
Jayapura,Demi perlindungan Hak Masyarakat adat sesuai dengan UUD 1945 Pasal 18b ayat 2 dan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dan Program Nawacita Presiden Republik Indonesia, Ir.Joko Widodo, maka dalam bidang Pertambangan di Papua, Sekretaris II Dewan Adat Papua ( DAP) , John NR Gobay bersama sejumlah Tokoh Adat Masyarakat & Agama dari Papua menemui Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan beberapa permasalahan untuk dapat diperhatikan beberapa waktu lalu di Jakarta.
Mengawali pembicaraan, John mengatakan, di Papua telah ada pengusaha anak Papua yang sukses mengelola Pertambangan dengan luasan yang kecil di Kampung Nifasi, Distrik Makimi, Kabupaten Nabire yaitu PT. Tunas Anugerah Papua pimpinan Jaqueline Monei, namun perusahaan tersebut masih terus diganggu oleh Pengusaha non Papua antara lain PT. Kristalin Ekalestari dan PT. Pasific Mining Jaya serta PT.Benliz Pasific yang diduga kuat di backup oleh Oknum aparat.
Demikian penuturan John NR Gobai, kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (15/8) di Istana Merdeka, Jakarta.
Lanjut John, dibeberapa Wilayah di Papua, telah ada Penambangan Rakyat oleh Masyarakat Papua, dengan alat alat sederhana, seperti Pendulangan Emas di Degeuwo, Kabupaten Paniai, Topo, Siriwo di Kabupaten Nabire, Kabupaten Supiori, Web di Kabupaten Keerom, Yera di Kabupaten Mimika, Aitape di Kabupaten Mamberamo Raya. Diantara mereka ada yang sukses ada juga yang kurang beruntung, mereka bekerja tanpa pembinaan dan pengawasan pemerintah, namun mereka terus dicap Ilegal, dan menjadi sasaran setoran dari oknum yang tidak bertanggung jawab.
Baca Juga : John Gobay:’Kasih Kami Ruang Kelola Tambang Kami Sendiri
Dalam kesempatan itu juga dijelaskan bahwa Dalam UU No. 4 tahun 2009, Pasal 24, berbunyi “Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), namun belum dilaksanakan oleh Pemerintah Propinsi Papua.
Di Papua, Wilayah yang telah dikerjakan rakyat seperti Penambangan Sungai Degeuwo di Paniai, Topo di Nabire, Nifasi di Nabire, oleh Pemerintah ditetapkan sebagai Wilayah Usaha Pertambangan, bagi Investor Non Papua, terlihat tidak adanya niat untuk melakukan Perlindungan, Pemberdayaan bagi Orang Papua dan pengabaian hak masyarakat adat di sektor pertambangan.
John menegaskan, pemerintah lebih mementingkan Investor Orang Non Papua ketimbang Orang Papua sehingga terkesan oleh Dinas ESDM Papua, Tanah Adat telah dijadikan seperti kue yang dibagi-bagikan kepada investor tanpa sepengetahuan dan persetujuan masyarakat seperti yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang undangan, khususnya UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Oleh karena itu dalam kesemptan tersebut, John meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Kepres atau memerintahkan Menteri ESDM untuk menerbitkan Peraturan Mentri yang isinya memberikan ruang kelola terutama bagi masyarakat adat pemilik tanah dan Pengusaha Anak Papua, seperti contoh PT.Tunas Anugerah Papua, di Nifasi, Kabupaten Nabire, agar dapat diberikan kemudahan mengurus ijin usaha pertambangan untuk mengelola wilayah adatnya; dan tetap mereka juga harus melakukan kompensasi kepada masyarakat adat dan membayar kewajiban kepada Negara berupa; Pajak, Retribusi, dan lain-lain, demi kedaulatan Masyarakat Adat seperti yang diatur dalam Pasal 18B ayat 2 dan Pasal 28I ayat 3 UUD 1945.
Nabire.Net/Red