Beranda News POHR Papua minta Dialog Papua – Jakarta Dimediasi Pihak Netral

POHR Papua minta Dialog Papua – Jakarta Dimediasi Pihak Netral

871
0
Thomas CH Syufi Koordinator Papuan Observatory for Human Rights (POHR) Papua . (Foto:Dok.PapuaLives)

Jayapura,Mencermati ikhtiar Pansus DPD RI untuk Papua yang ingin mempertemukan Benny Wenda dan Presiden Joko Widodo alias Jokowi adalah sesuatu langkah yang baik.

” Hanya saja, persoalannya bukan konflik antara pribadi Benny Wenda dan Jokowi tetapi ini sebuah konflik ideologi antara pemerintah Indonesia dan rakyat Bangsa Papua.”hal itu diungkapkan Thomas CH Syufi Koordinator Papuan Observatory for Human Rights (POHR) Papua .

Thomas menjelaskan Hingga proses diagnosis dan penangannya pun harus yang serius dan bisa membawa dampak yang signifikan bagi kedua pihak, terutama bagi rakyat Papua sebagai korban kekerasan negara Indonesia selama 58 tahun( 1963- 2019) Papua menjadi bagian dari RI. Maka, ULWMP sebagai wadah representasi seluruh komponen perjuangan Papua merdeka sangat tepat untuk berdialog dengan Pemerintah Indonesia–namun harus dimediasi oleh pihak yang netral seperti PBB atau negara yang disepakati kedua belah pihak, seperti Perjanjian antara GAM dan Pemerintah Indonesia di Helsinki, Finlandi tahun 2005.

Keliru dan kurang objektif kalau dialog antara korban dan pelaku kejahatan kemanusiaan lalu pelakunya yang memediasi. ” DPD kan jelas, dewan perwakilan daerah Republik Indonesia. Ini kan lembaga tinggi negara dari pelaku kejahatan HAM di Tanah Papua, bagaimana mau menjadi mediator”. Boleh saja DPD jadi komunikator dan melakukan lobi- lobi dengan para pihak yang berkonflik. Tapi proses dialog harus sesuai mekanime yang lazim digunakan oleh masyarakat global.

” Harus dimediasi sebuah lembaga netral atau imparsial yang tak memiliki hubungan dan kepentingan dengan para pihak yang benonflik. Jadi, kita jangan lokisir atau simplifikasikan konflik Papua. Itu konflik internasional yang perlu pelibatan pihak internasional juga dalam penyelesaiannya. Saya yakin sekali, bila proses ini terjadi dan dialog itu menghasilkan sebuah konsensus bersama, apakah kebenaran ada di pihak rakyat Papua atau di pihak pemerintah Indonesia tidak ada lagi debat dan argumentasi. Jadi kebenaran hanya bisa ditemukan di ruang dialektika.” Katanya kepada media papualives.com Kamis (28/11/2019) dari Manokwari.

Lanjutnya, Demokrasi yang benar adalah buka ruang dialog bukan angkat senjata atau bunuh- membunuh yang dapat merendahkan kekayaan terluhur manusia yakni kehidupan. Jadi secara pribadi, mendukung upaya dialog namun harus dialog segitiga, yakni antara pemerintah Indonesia- ULMWP dan dimediasi oleh pihak ketiga. Konflik Papua tidak bisa diselesaikan secara parsial dan kontekstual tapi harus koprehensif dan holitik.

” Pokoknya ada empat akar konflik Papua yang ditemukan LIPI itu menjadi basis problem yang didialigkan; mulai dari sejarah politik integrasi Papua ke Indonesia, dugaan pelanggaran HAM, dan ketidakadilan pembangunan, dan ekonomi”. Karena itu, Pansus DPD RI melobi ke Presiden Jokowi sekaligus meyakinkan bahwa dialog bukan sebuah proses menuju Papua merdeka. Tapi dialog sebagai a way untuk menemukan jalan damai bagi Papua.”jelas Syufi kepada media ini.

Syufi yang juga Aktivis HAM Papua ini meminta Jakarta jangan alergi dan fobia dengan dialog dengan pihak ULMWP. Beda pendapat itu wajar namun– itu bagian dari dinamika.

” Jangan karena saling curiga dan distrust membuat jalan dialog menjadi buntut. Hingga risikonya kekerasaan dan korban akan terus berjatuhan di Tanah Papua karena masih ada resistensi dan salah paham. Konflik makin berkepanjangan dan dapat mengiterupsi cita- cita pembangunan yang digenjot pemerintahan Indonesia di Bumi Cenderawasih.” pintanya.

Ia menilai juga bahwa Keinginan DPD itu sangat baik. Dan itu menguatkan keinginan Presiden Jokowi juga yang mau berdialog dengan ULMWP dan KNPB beberapa bulan lalu dan janji dialog juga pernah dilontarkan pada pada kunjungan perdananya dilantik sbg presiden RI periode pertama pada Desember tahun 2014.”Ungkap Syufi mantan Ketua Lembaga Pusat Kajian Isu Strategis( LPKIS) Pengurus Pusat PMKRI Sanctus Thomas Aquinas.

Ia menambahkan pula posisi ULMWP dan pemerintah Indonesia adalah pararel. Tidak ada yang berada tersubordinasi– maka dialog pun harus dimediasi negara atau lembaga resmi, netral, dan kredibel seperti PBB.