Jayapura,Sulitnya klub Indonesia mengalahkan tim dari Asia Timur dan Timur Tengah membuat skema pembinaan sepakbola usia dini harus dikaji ulang.
Pengamat sepakbolan dan mantan pemain Persipura Ferdinando Fairyo mengatakan sejak awal sudah bisa diduga kalau Persipura kalah kelas dan masih perlu pembenahan serta mengkaji kembali sepakbola di Papua.
“Setelah masuk ke babak delapan besar ternyata Persipura menghadapi lawan yang tangguh dan bermain bola secara taktis dengan menguasai jalannya pertandingan,” kata Ferdinando Fairyo kepada GOAL.com Indonesia di Jayapura, Rabu (28/9/2017).
Dia menambahkan perlu pengkajian dalam pembinaan sepakbola usia dini secara baik dan terarah sebab klub-klub Indonesia saat ini sulit mengalahkan klub-klub Asia Timur (Korea, Jepang dan Cina) dan juga klub dari negara-negara Teluk di Timur Tengah.
Sedangkan di Asean klub-klub dari Thailand masih menjadi ganjalan bagi sepakbola di Indonesia termasuk Persipura yang kalah melawan Chonburi saat laga tandang ke Thailand.
”Ini artinya bahwa pembinaan usia dini dan kompetisi berjenjang mulai U-12, U-16, U-18 dan U-21 sudah harus digalakan serta menjadi agenda penting bagi kemajuan sepak bola di Indonesia,” lanjut Fairyo.
Dia memberi contoh saat Persipura melawan Arbil FC di Irak. Pada babak pertama Boaz Solossa dan kawan-kawan melakukan passing yang benar sebanyak 86 kali saja. Sedangkan di babak kedua hanya 68.
”Kesalahan-kesalahan mendasar ini jelas menjadi bahan kajian untuk dibahas dan diteliti secara iptek,” papar Fairyo. Bahkan Fairyo mengusulkan sebaiknya pembinaan usia muda dilakukan dengan magang di negara-negara Korsel dan Jepang.
”Lupakan Piala Dunia dan mari kita kembalikan kejayaan Indonesia di tingkat Asia terlebih dahulu baru boleh bicara soal dunia,” tegasnya.
Sementara itu, pelatih kepala Akademi Sepakbola Emsyk Jayapura Johanes Songgonau justru menilai pentingnya kompetisi berjenjang bagi pemain usia dini hingga mereka bisa meningkatkan kualitas bermain.
”Selama ini hanya Festival Sepakbola anak-anak Danone yang berhasil menjaring bakat-bakat muda dan banyak yang memperkuat PSSI U-16 dan sebagian ke Uruguay,” tutur Songgonao yang juga mantan pemain depan PKT Bontang.
Kekalahan Persipura di laga kandang 2-1 dan 1-0 saat tandang harus menjadi bahan pengkajian dengan tujuan akhir peningkatan kualitas hingga klub di Indonesia bisa menyaingi bahkan mengalahkan tim-tim asal benua kuning dan Timur Tengah.
”Kuncinya adalah pembinaan usia dini dan juga kompetisi yang teratur demi kemajuan sepak bola,” tutup Songgonao.
Pemain jebolan SSB Yanto Basna dan Terens Puhiri adalah dua pemain jebolan SSB Numbay Star, keduanya menekuni sepak bola sejak usia 9 tahun. Kemudian ikut Danone Nation Cup dan juara. Terens Puhiri terpilih ke Arsenal dan akhirnya Pusamania Borneo. Sama-sama dengan Yanto Basna ke Uruguay dalam program PSSI di sana selama setahun.
Yanto Basna perkuat Srwijaya FC bersama Yanis Nabar dan kawan-kawan sedangkan Terens Puhiri bertahan di Pusamania Borneo FC.
Tim PON 2004, pemain-pemain tersisa di Persipura Boaz dan Ricardo
Sedangkan pemain Persipura jebolan SSB antara lain M Tahir dari SSB Hamadi Putra, Nelson Alom SSB Emsyik dan David Laly juga SSB Emsyik. Sedangkan pemain-pemain Persipura U19 jebolan SSB antara lain Boaz Isir dari SSB NUmbay Star sedangkan Tod Ferre dari SSB Imanuel Sentani. Selain itu pemain -pemain jebolan SSB Batik seperti Marko Kabiay, Marinus Manewar.
Hampir sebagian besar pemain jebolan SSB di KOta Jayapura terpilih masuk PPLP Sepak bola Papua dan banyak terpilih masuk ke Persipura U19 hampir 13 pemain eks PPLP Papua skuad inti Persipura U19. Walau ada SSB di Papua tetapi menurut Gustaf Puy pemain-pemain Papua sekarang merupakan paduan antara teknik dasar sepak bola dari SSB tetapi masih pula bakat alami. “Jadi anak-anak Papua sekarang paduan teknik dasar sepak bola dan bakat alam,”kata pelatih PPLP Papua, Gustaf Puy.
Laporan Dominggus A mampioper dari Jayapura/goalpapua.wordpress.com