Beranda Artikel Gerakan Kembali Ke Owaada, Bentuk Perlindungan Pangan Lokal Suku Mee

Gerakan Kembali Ke Owaada, Bentuk Perlindungan Pangan Lokal Suku Mee

591
John NR Gobai (Foto: Istimewa)

Oleh John NR Gobai

Pengantar
Gereja katolik melalui Dekenat Paniai saat itu Dekan, Pater Marten Kuayo, Pr melalui Musyawarah Pastoral tahun 2005, mencanangkan Gerakan Owaada. Karena budaya Gereja KINGMI juga melalui kegiatan Gereja mulai mendiskusikan dan memulai Gerakan Owaada. Kemudian gerakan bersama masyarakat suku Mee baik Katolik, KINGMI dan kelompok Bunani yang memang sudah lama hidup dengan Owaada. Terakhir Yayasan YAPKEMA juga melaksanakan program Owaada.

Makna Owaada
Owaada (Bahasa Mee) artinya Pagar Rumah ditandai dengan ditanamnya tanaman-tanaman asli atau dikenal dengan istilah “Totaiyo” (Bahasa Mee); dalam hidup diyakini merupakan makanan yang asli yang telah ada sejak adanya suku-suku di pegunungan tengah. Tanaman-tanaman itu antara lain tanaman asli itu antara lain; Sayur hitam, Pisang, Tebu, Keladi Jenis, Sayur Lilin Merah, Bayam Merah, Pohon berwarna merah, Ubi;
Owaada merupakan dasar hidup manusia Mee karena, melalui itu akan ada nilai-nilai tentang hidup yang paling sakral. Oleh karena itu, Owaada diyakini sebagai pusat sumber kehidupan masyarakat Mee. Owaada merupakan Taman Firdausnya orang Mee. Karena, taman itu merupakan taman yang diciptakan oleh Maha Pencipta yang dalam bahasa Mee di kenal dengan sebutan UgataMe. Sedangkan, tanamannya adalah “Totaiyo” yang dikenal dalam hidup manusia Mee seperti: “Eto Pogiye, Nota Kadaga, Muuti,” dan lain-lain.

Pangan lokal
Dalam UU No 8 tahun 2012 Tentang Pangan disebutkan bahwa pangan lokal merupakan pangan yang dikonsumsi turun temurun oleh masyarakat oleh karena itu totaiyo merupakan pangan lokalnya Suku Mee, sehingga dapat juga dikembangkan melalui Dinas Pangan atau Pertanian dengan program program pèngembangan lumbung pangan lokal dengan menanam Totaiyo” yang dikenal dalam hidup manusia Mee seperti: “Eto Pogiye, Nota Kadaga, Muuti,” dan lainnya, dalam jumlah luas, kemudian dibangun juga pengembangannya melalui pangan olahan dll, membuat regulasi daerah tentang pangan agar menjadi dasar hukum pelaksanaan program.

Penutup
Owaada mesti menjadi program pemerintah daerah melalui himbauan kepada masyarakat, agar menanam “Totaiyo” sebagai Owaada dalam pengembangannya dapat dikembangkan sebagai sumber pangan bagi masyarakat. Pemda harus kreatif dan inovatif mengembangkan hal – hal yang ada dalam masyarakat.