
JAYAPURA – Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights (POHR), Thomas Ch. Syufi, mengecam keras penolakan empat rumah sakit di Jayapura, Papua, terhadap Ibu Irene Sokoy (32) yang meninggal pada 17 November 2025 bersama bayinya.
Kepada media dalam siaran pers, Thomas menyebut penolakan tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan dapat dikenakan sanksi pidana dan perdata.
“Kami tidak bisa mentolerir tragedi ini. Rumah sakit telah gagal menjalankan tugasnya untuk melindungi nyawa manusia,” kata Thomas (24/11/2025) kutip media ini.
Ia menekankan bahwa keselamatan pasien adalah hukum tertinggi dan harus diutamakan dalam setiap aspek pelayanan kesehatan.
Thomas juga mengkritik manajemen rumah sakit yang buruk dan kurangnya empati para petugas kesehatan. Kematian Ibu Irene Sokoy dan bayinya bukan kasus pertama di Papua, karena tahun 2024 lalu, Ais Utasad (4 tahun) juga meninggal setelah ditolak oleh beberapa rumah sakit karena kekurangan biaya.
POHR mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap rumah sakit yang melanggar hak asasi manusia dan memberikan sanksi pidana dan perdata kepada mereka yang bertanggung jawab.
“Kami berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Papua,” kata Thomas.






















