Beranda Advertorial Poin krusial tapal batas Kapiraya dibahas dalam Rakor MRP Papua Tengah

Poin krusial tapal batas Kapiraya dibahas dalam Rakor MRP Papua Tengah

443
Ketua Pokja Adat MRP Papua Tengah, Yulius Wandagau (tengah) saat pembukaan Rakor menyamakan presepsi kelembagaan adat (Foto: Frans/PapuaLives)

NABIRE – Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Tengah telah menggelar Rapat koordinasi (Rakor) untuk menyamakan persepsi adat bertujuan mendengarkan aspirasi dari berbagai lembaga masyarakat adat yang berasal dari delapan kabupaten di Provinsi Papua Tengah. Dimulai 10 – 11 Oktober 2024.Bertempat di RM.El Price kota Nabire.

Rakor itu membahas beberapa poin krusial terkait masalah yang dihadapi wilayah Papua Tengah. Salah satu isu utama yang disorot adalah tapal batas antar wilayah adat di beberapa kabupaten serta masalah penambangan ilegal yang mengancam sumber daya alam.

Kepada wartawan, Ketua Pokja Adat MRP Papua Tengah, Yulius Wandagau mengatakan Papua Tengah adalah salah satu provinsi terkaya di Indonesia, namun banyak tambang emas ilegal, khususnya di daerah Kapiraya dan Distrik Wakia.

” Kita perlu memfasilitasi masyarakat adat, termasuk suku Kamoro dan Mee, untuk mencari solusi bersama terkait isu ini,”kata Wandagau [09/10/2024] siang.

Ketua Pokja adat ini menegaskan bahwa pengaktifan kelembagaan adat merupakan langkah penting dalam mendorong pemerintah menyelesaikan berbagai persoalan.

” Seperti pengelolaan sumber daya alam dan penyelesaian tapal batas, yang hingga kini menjadi hambatan bagi masyarakat adat di Papua Tengah.”jelasnya.

Jhon NR Gobai Ketua Poksus DPR Papua (Foto: cepos)

Terkait tapal batas, belum lama ini Ketua Kelompok Kerja Khusus(Poksus) DPR Papua Jhon NR Gobai mengatakan ada dua batas wilayah adat yang harus diselesaikan melalui pemetaan wilayah adat yang dilakukan oleh masing-masing masyarakat adat dan lembaga adat dibantu LSM yang paham pemetaan.

” Pemetaan wilayah adat yang didanai oleh Pemda setempat.Terkait batas pemerintahan harus diselesaikan oleh pemerintah diatasnya baik itu Pemprov Papua tengah maupun Kemendagri. Bila ada data titik koordinat dalam regulasi pembentukan kabupaten Mimika dan Paniai lama, Nabire, Deiyai dan Dogiyai silahkan dibuka.”kata Gobai kepada media ini.

Lebih lanjut,  dirinya menjelaskan sepanjang pantai selatan Mimika dari atas Kokonao sampai ke Kaimana, ini daerah berbatasan antara orang Mimika Wee dan Suku Mee dari Deiyai dan Dogiyai.

” Selama ini hubungan sosial sudah ada sejak jaman dulu sebelum gereja katolik datang ke Mimika. Sehingga kami mengajak semua pihak harus saling menghormati dan menghargai batas-batas, baik itu batas pemerintahan dan batas adat. Terkait Kapiraya pemerintah Papua tengah dan Kemendagri harus segera turun tangan.”harapnya.