![]() |
Foto : ilustrasi hujan airmata/google.com |
Hujan air mata menetes keruh
Membasah di tanah gersang nan putih
Oh…betapa sedih
Melihat negeri kita menjadi sarang penindas
Hancur, ambruk, di buai Si Yudas
Hukum rimba berlaku bagi bangsa ini
Mendekap dalam bayangan religi
Berseteru melawan kesatuan hati
Nurani makhluk Tuhan terluhur
Sejak masa itu terkubur
Kita berasal dari pokok akar yang sama
Menyebar ke seluruh penjuru gurun
Untuk mencari sebuah kebahagiaan
Namun mengapa,
Hanya penderitaan mencekam kita dapatkan
Hujan air mata kini terkulai
Tangisan bergumul sudah tiada henti
Hendak dibawa kemana nasib bangsa ini
Haruskah kita terus berduka
Haruskah kita terus berlara
Mungkin ini sudah suratan takdir
Kita mesti selalu bertengkar
Saling menuduh, saling membunuh, saling menggempur
Kebencian tertanam pada diri setiap kita
Ada dendam membara
Kita adalah anak-anak padang pasir
Satu darah, satu daging, satu ras, satu bangsa
Hidup dikala pengembaraan takdir
Bersama mengadu nasib ditengah kejamnya dunia
Namun mengapa
Hujan air mata menitik
Jatuh berderai seiring dentuman meriam perak
Kita jua tak dapat mengelak
Kita terlanjur terpecah-belah
Cuma memperebutkan seonggok tanah
Demi merindukan padang rumput hijau
Kita selalu bertempur serta menghalau
Tidakkah kita malu
Disana ada saudara kita mati
Sungguh betapa tega hati
Kita mesti berdamai
Tiada pertentangan di antara kita
Tiada keresahan di tanah kita
Tiada permusuhan di rumah kita
Tiada hujan air mata berderai lagi