(Sebuah Catatan Penting dalam Parenting dan Edukasi Anak)
Oleh Felix Degei, S. Pd., M. Ed*
Pendahuluan
Beda zaman, beda generasi, beda konsep dan beda tantangan hidupnya. Setiap masa ada generasinya dan setiap generasi memiliki kisah dan ceritanya masing-masing. Istilah generasi itu sendiri digunakan untuk menggambarkan kelompok orang yang lahir dalam rentang waktu tertentu, yang seringkali membagi ciri-ciri sosial, budaya, dan teknologi yang serupa. Oleh sebab itu, setiap generasi memiliki pengalaman dan perspektif yang berbeda, yang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah dan perkembangan teknologi pada masa mereka. Hal senada disampaikan oleh Dr. Alexis Abramson pada laman BBC bahwa adanya pembagian generasi akan mempengaruhi perilaku, persepsi, nilai, dan kebiasaan. Pengetahuan tentang penamaan dan pengelompokkan generasi serta mengenal karakteristik perilaku hidupnya amat penting bagi setiap orang. Terlebih khusus bagi setiap pribadi yang berkecimpung dalam tumbuh kembang seorang anak. Dengan memahami eksistensi generasi, setiap orang akan lebih mudah dalam mengenal faktor-faktor yang turut berpengaruh dalam pembentukkan perilaku, persepsi, nilai dan kebiasaan hidup. Oleh sebab itu, tulisan ini secara khusus akan membahas pengelompokkan penduduk Indonesia dalam lima generasi berbeda sesuai pembagian dari Sensus Badan Pusat Statistik Nasional (BPSN, 2020), antara lain: (1) Generasi Baby Boomers (1946-1964); (2) Generasi X (1965-1976); (3) Generasi Y (1977-1994); (4) Generasi Z (1995-2010); dan (5) Generasi Alpha (2011-2025). Data Sensus per September 2020, generasi Z dan milenial mendominasi penduduk Indonesia mencapai 270,20 juta jiwa. Meski demikian, pembahasan ini hendak membahas secara lengkap kelima jenis generasi beserta karakteristik perilaku hidupnya. Harapannya agar menjadi acuan atau pedoman dalam pengasuhan (parenting) maupun pendidikan (edukasi) bagi kawula muda kini. Sementara bagi segenap pembaca supaya menjadi referensi untuk memastikan diri termasuk pada generasi yang mana.
Membedah Arti Parenting dan Edukasi
Istilah parenting dan edukasi memiliki makna yang berbeda dalam pemberlakuan terhadap anak. Meskipun intensi dari pelayanannya sama yakni terhadap anak agar mengalami proses pendewasaan. Oleh Sebab itu, pada bagian ini hendak membahas secara terpisah pengertian dari kedua kata tersebut.
Pertama, istilah parenting yang selanjutnya disebut pengasuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya proses cara pembuatan mengasuh. Sementara Oxford Dictionary, parenting means the activity of bringing up a child as a parent. (proses membesarkan anak yang dilakukan oleh orang tua). Menurut Jerome Kagam (1997) parenting merupakan sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang tua agar mampu bertanggung jawab dan memberikan konstribusi sebagai anggota masyarakat. Dari ragam pendapat di atas dipahami bahwa parenting berkaitan dengan ragam perlakuan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak dalam membina sikap dan kepribadiannya.
Kedua, edukasi yang dalam Bahasa Indonesia disebut pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoadmojo, 2003). Menurut World Health Organization (WHO, 2008) edukasi adalah proses meningkatkan kontrol dan sebagai upaya memperbaiki kesehatan, baik bagi individu maupun masyarakat. Sementara Lembaga DEPKES RI (2021) mendefinisikan edukasi sebagai upaya yang berbentuk proses seseorang atau kelompok meningkatkan dan melindungi kesehatan mereka dengan cara meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan meningkatkan kemauan yang didorong karena adanya faktor tertentu. Dari beberapa pengertian di atas dipahami bahwa edukasi artinya segala upaya terencana yang dilakukan baik terhadap individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Dengan demikian kedua istilah meskipun memiliki kesamaan makna namun digunakan dalam konteks yang berbeda. Parenting dilakukan dalam suasana pendidikan informal atau komunikasi antara orang tua dengan anak kebanyakan dalam lingkungan keluarga. Sementara edukasi komunikasi yang terbangun dalam sistem yang resmi alias pendidikan formal. Ada pelaku pendidikan (guru atau dosen) dan ada peserta didik (siswa atau mahasiswa) serta ada kurikulumnya untuk memenuhi tujuan pendidikan yang diharapkan.
Macam Generasi serta Karakteristik Perilaku Hidupnya
Berdasarkan Data Sensus Penduduk BPSN 2020, ada lima kategori generasi di Indonesia. Kelima generasi tersebut dibahas lengkap dengan keunikan ciri karakteristik perilaku hidupnya pada bagian berikut:
Pertama: Generasi Baby Boomers (1946-1964)
Sebutan Generasi Baby Boomers ini diberikan kepada kelompok manusia yang lahir setelah tahun 1945 atau mulai tahun 1946 hingga 1964. Berbagai sumber mengkonfirmasi jika generasi ini lahir tepat setelah berakhirnya perang dunia II (world war II). Diberikan nama generasi ‘baby boomers’ karena pasca perang dunia II, dunia terjadi banyak angka kelahiran bayi (natalitas). Sehingga terkesan terjadi ledakan angka kelahiran yang luar biasa atau lazim disebut ‘boomers. Generasi ini dilahirkan dan dibesarkan oleh para orang tua yang sangat ketat (strict) sehingga anak-anaknya menjadi pribadi yang penuh disiplin, pekerja keras dengan kesetiaan (loyalitas) dan pengabdian (dedikasi). Oleh karenanya generasi ini sering disebut dengan generasi didikan orang Belanda. Namun mereka cukup mudah dalam menyesuaikan diri (adaptive) juga menerima ragam permasalahan yang baru. Sebagai buktinya kini dapat kita amati generasi boomers sudah menuah tetapi masih saja ada yang menyesuaikan diri kecanggihan teknologi masa kini. Hal ini terkonfirmasi dengan data yang dilansir pada Kontan.co.id, bahwa meski generasi boomers, masih menggunakan platform media tradisional akan tetapi sudah 90 persen dari mereka ternyata memiliki akun facebook untuk berhubungan dengan anggota keluarga dan teman lama. Generasi ini kini rata-rata berada pada masa purna tugas atau bakti alias pensiun.
Laman Brain Academy merilis setidaknya ada lima ciri karakteristik khusus yang dimiliki oleh mereka yang berada dalam usia generasi Baby Boomers, antara lain: (1) Sulit menerima kritik, namun suka mengkritik generasi muda akibat kurang komitmen dan etika kerja; (2) Memiliki rasa kompetitif yang tinggi; (3) Berorientasi pada pencapaian; (4) Punya rasa percaya diri yang tinggi; dan (5) Serba bisa.
Kedua: Generasi X (1965-1976)
Generasi X ini memiliki angka kelahiran yang lebih rendah dari generasi sebelumnya. Oleh karenanya angkatan manusia yang lahir dari tahun 1965 hingga 1976 disebut generasi bust. Generasi ini hadir pada masa awal penggunaan komputer, televisi kabel, video games, dan internet. Zaman dimana floppy disk atau disket sebagai perangkat penyimpan data yang paling andalan. Sementara dalam aspek perkembangan belajar mereka angkatan yang tidak mendapatkan perhatian khusus karena orang tua sibuk dengan pekerjaan. Oleh karena itu, generasi ini juga dijuluki sebagai ‘the latchey kids’ atau anak-anak yang merasa kesepian lantaran ditinggal orang tuanya bekerja. Meski demikian, generasi X memiliki karakteristik seperti disiplin, pekerja keras, banyak akal, logis, mandiri, mengutamakan work-life balance, dan mampu memecahkan masalah (problem solver) dengan baik. Karakter ini dipengaruhi oleh kondisi dunia yang pada saat itu sedang mengalami beragam krisis ekonomi, sehingga mereka dituntut untuk mandiri dan pintar dalam mencari peluang. Selain itu, generasi X ditandai dengan pengalaman challenger disaster, perceraian, perubahan peran gender dalam keluarga, pertumbuhan teknologi dan personal computer (PC), serta perubahan peran gender dalam keluarga. (Nuritasari & Arwiyah, 2019).
Ragam sumber menjelaskan bahwa generasi ini memiliki enam karakteristik, antara lain: (1) Lebih individualitas, pragmatis, sinis; (2) Lebih toleran terhadap berbagai gaya hidup dan perbedaan kultur (generous); (3) Senang mengambil resiko dan mampu bertanggungjawab ( risk taker and responsible); (4) Banyak akal atau cerdas (resourceful); (5) Logis (logical); dan (6) Pemecah masalah yang baik (problem solver).
Ketiga: Generasi Y (1977-1994)
Generasi ini yang belakangan ini orang ramai menyebutnya generasi milenial. Angkatan usia ini lahir dan tumbuh saat masa peralihan teknologi dari analog menjadi digital serta bermunculan jasa internet dan ragam platform media sosial. Oleh karenanya generasi ini dikenal dengan sebutan digital native generation. Indikasinya generasi ini sudah terbiasa dengan menggunakan teknologi dalam segala aspek hidupnya, mulai dari belanja online, mengirim pesan singkat, memesan transportasi online, hingga mengakses portal pendidikan. Dalam aspek sosial khususnya pola pikir generasi milenial ini cenderung lebih berani berpendapat, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dan berpikir di luar dari hal yang menjadi fokus pembicaraan (think out of the box). Jika dibandingkan dengan dua generasi sebelumnya yang kaku dan tegas, Millennial juga dikenal lebih ekspresif dan memiliki pemikiran terbuka (open minded).
Menurut berbagai sumber kelompok usia milenial ini memiliki empat karakteristik yang unik dari generasi lain, seperti: (1) Dibandingkan generasi sebelumnya, Milenial lebih terbuka dalam menerima perubahan; (2) Ambisius dan punya rasa percaya diri yang tinggi. Makanya angkatan ini lebih mudah meraih kesuksesan di usia muda; (3) Tidak bisa lepas dari gadget; (4) Kekurangan dari generasi ini adalah mereka rentan mengalami stres dan depresi karena susah bersosial.
Keempat: Generasi Z (1995-2010)
Ada ragam perdebatan mengenai kapan sesungguhnya generasi Z ini dimulai. Misalnya Pew Research Centre mengatakan generasi ini mulai tahun 1997. Sementara Statistics Canada, mengklaim justru pada empat tahun sebelumnya yakni tahun 1993. Akhirnya menurut Yayasan Resolution pada tahun 2000. Namun seperti yang dilansir dari BBC, Alexis Abramson, seorang ahli dalam pengelompokkan generasi mengungkapkan, “kapan pun itu benar-benar dimulai, kita dapat dengan aman mengatakan bahwa kelompok ini masih muda dan tidak pernah mengenal kehidupan tanpa teknologi”. Intinya generasi ini hidupnya tidak dapat terlepas dari pemanfaatan keberadaan teknologi.
Generasi Z adalah generasi yang tumbuh di dunia yang serba digital dan canggih, sebagian besar dari mereka juga telah bermain dengan gadget milik orang tua sejak kecil. Rata-rata Generasi Z sudah memiliki ponsel pertama mereka pada usia 10 tahun. Jadi, tidak aneh jika mereka tech-savvy dan begitu lengket dengan gadget, bahkan dapat menghabiskan waktu setidaknya 3 jam sehari di depan layar. Mereka hidup sangat memprioritaskan popularitas, jumlah followers, dan jumlah likes. Ketergantungan ini juga membuat mereka suka dengan hasil yang cepat dan instan, selalu terburu-buru, dan keras kepala. Meskipun generasi ini menyukai tantangan, namun mereka juga haus akan pujian.
Berikut ada beberapa karakteristik khusus dari generasi Z yang dirangkum dari berbagai sumber, antara lain: (1) Dibandingkan generasi Y, generasi Z cenderung lebih mudah untuk berbaur dan bersosialisasi dengan sekitarnya; (2) Melek teknologi sehingga mudah untuk mengakses informasi yang diinginkan; (3) Karena melek teknologi juga, generasi Z lebih cepat dalam mempelajari hal baru; dan (4) Menyukai lingkungan yang memberi mereka ruang untuk tumbuh dan lebih kreatif. Makanya, kebanyakan generasi Z mengincar start-up untuk berkarier.
Kelima: Generasi Alpha (2011-2025)
Generasi ini juga dikenal sebagai ‘anak-anak melenium’ karena mereka generasi termuda yang ada saat ini. Mereka angkatan manusia yang lahir mulai tahun 2011 hingga saat ini. Mengingat generasi ini masih berada di usia anak-anak, maka karakteristik umumnya masih belum terlihat jelas. Namun menurut seorang peneliti sosial Mark McCrindle, generasi ini akan menjadi kelompok yang sangat besar dengan hak mereka sendiri. Sama seperti dengan generasi Z, mereka juga akan melek teknologi dan lebih cerdas secara digital dari generasi sebelum mereka. Namun, hal tersebut tentunya dapat menjadi perhatian bagi orang tua. Pasalnya, dibutuhkan strategi khusus untuk mendidik anak-anak yang lahir pada generasi ini agar mereka menjadi anak yang mahir teknologi namun tetap menghargai nilai-nilai kekeluargaan.
Meskipun tidak nampak namun ragam sumber menjelaskan bahwa generasi alpha ini akan memiliki karakteristik, yang gemilang: (1) Memiliki potensi untuk membawa pembaruan bagi kehidupan sosial dan memajukan masyarakat; (2) Memiliki pemikiran dan opini yang kuat; (3) Tidak suka dibatasi dengan aturan; (4) Senang berinovasi. Mereka tidak takut untuk mencari sesuatu yang baru dan tanpa ragu akan beralih pada hal tersebut.
Kesimpulan
Ada lima macam kategori generasi menurut sensus Badan Pusat Statistik Nasional (BPSN, 2020). Setiap generasi memiliki karakteristik perilaku hidupnya yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, ulasan di atas sangat penting untuk diketahui setiap insan yang berperan penting dalam tumbuh kembang seorang anak. Harapannya agar setiap intervensi yang dilakukan baik oleh orang tua maupun para pelaku pendidikan benar-benar memenuhi kebutuhan anak.
“If a child can’t learn the way we teach, maybe we should teach the way they learn.” (Jika seorang anak tidak dapat belajar dengan cara kita mengajar maka barangkali kita harus mengajarnya dengan cara mereka belajar.” oleh Ignacio Estrada.
Penulis adalah pegiat pendidikan khusus orang asli (indigenous studies) yang tinggal di Nabire, ibu kota Provinsi Papua Tengah.