Beranda Polhukam Mewujudkan Pemilu yang Berintegritas tanpa Politik Uang di Kabupaten Raja Ampat

Mewujudkan Pemilu yang Berintegritas tanpa Politik Uang di Kabupaten Raja Ampat

848
https://suaradamai.com/images/fotoartikel/Opini/Mario_Wiran.jpg
Mario Wiran (Foto:Dok Pribadi)

“Money is not sufficient, but it is necessary for successful campaign. Money is necessary because campaigns do have impact on election results and campaign cannot be run without it”–Uang saja tidak cukup, tapi uang sangat berarti bagi keberhasilan kampanye. (NN)

Pada masa kampanye uang menjadi sangat penting karena kampanye memiliki pengaruh kuat terhadap hasil pemilu dan tentunya kampanye tidak akan berjalan lancar tanpa uang. Kekuatan uang inilah yang membuat partai dan para caleg yang berkontestasi terperangkap dalam permainan jahat politik uang yang pada hakekatnya mencederai pemilu itu sendiri.

Hasil penelitian yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) di 15 Provinsi terkait adanya praktek politik uang yang dilakukan caleg untuk mendulang suara pada pemilu legislative (pileg) 9 April 2014 lalu, menyimpulkan bahwa masih maraknya praktek politik uang, dengan kasus terbanyak terjadi di Provinsi Banten yaitu 36 kasus, disusul Riau dan Bengkulu dengan 31 kasus, Sumatera Barat 31 kasus dan Sumatera Utara 29 kasus. Pada pemilu yang secara serentak akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 sangat besar berpotensi untuk terjebak dalam lingkaran politik uang, tidak terlepas pada perhelatan politik yang berlangsung di Kabupaten Raja Ampat.

Kabupaten Raja Ampat merupakan daerah kepulauan yang 80% daerahnya adalah laut. Satu-satunya modal transportasi laut untuk menghubungkan wilayah kepulauan yang penghuninya adalah pemilik suara/rakyat adalah dengan menggunakan transportasi laut, speed boat atau kapal. Kondisi ini tentunya menjadi persoalan tersendiri bagi partai politik dan para calon untuk melakukan aktifitas politik pada masa kampanye. Cost Politik yang besar dan keberanian menempu ganasnya gelombang laut menjadi tantangan yang tidak dapat dihindarkan.

Ada satu kondisi yang mengagetkan pada saat mengunjungi beberapa distrik yang tergabung dalam Kepulauan Misool, sesaat setelah memberikan pendidikan pengawasan pemilu partisipatif bagi masyarakat seorang bapak berujar “Anak Rio, siapa yang memenangkan pemilu disini adalah siapa yang memiliki uang, kami menunggu saja siapa yang datang memberikan uang kepada kami”. Kondisi ini menegaskan bahwa masyarakat telah terbentuk mindsetnya bahwa uang adalah penentu segala kebijakan. Pemilihan legislative merupakan momentum untuk mendapatkan uang, sayang kalau dilewatkan begitu saja. Hal ini tentu menjadi masalah yang perlu disikapi dengan bijak oleh setiap orang yang berkehendak baik. Kita semua tentunya harus mengatakan bahwa kita termasuk orang-orang yang mengetahui serangan fajar itu, entah kita menerima atau mengabaikannya, tak jadi soal, yang jelas wajah pemilu kita sungguh tercoreng dengan kasus politik uang ini. Dengan diiming-imingi uang, kita rela menggadaikan hak politik kita untuk satu suara yang bila diakumulasikan dalam jumlah besar bisa saja memenangkan calon pemberi uang tersebut.

Dalam undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum telah diamanatkan bahwa selain demokratis, integritas merupakan bagian yang sangat penting dalam pemilihan umum. Dalam undang-undang pemilu dinyatakan bahwasanya diperlukan pengaturan pemilihan umum sebagai perwujudan system ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas demi menjamin konsistensi dan kepastian hukum serta pemilihan umum yang efektif dan efisien. Penyebutan dan sekaligus pelaksanaan pemilu yang berintegritas menjadi indicator yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan pemilu yang dilaksanakan. Secara umum perwujudan pemilu yang berintegritas tidak semata-mata merupakan tugas dari badan pengawas pemilihan umum. Lantas apa yang harus kita lakukan?

Pertama Memaksimalkan Pengawasan Pemilu Partisipatif. Mengapa gerakakan pengawasan pemilu partisipatif diperlukan, karena pada kenyataan yang perlu disadari adalah bahwa dalam melaksanakan fungsi pengawasan pemilihan umum, lembaga resmi pengawasan pemilihan umum sangatlah terbatas kapasitasnya. Bukan soal fungsi dan wewenang badan pengawas pemilihan umum namun keterbatasan SDM dan Fasilitas penunjang, selain itu kondisi geografis Kabupaten Raja Ampat semakin mempertegas bahwa seluruh elemen masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam upaya untuk menghasilkan pemilu yang berintegritas. Gerakan ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk membantu masyarakat lebih memahami aturan-aturan hukum dan kepemiluan yang ada serta menanamkan budaya taat hukum lewat pembinaan kesadaran hukum dan pemberian teladan taat hukum.

Kedua Mendorong lahirnya gerakan benci politik uang. Strategi ini tidaklah aneh mengingat sifat masyarakat dalam pemilihan umum dapat dikatakan sebagai pemilih tradisional, memilih berdasarkan untung dan rugi, siapa kasih apa, siapa dapat apa? Memilih tidaklah dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional. Strategi ini menjadi modal awal sekaligus pilihan paling bijak untuk mencegah terjadinya politik uang. Pelembagaan kebencian sosial terhadap politik uang ini digelarkan secara merata ke semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali mengingat masyarakat yang sudah terlanjur apatis akibat pembiaran politik uang selama ini. Membiarkan apatisme sosial terhadap politik uang, tidak hanya akan mempersulit pekerjaan badan pengawas pemilihan umum dan aparat penegak hukum, tetapi juga dapat mempersubur kejahatan itu sendiri.

Ketiga Mendorong terciptanya kemitraan strategis antara pemerintah dan masyarakat. Upaya memberantas politik uang ini merupakan tugas setiap orang yang berkehendak baik, terutama pemerintah sebagai penentu segala kebijakan. Oleh karena itu perlu dibangun kemitraan antara pemerintah dan masyarakat termasuk pers, LSM dan kelompok civil society lainnya, kaum rohaniwan, mahasiswa, kelompok kepemudaan dan sebagainya.

Jika ketiga hal itu dilaksanakan dengan baik maka pelaksanaan pemilu yang berintegritas dan berkeadilan di Kabupaten Raja Ampat sangatlah muda untuk diterapkan. Tentu yang terpenting adalah upaya mewujudkan pemilu yang berintegritas perlu dipahami sebagai proses yang terus menerus dikembangkan dan dijalankan secara continue sehingga harapan kita pemilu yang akan dilaksanakan pada 17 april 2019 berjalan dengan baik dan menghasilkan anggota DPRD yang berintegritas.

Penulis Adalah Staf Bawaslu Kabupaten Raja Ampat

Google News