NABIRE – Pemandangan arah Pantai (landscape) “Selamat Datang di Wisata Alam Pantai Mangrove” menyambut mata kami memarkir motor di bawah pohon. Satu jam lebih dari pusat kota Nabire Papua, arah wilayah timur, kira- kira tiga puluh kilo meter lebih. Jam dua siang Pantai Mangrove masih sepih, belum ada orang. Pantai Magrove baru ditata dari kondisi alamiah menjadi tempat wisata yang menjanjikan kedepan oleh pemilik,Melianus Kotouki. Banyak pohon besar di sepanjang bibir pantai, lebih banyak dipenuhi pohon Magrove atau hutan bakau.
Masih mengerjakan Pantai Mangrove dengan perlahan-lahan, bekerja keras dengan apa adanya; dari hasil gaji aparatur sipil negara (ASN) dan modal kredit. Ada pondok papan untuk istrahat, hanya dua puluh meter dari bibir pantai, lampuh pondok belum dimatikan siang kami tiba, masih bergantung nyala, sepertinya memang dibiarkan dua puluh empat jam menyala berhubung pemiliknya lebih banyak dirumah kota. Toilet dengan daun seng disebelah pondok kerja.
Jalan pasir sunggai campur batu mengarah ke bibir pantai dibawah pepohonan hijau.”Jalan masuk ini saya timbun sekitar lima puluh truk masuk, sengaja saya kasi tinggi karena sering air naik,” cerita Melianus Kotouki, pemilik tanah satu hektar Pantai Mangrove di sampin tungku api; tempat kami sudah duduk menunggu air panas. Waktu sudah sore, jam tiga lewat di kampung Nifasi Pantai Mangrove. Setelah kami putar kopi, Melianus Kotouki membawah kami ke dermaga yang terbuat dari kayu besi melewati jalan timbunan pasir yang tinggi dari dasar tanah.
“Luasnya putar tanjung pohon-pohon magrove disana, rencana jembatan ini putar diujung-ujung. Kayu besi juga mahal jadi sementara belum dibangun, tunggu uang dulu,” Cerita bersenyum Melianus Kotouki sambil kami duduk di dermaga Pantai Mangrove. Duduk minum kopi seperti di kedai,sama rasah, bedah tempat. Hari sudah sore, wajah langit mendekati warna senja.”Mangrove ini banyak maamfaat, saya melarang warga menebang, konsep wisata ini mungkin akan lebih ke khas alam hijau, mencoba melindunggi dan sedikit edukasi tentang hutan mangrove dan lingkungan,”jelas lanjut Melianus Kotouki sambil bersiap untuk mandi.
Tanjung Pantai Mangrove, salah satu titik kecil dari hutan Mangrove yang mengelilinggi tanah Papua, rata- rata seluruh pesisir pantai Papua ada pohon Mangrove.”Saya duduk depan baru, ada pace dua datang baru mereka dua izin ke Pantai, terus pas mereka dua kembali pulang, mereka dua pikul karung baru lewat, ternyata mereka dua bawah tunas muda pohon Mangrove untuk buat minuman lokal bobo. Kalau saya tau, saya akan larang, sekarang sudah mulai saya larang. Alam ini investasi untuk anak cucu dan cici kita kedepan, alam adalah hidup orang Papua kedepan.”cerita Melianus Kotouki dengan serius akan melindunggi hutan Mangrove dan lingkungan kedepan.
“Ada uji coba yang saya perna nontong di youtube dengan judul,hutan mangrove barier pantai. Pohon mangrove memang tenangkan ombak, salah satu bukti menarik yang saya lihat itu. Ada UU 27 tahun 2007 No UU 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil untuk rehabilitas, saya pikir itu salah satu cara melindunggi hutan Mangrove. Melindunggi lingkungan hidup juga sudah menjadi konsen United United Nations Environment Programme (UNEP), ada 10 lembaga lingkungan hidup Internasional, seperti Green Price,WWF,RAN dll .”ucap sambung Melvin Anouw membagi informasih tentang hutan Mangrove dan hukum lingkungan.
Berdasarkan organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO),Hutan Indonesia terbesar kedelapan dunia dengan 95 juta hektare (ha) dan hutan Rusia terluas pertama dengan 815 juta ha pada 2020. Papua nomor satu menyumbang hutan terbesar setelah Kalimantan di Indonesia, tentu Papua memiliki banyak pohon di bukit, lembah hingga pesisir pantai. Hutan menutupi pulau terbesar kedua dunia Papua dengan luas 40.546.360 hektar.
Papua salah satu dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, dengan 20.000 spesies tanaman, 602 jenis burung, 125 mamalia dan 223 reptil. Hutan menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak masyarakat setempat dan menjadi rumah hidup bagi flora dan fauna.
Hutan Mangrove (mangrove, asal bahasa portugis mangue,menyebut pohon yang bertumbuh pesisir laut). Mangrove kehidupan bagi hewan, termasuk manusia dari aspek ekonomi, misalnya pelindung pesisir pantai, tempat berlabu kapal dan untuk kayu bakar. Hutan Mangrove di Indonesia sekitar 8,6 juta hektare, terdiri atas 3,8 juta hektare di dalam kawasan hutan dan 4,8 juta hektare di luar kawasan.
Pantai Mangrove di pesisir pantai Nifasi, Makimi Nabire, sebelum Pantai Erari, tepat di tanjung. Pantai Papua sebagai hutan tropis, dikelilinggi oleh hutan bakau dimana-mana, lama menjadi habitat flora dan fauna yang berkelanjutan bersama manusia. Hutan Mangrove merupakan satu dari tiga komponen ekosistem pesisir. Dilansir dari Oseanografi LIPI, hutan mangrove adalah sekumpulan tumbuhan spesifik yang tumbuh di kawasan pesisir di daerah subtropis dan tropis.
“Disini kalau sore burung-burung datang banyak, bermain diatas pohon mangrove dan mencari makan dalam akar pohon dan batu.”cerita Melianus Kotouki menjelaskan aktivitas Pantai Mangrove dengan segalah macam kehidupan. Pantai Magrove diberi nama sesuai dengan kondisi alamiah, pesisir pantai yang dipenuhi pohon Mangrofe atau hutan bakau. Pantai Mangrove baru di persiapkan menjadi wisata umum dengan ciri khas rama lingkungan. Pemilik Pantai Mangrove melarang keras memburu hewan liar, menebang pohon dan mencari ikan dengan cara membom.
Pohon Mangrove membuat air laut bersih, kami melihat hewan laut bermain diantar akar pohon dan tumbuhan laut, banyak ikan bermain melompat dikulit-kulit air laut.”kalau air surut, saya biasa lihat satu rombongan banggau putih cari makan diatas batu dan diantara tumbuhan laut. Banyak burung cari makan juga, pass sudah hari mulai gelap, mereka terbang pergi, disini seperti dapur lapis taman bermain dan rumah.” cerita Melianus Kotouki sambil merendam dalam laut, sore hari yang sejuk, seperti air laut tersedia menjadi terapi yang menyegarkan tubuh.
Saya ikut berendam, Melvin dan Jeep bercerita di dermaga kayu besi dengan Yanti dan Adii star yang saja sampai di Pantai Mangrove. “Kalau saya tau ini, saya bawah kaca molo dan ret, adoh ikan banyak sekali bangkrett!.” kata Jeep melihat ikan berlari dalam air, bagi Jeep mudah menangkap, Dia suka berburu ikan dengan ret miliknya dan kaca molo.
Dalam buku”Ruang Hidup yang Redup” (Gegar Ekologi Orang Marori dan Kanum di Merauke Papua); I Ngurah Suryawan, Antropolog Unipa Papua Barat menulis tentang kehidupan orang Marori dan Kanum yang berkeluh kesah tentang hutan adat yang semakin habis karena kebutuhan ekonomi warga lokal yang menjual kepada non Papua. Misalnya kesaksian bapak Lukas Ndiken dan Dominikus Kaize. “Kitong memikirkan anak-anak kita ke depan. Kenapa kita tidak bisa olah alam seperti saudarah-saudarah di Jawa yang bisa olah tanah. Kitong ke hutan-hutan terus karena dimanja oleh alam. Hutan su sediakan semua.”
=================================
Refrensi:
https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/6567-mangrove-untuk-laut-kita
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/01/16/5-daerah-hutan-terluas
10 Lembaga Lingkungan Hidup Internasional yang Penting Anda Ketahui
Buku, Ruang Hidup yang Redup (Gegar Ekologi Orang Marori dan Kanum di Merauke Papua), (hal,168)