
Jayapura, Striker pertama orang Papua yang sukses di kancah sepak bola Indonesia adalah Dominggus Waweyai. Pemain asal Kabupaten Raja Ampat Papua Barat yang akhirnya memilih menjadi warga negara Belanda sejak 1960 an. Karena kelincahannya mengolah si kulti bundar mendapat julukan si kelinci hitam alias Black Rabbit.
Mendiang Hengki Heipon menyebutkan rekan sejawatnya itu ke Belanda saat membela timnas Indonesia. “Dia mengikuti ajakan rekannya orang Belanda, Kess van der wijk,”kata Heipon sebagaimana ditulis dalam buku berjudul Persipura Mutiara Hitam sepak bola dari Cenderawasih.
Dominggus Waweyai, nama seorang perintis anak Papua di Timnas Indonesia. Dominggus merupakan salah satu pemain Papua yang sempat mencicipi berseragam Merah Putih di era 1960-an.
Dominggus merupakan salah satu talenta emas asal Hollandia, nama Papua sebelumnya. Dominggus dianggap sebagai salah satu pemain yang menjadi masterpiece sepakbola Papua di zamannya.
Hollandia sendiri memiliki dua asosiasi sepakbola, Voetbalbond Hollandia en Omstreken (VHO) yang hanya untuk pemain Belanda dan Eropa lainnya, dan Voetbal Obligasi Hollandia (VBH), di mana masyarakat lokal bisa diperbolehkan berkarier lewat kompetisi yang digagas VBH.
Dominggus merupakan keluaran dari klub sepakbola Missie Voetball Vereniging (MVV) sekarang SMP YPPK Paulus Padangbulan Abepura, sebuah tim yang berkompetisi di liga yang digagas VBH. Bakat Dominggus kemudian tercium sampai ke Jakarta dalam waktu singkat.
Drg. Endang Witarsa salah satu sosok yang pertama kali menemukan bakat Dominggus Waweyai, salah satu permata sepakbola Papua pertama. Waweyai bersama Wiem Mariawasih sama-sama membela Persija Jakarta di era 1963 ketika Papua masuk NKRI.
Berkat blusukan yang dilakukan Liem Soen Joe, atau yang dikenal dengan Drg. Endang Witarsa, bakat Dominggus sampai di ibu kota. Pak Dokter, sapaan akrabnya ditugaskan untuk merombak total Persija Jakarta yang kala itu tengah mengalami kemerosotan prestasi.
Pak Dokter sukses memboyong Dominggus dan sejumlah pemain untuk memperkuat Macan Kemayoran di tahun 1962. Pemain yang dikenal memiliki kualitas individu yang cemerlang ini kemudian mampu membawa Macan Kemayoran menjadi juara di tahun 1964 dan 1965.
Gemilang di Persija Jakarta, membuat Dominggus sempat dipanggil memperkuat Tim Nasional Indonesia. Antun ‘Toni’ Pogacnik memanggil Dominggus untuk membela Timnas Indonesia. Sutjipto Suntoro alias Gareng dalam buku kenangan bersama Timnas Indonesia sangat menyesali kepergian Waweyai ke negeri Belanda. Pasalnya kata Gareng selama keduanya menjadi tandem, Gareng menjadi top skor selama membela timnas Indonesia.
Padahal sejak tahun 1960-1963, Dominggus menjadi rebutan antara Indonesia dan Belanda yang ingin menggunakan jasanya. Sempat dua tahun membela Indonesia, Dominggus akhirnya memutuskan untuk menjadi warga negara Belanda pada tahun 1965.
Dia menghilang saat timnas Indonesia ujicoba ke Belanda, dan saat kembali Waweyai sudah menjadi warga negara Belanda. Hal ini menyebabkan sejak itu jarang ada anak-anak Papua membela timnas Indonesia.
Anak-anak Papua kembali memakai jersey timnas usai Persipura menjuarai Soeharto Cup 1976. Ketika itu Johanes Auri dan Marthin Jopari eks pemain Perseman Manokwari yang membela Persipura dipanggil memperkuat timnas Indonesia.
Sejak era 1978 sampai sekarang barulah anak-anak Papua kembali memakai jersey timnas Indonesia. Sebuah perjuangan panjang untuk menjadi pemain nasional Indonesia.
Duet Yohanes Auri dan Timo Kapisa merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia di era tahun 1970-an. Keduanya merupakan andalan Persipura Jayapura dalam kompetisi perserikatan PSSI. Tak heran kalau Black Brother menulis lagu Persipura Mutiara Hitam dan nama Timo Kapisa Johanes Auri disebut dalam syair lagu.
Keduanya mampu menjadikan Persipura menjadi juara di tahun 1977. Hal ini membuat PSSI berkenan untuk mengirimkan tim asal timur Indonesia tersebut ke ajang Kings Cup di tahun yang sama.
Berbekal hal ini, Will Coerver yang saat itu ditunjuk sebagai nahkoda Timnas Garuda ikut memanggilnya. Johanes Auri langsung menjelma sebagai salah satu pemain belakang terbaik di zamannya.
Sementara Timo Kapisa menjadi andalan Timnas di lini depan. Kala itu, para saksi menilai bahwa permainan Timo saat ini sedikit banyak mirip dengan Boaz Solossa hari ini.
Will Coerver, mantan pelatih Indonesia era 1970-an, sempat memanggil beberapa bakat Papua dalam skuat Timnas. Itulah sekelumit nama-nama wajah Papua di era 1960 sampai 1970an di kancah sepak bola Indonesia.(*)
goalpapua/red