
Dogiyai,Tes masuk perguruan tinggi melalui jalur Afirmasi di Papua dinilai sering terjadi sistem Nopotisme. Program negara terus dipolitisasikan untuk kepentingan sepihak oleh sekelompok orang. Program Afirmasi ini untuk publik khusus versi siswa yang berkompoten melalui test untuk kemudian melanjutkan pendidikan perkuliahan di Perguruan Tinggi (PT) sesuai inisiatif sendiri.
Namun, sayangnya, penerimaan tahun 2019 afirmasi untuk Papua khususnya Kabupaten Dogiyai lantas dijadikan sebagai wadah bisnis oleh sekelompok orang. sehingga, dalam penerimaan tersebut, mahasiswa Mapia tidak diterima satu orang pun. Sehingga, mahasiswa senior dari berbagai kalangan sangat kecewa dengan tindakan Pemerintah kabupaten Dogiyai. Mahasiswa Mapia yang tergabung dalam Rumpun Pelajar Mahasiswa, Siriwo, Mapia, Piyaiye dan Topoo (RPM-Simapitowa) Kota studi Jayapura. Menilai telah terjadi karena nepotisme dibalik kepentingan, sehingga mahasiswa Mapia menilai Pemerintah Daerah kabupaten Dogiyai tidak adil untuk memberdayakan Sumber Daya Manusia (SDM) kedepan untuk Dogiyai.Hal ini dikatakan Hengky Mote Selaku Ketua RPM-Simapitowa Kota studi Jayapura.
“sangat kecewa dengan diskriminasi yang terjadi ditenagh penerimaan afirmasi tahun 2019 untuk Kabupaten Dogiyai, karena yang pernah diprioritaskan dalam tahun ini hanya mahasiswa asal Kamuu (Moanemani) saja. Sukuisme dan pamisme di daerah ini sangat sangat luar biasa. Penerimaan afirmasi tahun 2019 di Dogiyai utamakan hanya para siswa/i Kamuu (Moanemani) saja. Memangnya orang Mapia tidak mampu sehingga bisa dilakukan sistem itu kah? Sangat kecewa betul,”kata Hengky kepada wartawan,Kamis, (20/6/2019) di Jayapura.
Hengky menilai, apa yang dilakukan panitia penerimaan tersebut hanya kepentingan atau bisnis belaka. Padahal, test hanya untuk melihat kemampuan siswa, bukan untuk dipolitisasi. “Sebagai pemerintah jangan hanya untuk fokus satu daerah saja tetapi harus secara kemprehensif untuk meningkatkan kualitas SDM di daerah Dogiyai kedepan,”lantangnya.
Tahapan administrasi sudah lulus, namun dalam proses kelulusan telah terjadi pamisme dan sukuisme sehingga anak Mapia tidak seorang pun lulus. “Tindakan Pemda Kabupaten Dogiyai dalam hal ini penitia penerimaan sangat tidak adil. Seakan orang Mapia tidak mampu di bidang pendidikan saja. Sistem sangat kacau dan jika begitu terus Dogiyai tidak akan maju,”kata Mote.;
Lanjutnya, visi dan misi yang dibangun bupati dan wakil bupati kabupaten Dogiyai belum terwujut secara realita di lapangan.
“Bupati punya hak untuk mengintruksikan bawahannya dan bawahan harus mendengar perintah bupati tetapi sistem ini lantas terbayang dualisme dalam membangun Dogiyai. Hal kecil saja terbukti jelas tengah terjadi diskriminasi dalam bidang pendidikan,”jelasnya.
Oleh karena itu, dirinya meminta, penerimaan test afirmasi tahun 2020 mendatang kuota 100% harus untuk anak Mapia.
“Dianggap kami bodoh. Padahal, tahap pertama sudah lulus. Tahapan selanjutnya menentukan dari kemampuan, namun kepentingan dan program ini jadikan wadah bisnis sehingga wajar dilakukan oleh orang tidak terpelajar. Kami minta penerimaan tahun 2020 harus 100% untuk anak Simapitowa,”harapmya.