Beranda Artikel Ini Batas Wilayah Adat Mee Pago yang Sesungguhnya

Ini Batas Wilayah Adat Mee Pago yang Sesungguhnya

964


Oleh Felix Degei

Pendahuluan

Hingga kini dalam berbagai kesempatan oleh setiap orang selalu menyampaikan bahwa batas wilayah adat Mee pago itu dimulai dari Kampung Kegata (batas terbarat) dengan Orang Kaimana hingga Kampung Makataka (batas tertimur) dengan Orang Moni Intan Jaya ataupun sebaliknya. Sebuah pengetahuan umum (general knowledge) yang selalu diyakini benar hingga ada kajian atau penelitian terbaru yang membuktikannya (scientifically proven). Dengan demikian sebuah kebenaran itu sifatnya sementara (tentatif). Sehingga tugas setiap insan cendekia adalah selalu memiliki dugaan sementara (hipotesis) atas setiap pengetahuan dan atau teori yang telah ada dan diyakini benar. Dalam upaya itu, tulisan singkat ini hendaki mengukuhkan bahwa sesungguhnya tapal batas wilayah adat hunian suku Mee Pedalaman Papua yang selama ini digunakan itu ada kekeliruan. Kekeliruan dapat terjadi karena banyak faktor misalnya keterbatasan pengetahuan dari penggagas pertama dan atau proses pemerolehan informasi yang salah dari informan yang salah juga karena kepentingan pribadi. Tulisan ini diangkat dari pengalaman pribadi (empirical studies) pasca dengar ragam komentar dari warga yang berdomisili di beberapa kampung terluar bagian barat wilayah adat Mee pago seperti kampung Hegeiyepa, Idedua, Haikonai dan Wigoumakida serta Unito (Kini Ibu Kota Distrik Sukikai Selatan).

Apa itu Mee pago?

Mee pago adalah salah satu dari tujuh wilayah adat yang ada dan tersebar di seantero Tanah Papua. Ketujuh wilayah tersebut antara lain; Mamberamo dan Muara Tami (Mamta)/Tabi, meliputi: Jayapura, Keerom, Sarmi, Mamberamo Raya dan sekitarnya, Saireri, meliputi: Biak, Supiori, Serui (Yapen), Waropen, Nabire dan Kepulauan sekitarnya di Teluk Cenderawasih; Bomberai, meliputi: Fakfak, Kaimana, Mimika dan sekitarnya; Domberai, meliputi: Manokwari, Sorong, Bintuni, Raja Ampat, Wondama dan sekitarnya; Anim ha/Ha Anim, meliputi: Merauke, Mapii, Boven Digoel, Asmat dan sekitarnya (Kini Provinsi Papua Selatan); La pago, meliputi: Wamena, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, Lani Jaya, Tolikara, Yalimo, Puncak, Puncak Jaya, Mamberamo Tengah dan sekitarnya; dan Mee pago, meliputi: Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya dan sekitarnya. Dengan demikian Wilayah Adat Mee pago adalah wilayah adat yang secara khusus dihuni oleh masyarakat Suku Mee dan Moni. Secara administratif pemerintahan wilayah adat ini termasuk dalam empat kabupaten berbeda yakni Dogiyai, Deiyai, Paniai dan Intan Jaya. Sebagian besar orang dari Wilayah Adat Mee pago juga tersebar Kabupaten Nabire dan Mimika. Istilah ā€˜Mee’ merujuk pada nama suku yang mendiaminya. Sementara istilah ā€˜pago’ merujuk pada wilayah, lahan atau tanah garapan untuk menghidupi kelangsungan hidupnya. Perluh diketahui bahwa pembagian wilayah adat ini berdasarkan aspek persamaan hubungan kekerabatan, pengaturan hak ulayat, tipe kepemimpinan tradisional, ciri-ciri fisik serta lingkungan geografis.
Mengapa Penting Revisi Batas Wilayah Adat Mee pago?
Alasan fundamentalnya yakni berdasarkan pengalaman pribadi mendengar ujaran keluhan dari warga Suku Mee yang hidup dan tinggal lama di lima kampung terluar bagian barat Wilayah Adat Mee pago antara lain Hegeiyepa, Idedua, Haikonai dan Wigoumakida serta Unito (kini ibu kota distrik Sukikai Selatan). Warga dari kelima kampung dan Wosokunu ini mengatakan bahwa mereka tidak terima jika batas wilayah adat Mee pago disebut hingga Kampung Kegata. Karena setelah Kegata hingga perbatan dengan Kabupaten Kaimana setidaknya ada lima kampung di atas. Mereka adalah warga bermarga Mee seperti, Kayame, Kotouki, Kegou, Makai, Magai, Nokuwo, Wakei, Mekei, Semu, Bunapa dan marga lainnya. Kesehariannya mereka menggunakan Bahasa Mee dialek Mapia Piyaiye dengan ragam hidup kearifan lokal Orang Mee. Secara administratif pemerintahannya juga mereka termasuk dalam Wilayah Kerja Kabupaten Dogiyai. Sehingga singkat cerita yang dinantikan warga dari kelima kampung adalah sebutan batas wilayah adat yang benar untuk Mee pago yakni dari Wigoumakida (jika dari pegunungan) dan Unito (jika dari garis pesisir pantai) hingga Makata.

Kesimpulan

Bagi warga dari kelima kampung terluar bagian barat Wilayah Adat Mee pago (Hegeiyepa, Idedua, Haikonai, Wigoumakida dan Unito) mengganggap bahwa sebutan batas dari Kegata hingga Makata adalah bukan sebutan pemersatu. Bagi mereka, itu sebutan yang tidak mengakui eksistensi kehidupan di atas tanah leluhurnya. Sehingga besar harapan mereka agar kelak dalam berbagai kesempatan kepada siapa saja diharapkan wajib menggunakan istilah mulai dari Wigoumakida dan Unito hingga Makata. Dengan demikian tentu sebutan ini akan mengayomi alam dan warga dari semua wilayah Adat Mee pago. Kini saatnya kita menggungkap fakta di balik opini yang selama ini telah dianggap benar dan pantas karena lumrah (common sense).

Penulis adalah pegiat pendidikan khusus orang asli (Indigenous education) tinggal di Nabire Provinsi Papua Tengah.

Google News