
Timika, Salah wacana yang mengemuka pada kunjungan pertama Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian dalam kunjungannya di Jayapura dan Wamena pada Oktober 2019 mengatakan pemerintah akan membentuk dua Daerah Otonom Baru (DOB) di tanah Papua, yakni Provinsi Papua Selatan dan Provinsi Pegunungan Tengah Papua.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian memastikan bahwa Provinsi Papua Selatan segera diproses oleh pemerintah atas dasar analisa intelelijen sehingga telah dibahas lintas kementerian, yakni Kementerian Dalam Negeri; Menteri Politik, Hukum dan HAM; Kementerian Keuangan; dan sejumlah pihak terkait lainnya di Jakarta.
Sementara itu, baik oleh Presiden maupun oleh Menteri Dalam Negeri, hingga saat ini belum secara tegas mengatakan, DOB di wilayah tengah Papua yang dimaksudkan tersebut apakah PROVINSI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA yang masuk dalam wilayah adat Lapago yang mencakup Kabupaten Jayawijaya, Tolikara, Puncak Jaya, Puncak, Yahukimo, Nduga, Mamberamo Tengah, dan Yalimo ataukah mengaktifan PROVINSI PAPUA TENGAH yang mencakup Kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, Timika, Biak, Supiori, Serui, dan Waropen. yang telah diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.
Menanggapi kebijakan pemekaran provinsi ini, Asosiasi Bupati Wilayah Meepago yang terdiri dari tujuh kabupaten, yakni Kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya, Puncak, dan Mimika kabupaten menggelar Rapat Kesepakatan Pembahasan Pemekaran Provinsi Papua Tengah di Hotel Grand Mozza Kota Timika, Jumat, (01/11/2019)
Rapat Kesepakatan Pembahasan Pemekaran Provinsi Papua dihadiri oleh Bupati Nabire, Isaias Douw, S.Sos.,MAP sebagai Ketua Asosiasi Bupati Meepago; Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, S.E., MH., Bupati Dogiyai, Yakobus Dumupa, S.IP., Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni, S.E., M.Si., Bupati Puncak, Willem Wandik, S.E., M.Si., Bupati Deiyai diwakili oleh Wakil Bupati, Hengky Pigai, S.Pt., dan Bupati Paniai diwakili oleh Wakil Bupati, Oktopianus Gobay, S.IP.
Para Bupati Meepago pada intinya menyepakati beberapa hal antara lain mendukung sepenuhnya pemekaran Provinsi Papua Tengah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Mimika, dan Kota Sorong.
Para Bupati Meepago juga menyatakan sikap untuk tidak bergabung dengan pembentukan Provinsi Pegunungan Tengah di wilayah adat Lapago.
Pada Rapat Kesepakatan Pembahasan Pemekaran Provinsi Papua ini, Bupati Nabire, Isaias Douw, S.Sos.,MAP yang juga sebagai Ketua Asosiasi Bupati Meepago itu didaulat menjadi ketua umum dan Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, S.E., MH., sebagai Wakil Ketua Pemekaran Provinsi Papua Tengah serta para Bupati lain mengisi komposisi Sekretaris dan Bendahara.
Pada saat itu juga, struktur tim dibentuk yang terdiri Ketua dan Anggota DPRD, Sekretaris Daerah, Kepala Bagian Tata Pemerintahan, wakil dari kepada suku atau tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda dari tujuh kabupaten diambil untuk melengkapi struktur tim.
Ketua Umum Tim Pemekaran Papua Tenga, Isaias Douw, S.Sos.,MAP dalam sambutannya mengatakan, pihaknya akan membawa hasil kesepakatan berserta hasil kajian akademik akan segera disampaikan kepada Presiden dan Menteri Dalam Negeri untuk segera diproses pengaktifan Provinsi Papua Tengah.
“Provinsi Papua tengah sudah ada, sudah ada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong sehingga tinggal kami sampaikan kesepakatan ini kepada Presiden dan Menteri Dalam Negeri untuk aktifkan,” kata Bupati Isaias.
Kata dia, pihaknya juga akan segera menggandeng Universitas Gajah Mada Yogyakarta agar mereka menyempurnakan kajian yang sudah dengan kondisi saat ini di Papua Tengah. Karena, kata dia, dokumen kajian yang sudah dilakukan pada beberapa tahun lalu sehingga perlu disesuaikan. “Kami akan minta mereka menyerpurnakan kajian sudah ada dari segala aspek, baik terkait dengan data-data dasar maupun kajian komprehensif untuk tetak ibu kota provinsi.
Isaias menjelaskan proses perjuangan Pemekaran Papua Tengah sudah memakan 20 tahun sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999.
“Provinsi Papua Tengah atau yang dulu dikenal dengan Irian Jaya Tengah telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Pada Pasal 3, menjelaskan bahwa Provinsi Irian Jaya Tengah berasal dari sebagian wilayah Propinsi Irian Jaya yang terdiri atas wilayah: Kabupaten Biak Numfor; Kabupaten Yapen Waropen; Kabupaten Nabire; Kabupaten Paniai; dan Kabupaten Mimika,” kata dia.
Isaias lebih jauh menjelaskan, pada tahun 2003, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999, Provinsi Irian Jaya Barat (kini Provinsi Papua Barat) dan Irian Jaya diresmikan dengan masing-masing Provinsi Irian Jaya Barat beribu kota di Manokwari dengan mengangkat Abraham Octovianus Atururi sebagai pejabat Gubernur Irian Jaya Barat dan Provinsi Irian Jaya Tengah di Timika dengan mengangkat Herman Monim sebagai pejabat Gubernur Irian Jaya Tengah. Namun, Provinsi Irian Jaya Tengah dibatalkan oleh Menkopolhukam karena terjadi konflik di Timika.
Selanjutnya, kata Isaias, dengan tetap berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat dan Provinsi Irian Jaya Tengah, pada tahun 2006, para Bupati Papua Tengah di bawah Pimpinan A.P.Youw membentuk Komite Pengaktifan Provinsi Irian Jaya Tengah dengan menunjuk Norbertus Mote, S.E., M.Si sebagai ketua.
Selanutnya, Norbertus Mote, S.E., M.Si bersama timnya membuat studi akademik bersama Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Setelah dokumennnya telah selesai disiapkan, pada tahun 2007, Komite Pengaktifan Provinsi Irian Jaya Tengah dipimpin Norbertus Mote, S.E., M.Si telah melakukan presentasi secara resmi di hadapan Komisi II DPR RI yang pada saat itu diketuai oleh EE Mangindaan. Komisi II DPR RI merespon baik dan memproses pembahasan DOB Papua Tengah.
Bupati Isaias lebih lanjut menjelaskan, pada tahun berikutnya, tahun 2008, Komisi II DPR RI kembali membahas dan menetapkan bahwa Provinsi Papua Tengah layak diaktifkan kembali dengan mengahasilkan sebuah Rancangan Undang–Undang Provinsi Papua Tengah bersama 17 Daerah Otonom Baru dan DPR RI menyampaikan kepada Presiden RI (Susilo Bambang Yudhoyono) dan mendapat persetujuan Peresiden untuk disahkan dalam rapat Paripurna DPR RI.
“Namun, atas permintaan Menkopolhukan dan Gubernur Provinsi Papua dengan alasan politik lokal dan stabilitas keamanan Papua maka DOB Papua Tengah tidak disahkan dalam Paripurna DPR RI. Keputusan ini membuat rakyat Papua Tengah kecewa karena merasa dianaktirikan dalam wilayah NKRI,” kata Isaias kepada awak media.
“Pada tahun berikutnya, tahun 2009, Komite Pengaktifan Provinsi Irian Jaya Tengah melanjutkan perjuangannya melakukan lobby kepada Komisi II DPR RI namun terkandas di Paripurna DPR RI dengan alasan yang sama. Sementara itu, DOB Kalimatan Utara yang perosesnya dari belakang ditetapkan menjadi Undang-Unadang DOB oleh DPR RI dalam Sidang Papripurna. Para Bupati dan Masyarakat di wilayah Papua Tengah merasa dianaktrikan dan kecewa. Selanjutnya, Pemekaran Provinsi Papua Tengah kandas mulai dari tahun 2009 sampai tahun 2014,” tuturnya.
Dikatakan Ketua Isaias, pada tahun 2014, perjuangan pengaktifan Daerah Otonom Baru Provinsi Papua Tengah dilanjutkan oleh pihaknya dengan mengutus Tim Pengaktifan Provinsi Papua Tengah menemui Dirjen Otda dan Dirjen Kesbangpol, Kemendagri guna menjejaki perjuangan DOB Papua Tengah yang hingga kini masih berada di meja Mendagri dan DPR RI.
“Pada saat itu, Tim mendapat penjelasan bahwa DOB masih Moratorium dan masih menunggu Peraturan Pemerintah yang terbaru tentang Penataan Daerah, Tata Cara serta Mekanisme Pembentukan Daerah Ootonom Baru. Sehingga, pada 6 Maret 2019, saya sebagai Ketua Asosiasi Bupati Papua Tengah melakukan pertemuan dengan para Bupati Meepago di Nabire dan membuat komitmen pembangunan kawasan, yang antara lain membuat komitmen menjaga stabilitas keamanan kawasan Meepago dan membuat komitmen memperjuangkan pengaktifan Provinsi Papua Tengah,” kata dia.
Bupati juga menjelaskan bahwa perjuangan pengaktifan Provinsi Papua Tengah tidak hanya di Nabire saja tetapi perjuangan ini secara sporadis diperjuangakan oleh semua komponen yang ada di wilayah Papua Tengah yakni Tim 502 Biak di bawah pimpinan Bapak Dirk Heng Wabiser. Kemudian, di Serui-Waropen Bapak Philip Wona bersama timnya memperjuangkan pemekaran Provinsi Papua Tengah, Sementara itu, di wilayah Mimika, perjuangan pengaktifan Provinsi Papua Tengah dilakukan oleh Alm Andreas Anggaibak serta timnya. Perjuangan DOB Papua Tengah telah memakan waktu lama dan telah mengorbankan tenaga, biaya, dan waktu yang cukup lama, bahkan ada yang sudah menghadap Tuhan sebelum apa yang mereka perjuangkan tercapai.
“Berdasarkan proses perjuangan pengaktifan provinsi Papua Tengah yang kami uraikan di atas ini, maka kami kami meminta kepada Bapak Presiden Republik Indonesia , Bapak Ir. Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri, Bapak Tito Karnavian agar meninjau kembali dokumen pembentukan DOB yang telah diusulkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Republik Indonesia dan dengan pertimbangan stabilitas keamanan yang berdasarkan pada empat pilar bangsa Indonesia,” kata Isaias.
Sekali lagi, kami sampaikan bahwa kami para Bupati Bupati dan masyarakat Wilayah Meepago/Wilayah Tengah Papua siap menerima Provinsi Papua Tengah bersamaan dengan pembentukan DOB Provinsi Papua Selatan.