Beranda Polhukam Panggung Kekuasaan diatas Penderitaan

Panggung Kekuasaan diatas Penderitaan

881
Maximus Sedik (Doc Pribadi)

Oleh, Maximus Sedik

Secara umum masyarakat indonesia yang terdiri dari suku bangsa dan secara sosial masyarakat Indonesia beragam sehingga terbentuk corak sosial. corak sosial ini beragam baik secara keyakinan, gender, ras, dan nilai-nilai sosial yang hidup dan berjalan sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Dalam konteks hidup di masa sekarang berada pada satu payung hukum yang dikendalikan oleh para penguasa di Negara ini. Secara sosial di masa kini kelompok masyarakat terbagi menjadi tiga kelompok utama kelompok atas, kelompok menegah, dan kelompok bawah.

Secara struktural kelompok yang mengguasi semakin menindas masyarakat secara sistem melalui kedudukanya. Apa yang mereka lakukan lebih mengarah pada kondisi perkembangan ekonomi politik yang berada di tengah kehidupan. Dengan kondisi ini hadirnya suatu hukum yang beradab untuk mampu menetralkan kondisi yang ada. Kita melihat bahwa perkembangan dunia yang begitu cepat sehingga membuat Negara kita juga ikut mengejar ketertinggalan. Dalam rangka pengemabangan ekonomi politik indonesia melalui berbagai proyek strategi yang dicita-citakan oleh rezim yang berkuasa saat ini. Dengan tujuan menghidupan sentralisasi dalam pengolahan sumber daya alam cara kerja ini berjalan bersama dengan berbagai militer di ruang publik. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara sistematis dan struktural secara legal.

Kita melihat bahwa semua yang dilakukan untuk pemilik modal (kapitalis) dalam bentuk perusahan-perusahan besar seperti, badan usaha milik Negara (BUMN) maupun swasta untuk mengembangkan proyek strategi Negara. Hal ini berjalan dengan lancar karena atas dukungan dari seluruh penguasa Negara dan partai politik juga ikut mendukung apa yang dilakukan maupun yang berkepentingan lainnya.

Kita mengetahui bahwa rezim Jokowi-jk sangat sistematis dan secara terstruktur menjalani kepemimpinannya. Banyak persoalan juga terjadi di selama pemerintahannya dan seluruh sekmen-sekmen hidup orang kecil semakin tertindas, tergusur. Dan banyak persoalan yang dihadapi seluruh masyarakat Indonesia seperti, masalah agraria, masalah ketenagakerjaan, dan masalah hak asasi manusia (HAM). Rakyat kecil semakin tersingkir atas tanahnya dengan alasan percepatan pembangunan untuk kesejahteraan hajat hidup orang banyak. Lingkungan semakin tercemar akibat proyek perusahan, wabah dari berbagai penyakit masih berkembang dalam masyarakat. Rakyat hidup dengan ratapan, tangisan disertai air mata yang terus mengalir setiap hari di sudut lembah, kampung, dan sawah di perhadapan dengan laras moncong besi yang dengan teriakan melindungi kepentingan Negara menghambat aktivitas pembangunan Negara.

Kita lihat di papua lebih pada suatu sistem nepotis, korup, maupun penyelewengan kekuasan yang berjalan sesuai dengan politik yang tidak sehat. Sehingga sangat mempengaruhi percepatan pembangunan dan terjadi berbagai kasus yang terjadi, nepotis sangat terlihat di seluruh kehidupan pemerintahan di papua sehingga kualitasnya sangat menurun tetapi lebih pada jumlah yang lebih banyak.

Sudah mendekati harinya, rakyat tidak peduli dengan pemerintah dan pemerintahannya. Birokrasi gagal menghadirkan Negara dan bangsa di Papua. Hanya suku dan golongan yang berkuasa dan menguasai distribusi kebijakan. Jangan heran jika partisipasi di pesta bersama di Papua rendah hingga tak terlihat. Bagi kami, hanya mereka yang punya kepentingan dan selama ini mendapat keuntungan dari kekuasaan yang sedang berkuasa yang telah memulai untuk berpartisipasi dengan pesta demokrasi  nanti. Selebihnya, rakyat ini seakan apatis dan tak peduli. Jadi ketika mereka berkata mau pilih atau tidak itu, bukan urusan mereka yang berkuasa atau mereka yang kasih makan kami. Inilah ekspresi dibalik ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah. Dan inilah disebut mafia kebodohan dan politik kebohongan.

Mafia kebodohan dan politik kebohongan melahirkan rasa tidak percaya, tidak peduli dan hidup suka-suka tanpa toleransi dan solidaritas diantara masyarakat. Tetapi sebaliknya bagi yang menerima dampak mafia dan politik, sifat itu juga dapat memberikan ruang kekuasaan bagi mereka yang memerintah dalam lingkaran negatif ini untuk menghasilkan kemunduran keadaban. Karena itu, harus ada kesadaran untuk melawan pemerintah yang bodoh dan pembohong dalam lingkaran negatif kekuasaan.

Ketika semua kenikmatan yang dirasakan hanya menguatkan kedudukan dan kekuasaan pribadi tanpa memberi perubahan pada kehidupan sosial masyarakat di sekitar. Kita harus malu dan melakukan evaluasi pada diri untuk perubahan suku dan bangsa menuju masyarakat baru.

Kita lihat Negri yang kaya bangsa yang miskin tanah air yang subur- makmur orang asli susah sengsara. Visi-misi merdeka, fakta dan kenyataan terjajah. Itulah bagian dari kebodohan dungu yang membinasakan pada kita yang biasanya hanya mengaku memiliki negri, bangsa dan tanah air tetapi tidak pernah menyadari perubahan dan sadar untuk melakukan suatu perubahan diri mengikuti perkembangan pemikiran dan zaman yang semakin maju.

Waktu dan zaman terus berubah maju. Pemikiran terus berkembang, setiap kita harus berubah dan terlibat dalam perubahan dengan pemikiran kita untuk maju dalam waktu dan zaman. Gunakan kekuasaan itu sebaiknya untuk menjawab derita rakyat di atas bangsa yang kaya ini.

Belajar dari sopir-sopir dan para ojek-ojek. Bagaimana mereka mengantarkan para penumpang  dengan selamat dan sampai tempat tujuan dengan aman. Ketika terjadi kecelakaan mereka pasti bertanggung jawab terhadap kejadian itu. Gunakan kesempatan itu, untuk memimpin bukan berkuasa atas penderitaan rakyat kecil.

Negri kita penuh dengan penderitaan di balik penderitaan itu siapa saja kami percaya sebagai kapten utama di sebuah kapal yang namanya kapal penderitaan ini.

Sebagai orang muda dan orang yang berpikir kita harus mampu menempatkan diri, untuk berpikir tentang apa yang terjadi. Itu sebagai suatu masalah batin yang membongkar dan membakar jiwa muda kita untuk berdiri dengan berbagai cara untuk berikan suara-suara untuk menyatakan dengan tegas bahwa semua yang dilakukan salah. Salah dalam konteks hukum maupun dalam konteks dasar kehidupan manusia. Kita jangan takut untuk melawan semua yang terjadi terhadap masyarakat kita.

Salam perjuangan.

Penulis adalah mahasiswa papua kuliah di Yogyakarta