Oleh : Jhon NR Gobai
Aspirasi tuntutan Papua Merdeka, yang mengemuka di Papua sejak tahun 1999 dan eksploitasi Sumber Daya Alam di Papua, telah ikut memberikan sebuah energy baru bagi masyarakat adat papua untuk menata diri dan menyatakan diri untuk membentuk sebuah institusi masyarakat adat antara lain Lembaga Musyawarah Adat, DewanAdat, Lembaga Masyarakat Adat serta Badan Musyarah Adat.
Pada masa lalu di Papua secara turun temurun kita mengetahui adanya Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, yang asli antara lain Emawa, Pilamo, Isorei, Nduni,Yo,Mnu,Tongoi, Jeuw, Kunume,dll ini adalah symbol kesatuan masyarakat hukum adat, Kesatuan masyarakat hukum adat adalah sarana membicarakan dan memperjuangkan, bergumul aneka hal dengan masyarakat adat. Karena itu mestinya kesatuan masyarakat hukum adat sebagai Rumah bagi masyarakat adat dan aturan aturannya adalah pagar dalam melakukan perlindungan hak masyarakat adat.
Dua fakta ini adalah masalah yang perlu disikapi secara bijak agar dapat mendudukan substansi kesatuan masyarakat hukum adat sebagai hal yang mendasar dalam Masyakat Adat Papua agar dapat diatur tentang Hak dan Kewajiban Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, Hak dan Kewajiban Pengurus Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam regulasi daerah terkait dengan Otonomi Khusus Papua.
Aspek Yuridis
Dari aspek yuridis,meskipun belum ada undang-undang yang secara tegas mengakui keberadaan lembaga adat, tidak berarti bahwa keberadaan lembaga adat tidak mendapat tempat dalam sistem hukum Indonesia. Keberadaan lembaga adat dapat diturunkan sebagai bentuk perlindungan negara terhadap keberadaan dan hak-hak masyarakat adat yang telah dijamin di dalam konstitusi, antara lain dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945. Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” Selain itu ada pula Pasal 28I Ayat (3) UUD 1945 menyatakan: “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.” Dua ketentuan konstitusi itu merupakan landasan konstitusional keberadaan lembaga adat yang merupakan salah satu pilar penting bagi keberadaan masyarakat adat.
Tidak saja pada level konstitusi, sejumlah undang-undang juga menyinggung tentang keberadaan lembaga adat sebagai salah satu pranata terpenting bagi keberadaan masyarakat adat. Hal itu nampak dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menempatkan keberadaan pranata dan perangkat kelembagaan adat yang masih ditaati sebagai salah satu unsur keberadaan masyarakat adat. Oleh karena itu, kelembagaan adat merupakan salah satu unsur keberadaan suatu masyarakat adat sebab hal tersebut merupakan salah satu pilar dari masyarakat adat yang telah eksis sejak jauh sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya untuk mengembalikan kedudukan masyarakat hukum adat sebagai badan hukum publik yang menjadi bagian dari pemerintahan muncul kembali dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Solusi
a) bahwa pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat di Propinsi Papua adalah salah satu langkah politik hukum penting yang harus diambil oleh Pemerintah Provinsi Papua dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan dalam rangka pemenuhan Hak Asasi Manusia serta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Negara sebagaimana tercantum dalam Alinea IV Pembukaan Undang-Undang;
b) bahwa setiap orang dalam masyarakat adat di Propinsi Papua, harus diakui, tanpa perbedaan, dalam semua hak-hak asasi manusia yang diakui dalam hukum internasional dan nasional, dan bahwa mereka memiliki hak-hak kolektif yang sangat diperlukan untuk pengembangan kehidupan dan keberadaan mereka secara utuh sebagai kelompok masyarakat adat dan hak hak masyarakat hukum adat;
c) bahwa masyarakat hukum adat di Papua telah mengalami penderitaan dari sejarah ketidakadilan sebagai akibat dari, antara lain, pemaksaan pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka dan pengambilalihan hak atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam;
d) bahwa pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat papua, merupakan kebutuhan yang mendesak sehingga mereka dapat menikmati hak-hak mereka yang melekat dan bersumber pada sistem politik, ekonomi, struktur sosial dan budaya mereka, tradisi-tradisi keagamaan, sejarah-sejarah dan pandangan hidup, hukum adat.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud maka diperlukan penyusunan satu Rancangan Peraturan Daerah Propinsi Papua tentang Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Papua.
Penulis Adalah Anggota DPR Papua Dapeng Meepago