Beranda Polhukam Pilih Karena Kenal: Catatan Penting Menyambut PILKADA Serentak

Pilih Karena Kenal: Catatan Penting Menyambut PILKADA Serentak

1204
Felix Degei (Foto:Dok Pribadi)

 

Oleh : Felix Degei*

Tak Kenal maka tak sayang. Dikenal maka disayang adalah ungkapan yang dirasa sangat cocok untuk mengawali tulisan ini. Orang saling memberikan reaksi bahwa ia sayang terhadap sesama, tentu dengan berbagai cara. Salah satu cara yang lazim adalah dengan praktek memilih dan dipilih. Tentunya, aktivitas ini adalah hak asasi dari setiap orang, tanpa dipaksakan ataupun karena keterpaksaan.

Dalam konteks menjelang Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak, baik gubernur maupun bupati pada 27 Juni 2018, tentu aktivitas mengenal dan memilih menjadi hal yang harus diputuskan oleh setiap pemilih terhadap setiap Pasangan Calon (Paslon) untuk masa kepemimpinan 2018-2022. Sederetan calon yang pemilih harus kenal dan pilih adalah baik yang mencalonkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur (Cagub dan Cawagub) dan bupati dan wakil bupati (Cabup dan Cawabub).
Sudah sekitar tiga bulan lamanya, secara resmi para Paslon telah memperkenalkan diri dengan visi dan misi yang hendak mereka wujudkan jika terpilih sebagai kepala daerah selama lima tahun kedepan. Proses perkenalan mereka terhadap publik telah dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya dengan cara memasangkan baliho, spanduk, pamflet dan berbagai atribut kampanye lainnya. Baik itu melalui media massa maupun perpanjangan langsung di sepanjang pinggiran jalan raya.

Tentu dengan melihat dan membaca sepintas, orang bisa berkesimpulan bahwa mereka adalah para Paslon yang pantas dan layak menduduki sebagai pimpinan kepada daerah selama lima tahun. Alasannya tentu karena dengan membaca dan memahami setiap kata indah, bermakna yang dimuat pada aksesoris kampanye mereka. Kata-kata yang dimuat adalah menyangkut pangakuan terhadap diri pribadinya sendiri. Padahal, idealnya penilaian itu biasanya datang dari orang lain atas semua yang telah lakukan oleh seseorang.
Berikut ini adalah beberapa contoh pengakuan diri yang lazim tersurat pada setiap atribut kampanye mereka. Misalnya, Ada yang mengaku dirinya peduli dan pro-rakyat. Ada yang mengaku dirinya pejuang keadilan. Ada yang mengaku dirinya beriman. Ada yang mengaku dirinya anti-Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Ada yang mengaku dirinya amanah. Ada yang mengaku dirinya pintar. Ada yang mengaku dirinya tegas. Dan, berbagai pengakuan yang dilakukan oleh para Paslon. Tentu itu semuanya hanya bertujuan untuk mencari simpatisan dari warga.      

Selain pangakuan diri, di sana juga terlihat berbagai janji yang katanya mereka akan realisasikan jika kelak terpilih jadi kepala daerah selama lima tahun kedepan. Serentetan janji mereka itulah yang selanjutnya dipahami sebagai visi dan misi yang hendak mereka wujudkan.
Oleh karena janji adalah utang, maka sebaiknya ada yang mencatatnya untuk menjadikan bahan protes saat setelah mereka terpilih. Tetapi hal demikian dipahami sebagai lagu lama yang hanya diputar kembali untuk mencari dukungan belaka.


Adapun beberapa contoh dari janji-janji yang lazim terlihat adalah seperti, ada yang berjanji akan memperhatikan dan memperjuangkan nasib rakyat. Ada yang berjanji akan memberantas Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Ada yang berjanji akan memperjuangkan aspirasi rakyat kecil. Ada yang berjanji akan membangun bangsa dan negara tanpa ada diskriminasi. Dan, banyak masih banyak lagi janji yang sesungguhnya menggugah hati warga supaya memilihnya.
Kendati terlihat pengakuan diri mereka yang baik dengan janji-janji yang gemilang, namun masyarakat hendaknya bijak dalam pemilihan nanti. Kebijaksanaan dari warga harus ditunjukkan setelah merenungkan kembali pengalaman hidup. Sebagian besar dari Paslon adalah para pemimpin dimasa sebelumnya (incumbent). Sebagian lagi pernah menjabat dengan berbagai jabatan lain. Sehingga kinerja mereka selama itulah harus dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan pilihan.
Ingat pengalaman adalah guru yang baik bagi setiap orang. Sehingga, tentu setiap kita memiliki pengalaman yang berbeda-beda dengan figur para calon kepala daerah yang saat ini sedang mencari sensasi. Jangan terbuai dengan euphoria Piala Dunia dan Goyang Patola untuk di Daerah Papua. Karena pilihanmu akan sangat berdampak pada roda pembanguan daerah selama lima tahun mendatang.

Ada dua pertanyaan yang harus direnungkan kembali sebelum setiap pemilih masuk di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pertama: Apakah memang benar para Paslon ini, selama hidup mereka itu sesuai dengan pengakuan diri mereka pada setiap aksesoris kampanye mereka atau tidak? Kedua: Apakah janji-janji mereka yang nan-gemilang itu memang benar dan terlihat dalam keseharian hidup mereka sejauh ini atau belum?
Kedua pertanyaan refleksi singkat di atas adalah hal yang sangat penting untuk menentukan nasib hidup Anda dan saya selama lima tahun kedepan. Ingat proses pemilihan kita di balik meja TPS hanyalah kurang lebih selama 1 menit. Tetapi jika kita salah memilih, maka hal penyesalan yang akan menaungi kita selama lima tahun kedepan.
Untuk mengakhiri tulisan singkat ini, penulis hanya mau menekankan bahwa pekerjaan mengenal adalah hal yang paling penting. Proses pengenalan tersebut harus secara holistik dan menyeluruh.

Dalam hal Pilkada, maka setiap warga harus mampu mengenal setiap figur yang hendak dijagokan dan memilih baik secara fisik maupun secara psikis serta dalam sikap dan tingkah lakunya sehari-hari.
Hal ini dirasa sangat krusial karena pemilihan yang hendak kita lakukan pada Rabu 27 Juni 2018 mendatang adalah satu-satunya cara demokratis untuk menentukan siapa pemimpin kepala daerah kita selama lima tahun mendatang. Pilihan ada pada rakyat yang memilih.


Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Asli Tanah Papua yang sedang Kuliah pada Jurusan Master of Education di The University of Adelaide Australia Selatan.