Beranda News Natalis Pigai : Pelanggaran HAM di Papua Terjadi Hampir Tiap Saat, Selama...

Natalis Pigai : Pelanggaran HAM di Papua Terjadi Hampir Tiap Saat, Selama Kepempinan Jokowi

1602

thumb_308406_08415901042016_antarafoto-efektivitas-hukuman-mati-260216-wsj-9

Natalis Pigai,(Foto : Ist)

Jakarta,,02/04/2016,PAPUALIVES.COM- Selama Kepempinan Jokowi berjalan ,Pelanggaran Hak Asasi Manusia ( HAM )di bumi Papua ,hampir terjadi setiap saat.Bahkan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo ter¬hadap persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) di bumi Papua kembali dipertanyakan. Karena dalam periode kepemimpinannya, tercatat ada 700 kasus pelanggaran di Papua. Ironisnya negara justru ditengarai menjadi ak¬tor utama dari pelanggaran HAM tersebut.

“Strategi pertahanan dan keamanan di Papua tidak per¬nah berubah dari masa ke masa. Konflik akan terus berlanjut meskipun presiden telah silih ber¬ganti,” kata Natalius saat berbin¬cang dengan Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin. Berikut petikan wawancara,yang dilansir “RMOL.Com:

Seperti apa bentuk pelang¬garan HAM-nya?
Mulai dari ditangkap, disiksa, hingga dibunuh, dan itu hampir terjadi tiap saat.

Setiap saat?
Saya nggak mengatakan tiap hari lho. Tapi itu hampir terjadi tiap saat sepanjang kepemimpi¬nan Presiden Jokowi. Secara keseluruhan itu tidak kurang dari 700 kasus. Tapi, aktivis di lapangan menyebut tidak hanya 700, sampai dua kali lipatnya, sekitar 1400 kasus.

Apa saja kasus yang menye¬dot perhatian?
Selama 2015, setidaknya ada sembilan kasus besar terkait pe¬langgaran HAM di Papua selama 2015. Di antara yaitu meninggal¬nya 41 anak secara misterius di Kabupaten Nduga, penembakan di Yahukimo, penembakan di Dogiyai, kerusuhan di Tolikara, dan penembakan di Timika.

Selain itu, sedikitnya 500 orang Papua ditangkap di bawah masa kepemimpinan Jokowi dengan berbagai tuduhan ter¬masuk makar. Kemudian ada juga kasus saham PT Freeport Indonesia, proyek MIFE di Merauke dan berbagai proyek pembangunan yang mengabai¬kan masalah sosial warga ada.

Siapa pelaku pelanggaran HAM-nya?
Ya aparat-aparat Kepolisian maupun militer, dan juga aparat sipil pemerintahan.

Kenapa itu terjadi, karena strategi pertahanan dan keaman¬an di Papua tidak pernah berubah dari masa ke masa. Karena itu, konflik akan terus berlanjut meskipun presiden telah silih berganti.

Lalu apa langkah dilakukan Komnas HAM yang saat ini terkait temuan tersebut?
Sampai saat ini masih melaku¬kan pemantauan. Selain itu, Komnas HAM juga melaku¬kan pendampingan terhadap para korban pelanggaran HAM. Seperti yang telah Komnas HAM lakukan terhadap para pengunjuk rasa asal Papua yang ditangkap ketika unjuk rasa di Bundaran HI pada 1 Desember 2015 lalu.

Sudah ada rekomendasi ke pemerintah?
Belum, belum. Komnas HAM masih terus melakukan peman¬tauan dan penyelidikan.

Ada pelanggaran lain?
Iya ada. Yang saya sebutkan barusan masih pelanggaran HAM dalam bidang keamanan dan politik. Saya belum me¬nyebutkan bidang-bidang lain seperti budaya, pendidikan, kesehatan, dan yang lain seba-gainya.

Memang seperti apa?
Di pemerintahan saat ini ada indikasi kuat terjadinya pem¬berangusan terhadap institusi adat rakyat Papua yang telah tumbuh dan berkembang selama berabad-abad.

Hal ini merupakan diduga sebuah pelanggaran serius ter¬hadap HAM khususnya di bidang kemanusiaan.

Sudah ada tindak lanjut pemerintah?
Pemerintah, lewat Menko Polhukam Luhut Panjaitan menye¬but akan melakukan penyelesa¬ian hukum terhadap pelanggaran HAM di Papua, dan itu patut diapresiasi.

Dan yang perlu saya ingatkan sekali lagi adalah, alangkah baiknya jika pemerintah melakukan pengurangan terhadap anggota TNI maupun Polri yang bertugas di Papua.

Kenapa harus dikurangi?
Karena dengan keberadaan tersebut, rakyat Papua merasa seperti terjajah di tanah mer¬eka sendiri. Lebih baik pasukan tersebut ditempatkan di wilayah-wilayah perbatasan. Mereka leb¬ih berguna melindungi wilayah perbatasan negara kita.

Lalu bagaimana cara ter¬baik pendekatan keamanan di Papua?
Harus diubah menjadi pendekatan pembangunan dan ke¬manusiaan. Pemerintah harus memanusiakan orang Papua dengan memutus mata rantai kejahatan kemanusiaan di Papua secara total, dan juga mengelu¬arkan kebijakan yang berbasis penghargaan terhadap HAM. Kalau tidak, berbagai tragedi kemanusiaan akan tetap terjadi di Papua tiap tahunnya.

 

RMOL.Com /Admin/PL