Jayapura,- Sebuah komunitas tukang masak di Papua, The Jungle Shef Community mengampanyekan pemanfaatan bahan pangan local Papua dan organic dari hutan di Festival Jungle Shief di Torino Itali pada 18 sampai 28 Sempember lalu . Selain melestarikan hutan juga memperkenalkan keanekaragaman pangan local Papua. Dimulai dengan mengurangi perbekalan instan dan kalengan yang biasa dibawa tukang masak dan porter saat mendampingin tur peneliti dan turis petualang di hutan atau pegunungan Papua.
“Makanan local Papua yang dikampanye atau dipamerkan di komunitas kami ( The Jungle Chef ) pada di Festival Slow Cooking di Torino Itali pada Septerber lalu adalah salah satu iven yang sangat perhatian dunia pula nama baik Indonesia dan khususnya Papua pula saat itu banyak kegiatan yang hendak kami lakukan yaitu kampanyekan makanan local Papua, memamerkan makanan lokal secara langsung pada stand kami di Torino Italia.
Hal itu disampaikan Papua Jungle Chef, Charles Toto kepada papualives.com di Jayapura, Rabu (23/10/2018)lalu.
“Sebenarnya saat acara masak-masak di Torino, disitu terdapat sebuah tempat pertemuan Chef dan perwakilan negara lain pula mereka benar- benar bawa makanan tradisinonal dalam acan tersebut untuk memkampanyekan. Khusus Negara Indonesia, tahun ini kebetulan kami yang mewaliki Asia ausenia perwakilan Indonesia yaitu kami Papua yang dapat didelegasikan,”jelasnya.
Lanjut dia, pada saat itu banyak Negara yang dapat diwakilkan namun khususnya perwakilan Asia Ausenia pula Indonesia yaitu Papua dan perwakilan Amerika yaitu Indian dan juga dari Benua Afrika pula dari Eropa yaitu Rusia
“Total peresentasenya yang dapat hadir pada saat itu sebanyak empat (4) Negara dan sebagai peserta 50 orang dan partisipan sebanyak 7.000 orang dan pada saat itu pula banyak komunitas yang dapat hadir memamerkan makanan khasnya, bahan-bahan lokal seperti keladi, Petatas kebanyakan dari Afrika. Dan kami juga berhasil memamerkan bahan yang sama dari Papua yaitu keladi, petatas dan lainnya yang bernilai ekonomis di Festival Slow Cooking di Torino Italia,”katanya.
Menurut dia, sebebum berangkat banyak kendala yang hendak alami dalam pelbagai hal namun tetap semangat sehingga berhasil di promosikan makanan loka Papua di Negara Italia.
“Yang diundang saat itu saya sendiri namun saya memprioritaskan berberapa orang sebagai pelengkap dibelakang saya dengan harapan agar mereka juga tahu bagaimana bisa belajar tentang masyarakat local atau pribumi di dunia lain dalam hal ini yang akan hadir di Festival Slow Cooking di Italia,”ujarnya.
Kami gelar iven masak-masak di Gereja St Maria Regina Bintaro di Torino Itali.
“Kami masak makanan buat dua pastor yang pernah bertugas di Papua sebelumnya dan setelah itu dari Gereja Bintaro membantu satu tiket untuk pulang pergi di Egaa untuk membantu Assistance Shef pula teman yang merangkap manajer sehingga sangat terbantu .tiketnya dan semua itu dapat dibantu oleh kedutaan Indonesia di Roma Italia.
Harapannya untuk pemerintah dapat membantu kita untuk mendata kembali makan-makanan asli Papua yang ada dibelantara Papua ini agar orang lain biasa tahu, sebab menurut saya kami orang Papua pun belum tahu jenis makanan yang biasa konsumsi .
“Pada saat melakukan stand, enggan berdiskusi dengan para penunjung terkait makanan local Papua. Dengan semua itu, sebenarnya Papua juga bisa punya iven tersendiri khusus dibidang perkebunan namun support atau dorongan pemerintah sangat tipis sehingga kami berharap pemerintah harus mendung karena ini penting untuk nama baik Indonesia dan khususnya Papua,”harapnya.
Christian Degei