktif dari Paus Leo XIII “memberi Gereja semacam ‘status kewarganegaraan’ di tengah realitas-realitas kehidupan publik yang sedang berubah”dan membuat sebuah “pernyataan yang sangat tegas” yang kemudian menjadi “unsur permanen ajaran sosial Gereja”. Paus mengakui, masalah-masalah sosial yang berat “hanya akan dapat dipecahkan bila semua tenaga dan sumber daya dikerahkan secara terpadu”dan menambahkan bahwa “menyangkut Gereja, kerja sama dari pihaknyatidak akan pernah pudar”.

Promosi martabat manusia lewat keadilan upah pekerja; hak-hak buruh; hak milik pribadi (melawan gagasan Marxis-komunis); konsep keadilan dalam konteks pengertian hukum kodrat; persaudaraan antara yang kaya dan miskin untuk melawan kemiskinan (melawan gagasan dialektis Marxis); kesejahteraan umum; hak-hak negara untuk campur tangan (melawan gagasan komunisme); soal pemogokan; hak membentuk serikat kerja; dan tugas Gereja dalam membangun keadilan sosial, dan merangkai jurang pemisah antara kaya dan miskin yang terus menganga.

Kemerosotan moralitas umum selama revolusi Industri membuka jalan bagi pemerasan para buruh yang tidak dilindungi oleh undang-undang dan terisolasi. Ketamakan orang-orang kaya dalam proses produksi melahirkan suatu situasi di mana orang kaya memperbudak masa pekerja yang tidak memiliki modal dan sarana produksi. Disebutkan, harta kekayaan tertimbun dalam tangan segelintir orang, sedangkan masyarakat luas meringkuk dalam kemelaratan, dan kemalangan yang celaka;

.“Kaum pekerja yang berdiri sendiri, tanpa perlindungan apapun, lama kelamaan menjadi mangsa majikan-majikan yang tak berperi kemanusiaan dan bernafsu kelobaan persaingan bebas” kata Paus Leo.

Menurut Leo, masalah kaum buruh bukanlah masalah harta dan pembagian kekayaan, tetapi masalah kebebasan kaum buruh dan penghargaan terhadap pribadi manusia. Menanggapi masalah itu memang sangat sulit, sebab sukarlah untuk “menetapkan dengan seksama dan tepat, hak dan kewajiban majikan dan buruh, yakni mereka yang memberi modal dan mereka yang menyumbangkan pekerjaan”.

Kaum sosialis menangani permasalahan kemiskinan dengan cara pengahapusan hak milik pribadi dari tiap orang yang kemudian dijadikan milik bersama dan dikelola oleh negara.Ensiklik Rerum Novarum mengecam keras hal ini. Sebab dalam pandangan Paus, masalah hak milik pribadi merupakan inti dalam seluruh pandangan ajaran sosial dari marxisme dan sosialisme. Maka, hak milik pribadi menjadi titik perhatian pembelaan Paus.

Untuk selanjutnya, Bapa Suci menguraikan secara panjang lebar tentang hak milik pribadi. Pada pokok pembicaraannya ditekankan, para buruh berhak untuk mempunyai milik pribadi melalui usaha kerja keras mereka. Ini adalah hak kodrati manusia. Meniadakan hak milik pribadi berarti memperkosa hak-hak para pemilik yang sah. Bahkan negarapun tidak berhak untuk mengambil alih hak milik pribadi itu.Karena pembelaanya pada hak milik oleh para sosialis ensiklik ini dituduh memihak kaum kapitalis. Padahal sebenarnya Paus memihak kaum buruh;“mesti dirubah situasi kaum buruh yang tidak pantas, yang disebabkan oleh keserakahan dan kekerasan hati majikan-majikan, yang menghisap kaum buruh tanpa batas dan memperlakukan mereka bukan sebagi manusia melainkan sebagi barang”

Dari pernyataan ini menjadi jelaslah, Paus sama sekali tidak bermaksud membela para majikan, melainkan memperjuangkan nasib para kaum buruh. Selanjutnya dikatakan, kaum buruh diharapkan untuk berusaha menabung hasil upahnya, sehingga mereka dapat menjadi mandiri, baik dari majikan-majikan maupun dari para kelompok buruh dan partai politik yang berusaha menarik keuntungan dari kondisi kemelaratan kaum buruh .

Paus Pius XIII mengusulkan agar permasalahan kemiskinan dipecahkan dengan melibatkanperanan dari Gereja, buruh dan majikan, serta negara.
Peranan Gereja. Gereja berhak berbicara mengenai masalah-masalah sosial, sebab persoalan sosial mempengaruhi agama dan moralitas. Untuk itu dengan menggunakan prinsip-prinsip Injil Gereja dapat membantu memperdamaikan dan mempersatukan kelas-kelas sosial. Tidaklah benar menerima dengan gampang, suatu kelas masyarakat yang tak terdamaikan, dan perpecahan antara kaya dan miskin bukanlah kodrat. Dengan demikian Gereja dapat mengusakan pendidikan untuk bertindak adil. Rerum Novarum juga diajarkan, para buruh tidak boleh diperlakukan sebagai budak, keadilan menuntut penghormatan akan martabat manusia.

kesulitan dari menjadi sumber krisis dan membuat mereka bukan kesempatan itu dan, karenanya, dasar untuk prestasi dewasa semakin pada Umat march Allah terhadap Tanah Perjanjian.”

Selain ensiklik, hadirinya Organisasi Buruh Dunia (ILO) yang menjadi Badan khusus PBB pada tahun 1945, dengan tugas mengatur hak dan tanggung jawab buruh di seluruh dunia. Dengan berbagai instrument ini, seharusnya menjadi pijakan yang berarti bagi semua pemimpin Gereja dan negara di dunia dan khususnya di Indoneia untuk memperjuangakan nasib kaum buruh. Konsep ekonomi liberal yang berkiblat padalaissez faire, laissez aller (Yang kaya tetap kaya dan yang miskin tetap miskin).Atau meminjam perspektif Hobesian, homo homuni lupus (yang kuat menindas yang lemah) harus ditiadakan di muka bumi ini.

Corak ekonomi sosialis yang berpihak pada rakyat hanya sedikit dirasakan di negara-negara di kawasan Amerika Selatan/ Latin.

Kini, perjuangan tersebut juga bergaung di negara-negara Muslim, Timur Tengah, seperti Iran, saatdibawah kepemimpinan Presiden Moh. Ahmadinejad dan Benazir Bhutto di masa lalu. Serta, pemimpin awam Katolik, seperti mendiang Hugo Chaves (Venezuela), Fernandez Lugo (Paraguay), Evo Morales (Bolivia), dan kini, Paus Fransiscus yang terus memperjuangkan hal serupa ke seluruh dunia

Namun semuanya ini dapat terwujud, jika adanya sinergisitas antar semua pihak. Bagi Indonesia harus perpaling pada apa yang dikatakan oleh aktivis mahasiswa angkatan “1966” yang pernah menjabat Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang kini dikenal sebagai politikus kondang Indonesia, Akbar Tandjung. “Kita boleh berasal dari latar belakang yang berbeda, baik suku, agama, dan pandangan politik, tetapi harus bersatu untuk memajukan Indonesia yang adil, damai, bermartabat, sehat, dan cerdas, dan tentunya juga akan terwujud rakyat yang sejahtera”.(Sambutannya di Margasiswa, PP PMKRI St. Thomas Aquinas, Jakarta, Kamis, 7/5/2015).

Pada kesempatan itu juga, tokoh PMKRI dan Orde Baru, Harry Tjan Silalahi menyatakan, “Art longa vita brevis, seni perjuangan itu panjang, tetapi hidup itu pendek.” Maka, mulailah melakukan sesuatu yang mempunyai seni abadi bagi semua orang di Tanah Air tercinta.

Diakhir tulisan ini, saya ingin mengingatkan kita kembali pada kata Bunda Teresa, pelayan orang miskin dan kusta di Calcuta, India. “Tak diingatkan, tak dicintai, tidak diperhatikan, dilupakan orang, itu merupakan derita kelaparan yang hebat, kemiskinan yang lebih besar daripada orang yang tak bisa makan. Kita harus saling merasakan hal itu”! Semoga.

*Penulis adalah aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Pusat, Sanctus Thomas Aquinas, tinggal di Jakarta.