Sesungguhnya saya enggan menuliskan artikel ini. Judul artikel ini tidak dapat hidup harmonis dengan apa yang saya yakini. Silahkan menyebut saya delusional karena masih mempercayai bahwa Indonesia masih mungkin dapat berpartisipasi di final round Piala Dunia sebelum akhir zaman tiba.
Tapi saya masih cukup memiliki akal sehat untuk mengakui secara sadar bahwa kualitas kita dengan kualitas para peserta piala dunia memang masih terdapat kesenjangan yang jaraknya di luar akal sehat. Entah. Keyakinan saya tadi memang tak lebih dari sekedar impian yang tidak didasari oleh batas waktu. Subtansinya, mimpi hanya akan tetap menjadi mimpi jika kenyataannya terbalik 180o.
10 Alasan Indonesia Tidak Akan Pernah Masuk Piala Dunia
1. Buruknya Kualitas Federasi
Minggu lalu, saya baru membaca berita tentang tim nasional Lebanon dan Theo Bucker. Ya, saya sadar saya memang terlambat. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Btw, anda tidak perlu mencari tahu siapa Theo Bucker dan hubungannya dengan timnas Lebanon di Google. Biar saya yang menjelaskannya.
Semua berawal ketika Lebanon kalah dari Qatar akibat kesalahan passing Ramez Dayoub. Setelah pertandingan, dilakukan investigasi. Dan akhirnya terbukti bahwa Dayoub beserta Mahmoud Al Ali melakukan pengaturan skor. Mereka berdua dijatuhi hukuman larangan bermain seumur hidup.
Keputusan federasi sepakbola Lebanon juga tergolong sangat berani dan tegas. Apalagi ketika itu mereka sedang berlaga di babak yang baru pertama kali mereka capai sepanjang sejarah, putaran keempat kualifikasi piala dunia. Coba bandingkan dengan disini yang malah mencoba meminta izin ke pihak kepolisian untuk melepas seorang pemain yang jelas-jelas telah melakukan tindak kekerasan.
Mungkin contoh ini memang terlalu klise dan sempit. Namun setidaknya, ini mungkin bisa memberikan gambaran bahwa dengan federasi yang baik, sebuah negara kecil seperti Lebanon saja bisa menembus putaran keempat kualifikasi piala dunia.
2. Krisis Kepercayaan Diri
Mencoba untuk realistis bukan berarti anda tidak boleh bermimpi. Selama anda bukan pemuja Steve Jobs yang telah memasrahkan sepenuhnya hidup anda ke tangan produk-produk Apple tanpa berusaha membandingkan dengan merk lain, maka anda jelas masih dapat untuk berangan-angan tentang keinginan kalian. Setidaknya, mimpi itulah yang akan membuat kita untuk melewati batas-batas yang saat ini menghalangi kita.
Well, ketika menghadapi tim yang kualitasnya lebih hebat diatas kita, kita memang harus mampu berusaha berpikir secara realistis. Namun hal tersebut tidak berarti kita boleh pasrah begitu saja. Kita jelas harus tetap percaya bahwa kita bisa menang.
Tapi sialnya, hal inilah yang sering menimpa tim nasional kita. Mulai dari para pemain, manajemen, hingga suporternya terkadang justru lebih mendukung tim lawan ketimbang tim nasional sendiri. Kalau sebelum pertandingan saja sudah menyiapkan alasan untuk digunakan pada akhir pertandingan nanti, untuk apa lagi anda bertanding? Toh anda sudah tahu bahwa anda pasti kalah.
3. Terlalu Sering Salaman
Sebelum pertandingan melawan Belanda kemarin dimulai, Roy Suryo, Djohar Arifin, beserta rombongan turun dari bangku kehormatan menuju lapangan. Mereka menyalami satu per satu pemain Belanda dan pemain Indonesia. Dalam hati saya berpikir, “Tak apalah. Namanya juga laga persahabatan.”
Namun mencoba mengingat-ingat, ternyata rombongan tersebut juga melakukan hal yang sama ketika kita menghadapi Arab Saudi beberapa bulan lalu. Begitupun juga dengan pertandingan-pertandingan sebelumnya. Hampir semua pertandingan tim nasional dimulai dengan seremoni jabat tangan yang entah darimana idenya itu.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan berjabat tangan. Namun saya jadi bertanya-tanya, kita ini sesungguhnya bangsa yang kelewat ramah atau kelewat rendah diri? Karena jika mereka yang berasal dari box kehormatan tersebut selalu ingin tampil di lapangan, secara tidak langsung ini menggambarkan kalau merekalah yang memiliki kekuasaaan atas pertandingan. Dan kalau sudah memiliki kekuasaan sih biasanya…………..
4. Kalah Postur Dan Stamina, Kata Mereka
Hampir di setiap kekalahan yang kita alami, faktor stamina selalu menjadi kambing hitam. Yang membuat saya bingung adalah sudah tahu bahwa kita lemah dalam faktor stamina sejak bertahun-tahun yang lalu, tapi kenapa sampai saat ini belum ditemukan penyelesaiannya?
Selain faktor stamina, ada satu faktor lagi yang biasanya dipergunakan sebagai alasan apabila memang dibutuhkan ketika wawancara, yakni faktor kalah postur. Mau bagaimanapun, faktor postur badan memang menjadi salah satu penentu dalam jalannya pertandingan. Seperti yang kita lihat kemarin melawan Belanda, Andik Vermansyah sempat melewati Ron Vlaar dengan kecepatannya. Namun pada akhirnya ia kalah oleh jangkauan panjang kaki Vlaar yang secara cepat membuang bola.
Ini memang merupakan alasan yang sangat masuk akal. Namun mau sampai kapan kita pasrah kepada postur badan? Kalau terus menerus menyalahkan postur badan, ya berarti sama saja kita pasrah pada keadaan.
5. Menjuarai AFF Saja Tidak Pernah
Jangan muluk-muluk untuk lolos ke Piala Dunia. Untuk lolos ke putaran final Piala Asia saja negara kita sudah susah payah. Oh iya, saya lupa kalau Indonesia belum pernah satu kalipun menjuarai kejuaraan regional terkecil, AFF Cup.
Sebenarnya hal ini tidak bisa dijadikan dasar atas kegagalan kita lolos ke Piala Dunia karena para juara AFF sebelumnya juga belum pernah lolos ke Piala Dunia. Namun setidaknya, hal ini bisa menjadi salah satu faktor pembanding yang tepat. Jika yang lebih hebat dari kita saja tidak bisa lolos, lalu bagaimana dengan kita?
FYI saja, saat ini Indonesia berada di peringkat ke-170 ranking FIFA. Hanya unggul dari Timor Leste, Brunei Darussalam, dan Kamboja.
6. Solidaritas Sesama Negara ASEAN
Setahu saya, ikatan persaudaraan antar negara ASEAN memang cukup erat. Entah itu dari hubungan kerjasama ataupun geografis. Buktinya saja kita pernah memberikan dua pulau kita kepada Malaysia secara gratis.
Mengingat bahwa belum pernah ada satupun negara ASEAN yang lolos ke Piala Dunia setelah kita mengikutinya dengan nama Hindia Belanda, barangkali kita ingin menunjukkan solidaritas sesama negara Asia Tenggara. Selain faktor solidaritas tersebut, negara-negara di ASEAN memang tampak kesulitan untuk menyamai kualitas negara-negara di belahan Asia lainnya. Jangankan di level tim nasional, di level klub saja kita sering dijadikan bulan-bulanan oleh tim dari Timur Tengah ataupun Asia Timur.
7. The Curse Of The Third Round
Jika melihat nomor diatas, maka sepertinya alasan solidaritas tersebut bisa menjadi sesuatu yang memang benar adanya. Bayangkan saja, pada kualifikasi Piala Dunia Brazil 2014, semua negara ASEAN gugur pada putaran ketiga. Apalagi namanya kalau bukan solidaritas?
Kalau mau melihat sejarah, memang tidak ada satupun negara dari Asia Tenggara yang berhasil melangkah melebihi babak kualifikasi putaran ketiga. Karena pada babak ini, kualifikasi dilakukan dengan format grup. Dan sangat terlihat jelas bahwa kita masih sangat kesulitan ketika bertemu dengan negara-negara asal belahan Asia lainnya.
Selain itu, negara-negara kuat memang biasanya langsung lolos secara otomatis ke putaran ketiga. Oleh sebab itu terkadang negara-negara ASEAN masih bisa beruntung dengan bertemu lawan yang seimbang pada putaran kedua.
8. Jepang dan Korea Selatan
Tak perlu bersusah-susah menyamakan diri dengan negara-negara di Eropa. Sampai kiamatpun, keberhasilan kita lolos ke Piala Dunia tidak akan ditentukan oleh hasil pertandingan melawan mereka. Oleh sebab itu, mari kita membandingkan diri dengan dua kekuatan besar Asia, Jepang dan Korea Selatan.
Menurut saya pribadi, jika kita ingin meningkatkan kualitas tim nasional, kita bisa belajar kepada Jepang dan Korea Selatan. Karena selain lebih rasional dan tidak membuang uang lebih banyak, kualitas mereka terbukti berhasil membawa mereka ke Piala Dunia.
Salah satu faktor yang wajib kita lihat adalah kualitas liga milik mereka. Jepang dan Korea Selatan sama-sama memiliki liga profesional yang sangat terorganisir baik itu dari segi keuangan, infrastruktur, hingga pembinaan pemain muda.
Realistisnya, merekalah yang seharusnya kita “kalahkan”. Karena apabila kita tidak mampu melewati kualitas mereka, selamanya mereka akan tetap menjadi wakil dari Asia di ajang Piala Dunia.
9. F*ck You, Australia!
Sebenarnya ada atau tidaknya Australia di zona Asia sih tidak mempengaruhi kelolosan Indonesia ke Piala Dunia. Karena sekalipun kita bertukar posisi dengan mereka di zona Oceania, saya masih meragukan kita akan lolos ke Piala Dunia.
But anyway, jelas keberadaan mereka mengurangi peluang kita secara matematik. Presentase kemungkinan kita lolos jadi tambah mengecil akibat bertambahnya partisipan. Dan kalau mau dilihat secara realistis, jelas kualitas mereka masih jauh berada diatas kita. Jadi kesimpulannya, mereka memang membuat segalanya menjadi semakin berat untuk negara kita. Entah itu untuk lolos ke Piala Dunia, ataupun Piala Asia.
Haduh Australia, bikin susah saja. Ck!
10. Menjadi Tuan Rumah? Hahaha
Ketika satu-satunya cara untuk lolos tanpa kualifikasi sudah tertutup, maka rasanya tidak ada lagi yang bisa kita lakukan selain berdoa dan berharap akan datangnya keajaiban :’)
Sumber: info sepak bola