Jakarta,Ditempat kerjanya, Pengamat Kinerja Dewan Pers sebut saja namanya Aji Harmoko menuturkan “ Saat jayanya media cetak / Koran zaman dulu, Pemerintah orde baru membentuk Dewan Pers untuk memantau pemberitaan di media cetak seperti: Koran harian, Koran Tabloid, Majalah , majalah dwi mingguan, dan lain-lain. Apakah ada pemberitaan menyinggung penguasa zaman orde baru. Bahkan beberapa media cetak/Koran/ majalah kena Bredel oleh penguasa orede baru dulu.
Kini zaman Now, zaman internet atau digital masyarakat bisa menayangkan berita lansung tentang kegiatannya di media sosial (red. Istagram, WhatsApp, You tube, Facebook, BBM, dan Twitter) dan lain-lain.
Dulu saat ada kegiatan, konferensi pers maka staf humas kalang kabut mengundang wartawan. Kini tugas pokok wartawan sudah diambil alih oleh warga masyarakat. Tanpa datang kelapangan yang jauhnya minta ampun dengan medan yang cukup sulit , berita sudah tayang di media sosial beserta fotonya tinggal teman-teman wartawan mengkopi pastenya saja ke media cyber” Cakap Aji Harmoko pengamat Tersohor, Jenius ini.
Ratusan Orang Wartawan Demo ke kantor Dewan Pers
Ratusan orang wartawan Geruduk kantor Dewan Pers di Jakarta, Rabu (04/6-2018). Aksi masa wartawan “TOLAK KRIMINALISASI PERS INDONESIA” ini dihadiri langsung oleh sejumlah Ketua Umum (Ketum) organisasi pers yakni : Ketum JMN Helmy Romdhoni, Ketum IPJI Taufiq Rahman, Ketum FPII Kasihhati, Ketum KWRI Ozzy Sulaiman, Ketum IMO Marlon Brando, Ketum KOWAPPI Hans Kawengian, Ketua PWRI Rinaldo, Sekjen AWDI Budi, Sekjen SPRI Edi Anwar, dan Ketum PWRI Suryanto, serta Sekjen LIIP Syaefudin.
Gabungan Organisasi Pers Gugat Dewan Pers ke Pengadilan
Lembaga Dewan Pers kini menjadi sasaran melampiaskan rasa kecewa bagi ribuan wartawan di Indonesia, atas kiprahnya selama ini sebagai sebuah lembaga yang seharusnya membina serta memberikan advokasi kepada para wartwan, tetapi justru dalam prakteknya bertentangan dengan kewenangan yang diamanatkan UU Pers No 40 Tahun 1999.
Dalam kiprahnya yang dinilai telah melanggar kewenangannya itu, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) didukung puluhan pimpinan organisasi wartawan dari seluruh Indonesia membawa persoalan ini ke Pengadilan Negeri.
Dewan Pers digugat sebagai sebuah lembaga yang telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) yang berimplikasi kepada maraknya kasus kriminalisasi terhadap sejumlah wartawan di Tanah Air.
Di saat gugatan itu tengah berproses, muncul kasus tewasnya seorang wartawan di Kota Baru, Kalimantan Selatan, M Yusuf. Tewan sejawat ini meninggal saat berstatus sebagai tahanan di Lapas Klas IIB, Kota Baru dalam kasus pemberitaan.
Peristiwa kematian wartawan M Yusuf semakin memperkuat komitmen para pengurus organisasi wartawan di seantero negeri, menuntut Dewan Pers dibubarkan.
Tuntutan itu tidak hanya melalui proses sidang di pengadilan, tetapi juga dibarengi aksi damai. Ratusan jurnalis dari berbagai daerah telah mengadakan aksi unjuk rasa damai di Dewan Pers dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (4/7/2018).
Beda dengan lembaga lainnya yang ada di Indonesia, sebagai sebuah lembaga yang masih bisa dipercaya (menurut Mahfud MD), pers memang tak pernah “Tibo diparuik bakampihkan, tibo dimato dipiciangkan”. Artinya, insan pers adalah orang-orang yang tak pernah mau menutup sebuah kesalahan yang dilakukan, walaupun oleh temannya sendiri.
Ketum PPWI Tolong Audit Penggunaan APBN oleh Dewan Pers
Coba kita lihat aksi damai para kuli tinta ini, yang mendemo dan yang didemo adalah anggota pers atau wartawan, dan yang memberitakan juga dari kelompok mereka sendiri, para wartawan itu. Keterbukaan atau transparansi di kalangan wartawan menjadi sesuatu hal yang harus diimplementasikan.
Dalam rangka transparansi ini, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke minta aparat terkait untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengunaan dana APBN yang diberikan kepada Dewan Pers. “Saya sebagai Ketua Umum (Ketum) PPWI Nasional, bersama pengurus organisasi wartawan lainnya di Indonesia, mendesak aparat terkait, dari jajaran tertinggi, Presiden RI, BPK, dan KPK serta lembaga terkait dan jajarannya melakukan pemeriksaan dan evaluasi kinerja Dewan Pers, terutama terhadap penggunaan APBN oleh Dewan Pers,” kata Wilson Lalengke berbicara dalam rekaman video yang telah diunggah di YouTube.
Menurut Wilson, Dewan Pers sebagai lembaga pengguna dana APBN, sewajarkan memberikan laporan pertanggungjawaban keuangan. “Selama ini tidak pernah kami ketahui untuk hal apa saja uang rakyat itu digunakan,” imbuhnya.
Uang Penyewaan Aula Serbaguna Kemana Perginya.
Begitu juga terkait pemanfaatan Gedung Dewan Pers dan fasilitasnya selama ini, yang disewakan kepada publik. “Gedung Dewan Pers itu disewakan melalui Yayasan Dewan Pers. Harus ada pertanggungjawaban dana yang mereka tarik dari masyarakat,” pungkas pentolan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.
Sebagai lembaga berkumpulnya orang orang yang akan mengurus kepentingan wartawan, seyogyanya transparansi di tubuh Dewan Pers ini menjadi perhatian.
Oknum Dewan Pers ini Sok Bersih
Pertama oknum Dewan Pers ini sok bersih. Hingga kini uang negara yang ia pakai nota bene APBN belum pernah di publikasikan ke public alias di audit oleh lembaga resmi seperti BPK.
Melarang Pemda (Pemerintah Daerah) memberikan THR kepada wartawan. Hanya kepada kroni-kroninya saja yakni tergabung dalam PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) , AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia ), IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia). Hanya tiga organisasi Pers saja yang diakui oleh Dewan Pers.
Padahal negara NKRI negara demokrasi terbesar di dunia. Masih banyak lagi organisasi pers yang lain yang ingin diakui oleh Dewan Pers. Tinggi pula posisi Lembaga Dewan Pres daripada kementrian Infokom
Ditempat lain, Saya mendapat Informasi teman wartawan dari Propinsi Lain memiliki anak masih balita masih menyusu SGM yakni (Susu Gantung Murni) alias ASI ibunya . Ia memberitahu kepada istrinya , Mendengar informasi Dewan Pers memberikan seleberan kepada Pemda didaerah jangan berikan wartawan THR.
ASInya tidak keluar lagi, terpaksalah dicari solusi keluar untuk balitanya yakni diberikan minuman susu kaleng. Istrinya ngotot keterlaluan Dewan Pers ini, emangnya duit nenek moyangnya yang kami minta.
Padahal Dewan Pers biaya operasional memakai uang negara alias APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Bapaknya mengalah saja sekali seminggupun atau dua minggu tak apa-apalah, yang penting untuk anak duluan minum ASI ibunya ha..ha..
Baju anak belum beli, susu kaleng anak seharga Rp. 150 ribu per/kaleng. Itupun tahan sepuluh hari. Terpaksa saya jualan Takjil berbuka puasa untuk membeli susu buat anak yang masih menyusu badan atau ASI (Air Susu ibu) dibantu dengan susu kaleng. Selama bulan Ramadhan terpaksa bapaknya minum susu kaleng saat berbuka puasa, mengalah demi anak yang kuat minum ASI.
Kedua, Oknum staf Dewan Pers datang kedaerah “Dugaan” memperjual belikan Sertifikat Verifikasi Pers .
Beberapa orang oknum anggota Dewan Pers datang ke Propinsi Riau untuk memverifikasi media online beberapa bulan yang lalu. Beredar kabar “dugaan “ biaya untuk memverifikasi berkisar Rp. 10 hingga 50 juataan. Saat ini jumlah media cyber/ online yang terdaftar di Dewan Pers 34 ribu media online kalikan saja Rp. 10 jutaan sudah bisa membuat pemancar Radio di daerah atau membeli pesawat Drone ha…ha..
Ketiga Penggunaan APBN oleh Dewan Pers hingga kini belum pernah dipublikasikan. Uang sewa menyewa ruangan atau fasilitas aula untuk kegiatan masyarakat kemana pergi uangnya tidak pernah dipublikasikan apakah pernah diaudit oleh BPK. Jangan lupa Pak Dewan Pers bagi-bagilah komisi tersebut.
Keempat Sahkan dan akui keberadaan organisasi pers PPWI serta organisasi pers lainnya
Menurut Bapak Presiden Joko Widodo apakah keberadaan Lembaga Dewan Pers ini masih Relevan zaman Now ini atau bubarkan saja” cakap Aji Harmoko, Pengamat Kinerja Dewan Pers.
Didi/Ppwi