
Nabire,Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sementara ini bertugas di Denzipur Nabire bekerjasama dengan pihak Kepolisian yakni Polres Nabire melakukan perlawanan dengan masyarakat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD Nabire pada (22/2/2019) lalu.
Dalam rana perlawanan tersebut, 4 orang mengalami luka parah. Mereka (TNI/POLRI) yang bertugas di Kabupaten Nabire sementara tengah melakukan permusuhan dengan masyarakat. Padahal, masyarakat adalah bagian dari mereka yang wajib dilingdungi. Tempat Kejadian Perkara (TKP) terkait perlawanan TNI/POLRI terhadap masyarakat sedang berlangsung di RSUD Kabupaten Nabire, sekitar pukul 22.00 malam hari pada (22/2/2019) lalu.
Dalam peristiwa ini pula 4 korban mengalami luka parah di kepala dan bagian tubuh lainnya. 4 orang korban tersebut diantaranya berinisial HD, FD,AD dan YK.
“Seakan-akan TNI/POLRI jadikan RSUD Kabupaten Nabire jadi pos kemanan pribadi dan juga lantaran menilai enggan diserang oleh sekelompok teroris saja. Padahal, selama ini biasa-biasa saja. Diduga Kantor Organisasi Papua Merdeka (OPM), RSUD Nabire jadikan pos TNI/POLRI,”katanya korban berinisial AD kepada media ini (28/2/2019) di Nabire.
RSUD Nabire jaga ketat oleh TNI/POLRI tampa argument yang jelas sehingga banyak masyarakat Nabire yang mengeluh terkait pelayanan.Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Nabire bisa rancang aturan semacam ini di RSUD namun sayangnya Pemda Nabire gagal merancang Peraturan Daerah (Perda) sehingga pembangunan di kota Nabire seperti kampungan.
Bagi pengunjung di RSUD Nabire wajib membeli kartu pengunjung dengan harga 50.000. Dalam kartu tersebut, belum ditanda tangani bupati Nabire dan direktur RSUD Nabire sehingga diduga melakukan diluar perintah Pemda.
Pengunjung AD mengatakan, sangat kecewa dengan system yang diterapkan dirumah sakit umum Nabire. Dirinya juga sebagai pelaku korban dalam perlawan itu.
“Rumah sakit bukan instansi keamanan yang harus dijaga ketat sebab rumah sakit adalah instansi public.
“Tampa bertanya-tanya, langsung pukulan masuk. Padahal, saya sudah punya kartu pengunjung ditangan,”katanya.
Menurut dia, tidak ada aturan di Negara Indonesia bahwa rumah sakit bisa dijadikan pos keamanan. Intansi pemerintah punya keamanan yakni security atau Pol PP jadi TNI/POLRI jangan buat aturan sendiri.
“Rumah sakit adalah intansi public jangan dijadikan sebagai kator TNI/POLRI. Banyak masyakat ingin berobat di rumah sakit namun sering menjadi pertimbangan tersendiri karena pasien asli OAP saja bertanya sampai ke akar-akar, seiring dengan hal ini kematian pun mengalami peningkatan,”tegasnya.
Sering menjadi pertanyaan besar. Mengapa sampai TNI/POLRI melakukan hal-hal seperti itu? Wajar karena, OAP dituduh sebagai separtis Papua merdeka.
Christian Degei