Beranda News Melegalkan Pertambangan Rakyat Yang Disebut Ilegal Di Papua

Melegalkan Pertambangan Rakyat Yang Disebut Ilegal Di Papua

327


Oleh John NR Gobai*

Pengantar
Pertambangan adalah kebun bersama sehingga, menurut kami jangan dirusak dan juga jangan dikotori, tetapi perlu dibicarakan tentang bagaimana sebaiknya dilakukan bagi pendulangan-pendulangan emas serta penambangan batuan yang selama ini dilakukan di Tanah Papua, dihadapkan pada beberapa solusi yaitu dijadikan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) atau dikerjakan oleh pemegang Ijin Usaha Pertambangan, tentunya dengan melihat, keuntungannya bagi Masyarakat Asli dan Pengusaha Asli Papua.

Jika mempertimbangkan kemampuan modal dan keahlian masyarakat adat papua maka yang dapat diakes oleh masyarakat adalah jika ditetapkan menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan diberikan Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) sehingga diperlukan sebuah konsep pertambangan rakyat yang berkelanjutan, artinya ramah lingkungan dan jelas kontribusi bagi pemilik tanah serta minim dampak sosial yang negatif kepada masyarakat.

Dengan adanya ijin rakyat dapat membayar pajak untuk PAD.

Saya harap kita tidak menstigma rakyat ilegal karena mereka mencari hidup sehingga mereka mendulang apalagi kalau pendulangnya adalah OAP dan orang setempat maka kita keliru menstigma mereka ilegal, yang benar adalah mereka dilegalkan dan mereka dibina.

Judicial Review

Ada dua pasal yang telah diuji yakni Pasal 22 huruf e dan huruf f serta Pasal 52 ayat (1) UU Minerba. Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat, ketentuan tentang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di dalam UU Minerba adalah sebagai wujud pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanahkan kepada negara untuk terlibat atau berperan aktif melakukan tindakan dalam rangka penghormatan (respect), perlindungan (protection), dan pemenuhan (fulfillment) hak-hak ekonomi dan sosial warga negara.

Namun jika dikaitkan dengan Pasal 22 huruf f, justru berpotensi menghalang-halangi hak rakyat untuk berpartisipasi dan memenuhi kebutuhan ekonomi melalui kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Karena pada faktanya tidak semua kegiatan pertambangan rakyat sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.

Sedangkan terhadap pengujian Pasal 52 ayat (1) UU Minerba, Mahkamah berpandangan bahwa pengaturan tentang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), Wilayah Pencadangan Negara (WPN), dan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) sudah jelas dan tegas. Dimana urutan prioritasnya adalah dengan memberikan prioritas untuk menetapkan WPR terlebih dahulu, kemudian WPN, dan terakhir WUP.

Dengan adanya judicial review ini maka sudah semakin jelas keberpihakan dari pemerintah pusat terhadap penambang rakyat, kini adalah tugas pemerintah daerah untuk mengimplementasikannya penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan pemberian Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) sesuai dengan batasan kewenangan yang sudah diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Solusi

Pemerintah sebetulnya dengan roh OTSUS yaitu Perlindungan, Keberpihakan dan Pemberdayaan kepada penambang rakyat apalagi sekarang sektor ini juga sudah dikerjakan oleh Orang Asli Papua.
Dengan dasar UU No 3 Tahun 2020, Pemerintah mestinya dapat menetapkan kembali wilayah pertambangan rakyat yang telah ditetapkan pada waktu lalu, tentunya dengan terlebih dahulu memetakan keberadaan aktivitasnya dan juga lokasi lokasi penambangan rakyat pada wilayah-wilayah yang telah dikerjakan sebelum ada UU No. 4 Tahun 2009 Jo UU No 3 tahun 2020, dan karena PERDASI Papua 14 Tahun 2008 tentang Pertambangan Rakyat Daerah telah dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan telah ada UU baru, maka DPRP tahun 2018 telah menyiapkan sebuah draft Perda telah dibahas dan ditetapkan tahun 2018 yaitu Raperdasi tentang Pertambangan rakyat di Papua, namun sampai hari ini belum diberikan penomoran.

Hal ini sesungguhnya adalah perintah undang-undang, sehingga tidak dapat ditawar-tawar mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua atau Kabupaten/Kota di Papua dan juga melakukan pemetaan untuk aktivitas yang dilakukan diatas tahun 2009 dan sedang jalan, dalam rangka memformalkan tambang rakyat.

Oleh karena itu saya mengusulkan agar kegiatan masyarakat menambang di Korowai, Paniai, Pegunungan Bintang, Tolikara, Waropen, Mambramo, Supiori, Keerom, Mimika dan Nabire sebaiknya dilegalkan menjadi tambang rakyat. Dinas ESDM Papua hrus ditugaskan mengurusnya sesuai UU No 3 tahun 2020 dan UU No 23 Tahun 2014 serta PP No 106 tahun 2021, antara lain mengurus perubahan status kawasan hutan, memetakan wilayah (WPR) serta mengusulkan kepada mentri ESDM menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat kemudian mengeluarkan ijin pertambangan rakyat (IPR) kepada pemilik Tanah kemudian membina mereka bukan menggusur mereka.

Advertisement