Bintuni,Proyeksi pendapatan daerah kabupaten Teluk Bintuni tahun 2018 menurun bila dibanding tahun 2017. Ini disebabkan beberapa hal seperti pendapatan transfer yang bersumber dana bagi hasil (DBH) migas di tahun 2017 meningkat cukup signifikan karena kabupaten Teluk Bintuni mendapat setoran kurang salur yang bersumber dari minyak dan gas bumi yang belum dibayarkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2015 dan 2016 yang disalurkan atau dibayarkan pada tahun 2017.
“Kurang salur itu terjadi karena perhitungan lifting dan harga minyak bumi dan gas alam pada akhir tahun 2015 dan 2016 melampaui perkiraan pada tahun dimaksud yang tidak dibayarkan atau ditransfer oleh pusat pada tahun 2015 dan 2016 tetapi baru dibayarkan pada tahun 2017 sehingga disebut DBH Migas kurang salur pada tahun 2017.
Kondisinya berbeda dengan tahun 2018, pemerintah pusat melalui Kementrian ESDM dan Kementrian Keuangan baru akan menghitung pada akhir tahun 2017. Sehingga daerah penghasil migas belum mendapat informasi apakah ada dana kurang salur dari DBH migas di tahun 2017 yang akan diperoleh oleh daerah penghasil termasuk kabupaten Teluk Bintuni.
Inilah salah satu penyebab kenapa pendapatan daerah yang bersumber dari DBH pajak dan bukan pajak termasuk didalamnya migas mengalami penurunan yang cukup drastis dari target kurang lebih Rp. 850 milyar pada tahun 2017 menurun menjadi kurang lebih Rp. 350 milyar pada tahun 2018,” ungkap Bupati Teluk Bintuni ketika menyampaikan jawaban Bupati Teluk Bintuni atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD kabupaten Teluk Bintuni terhadap rancangan peraturan daerah (Rapaerda) tentang Anggaran Pendapatan Belanja pada tahun 2018 beserta Nota Keungannya pada Rapat Paripurna DPRD Teluk Bintuni yang dibacakan Wakil Bupati Teluk Bintuni Matret Kokop, SH, Selasa (19/12/2017).
Dikatakan bahwa pendapatan daerah yang bersumber dari dana transfer lainnya diantaranya dana alokasi umum (DAU) tidak mengalami kenaikan, dana alokasi khusus (DAK) mengalami penurunan drastis dari sekitar Rp. 270 milyar di tahun 2017 menjadi Rp. 116 milyar di tahun 2018, dana desa (DD) meningkat sekitar 2 milyar dari Rp. 93 milyar menjadi Rp. 95 milyar , dana DID meningkat dari Rp. 5 milyar di tahun 2017 menjadi Rp. 43 milyar di tahun 2018.
“Inilah gambaran mengapa proyeksi pendapatan daerah di tahun 2018 mengalami penurunan yang cukup tajam. Dan yang lebih penting untuk diketahui bahwa hampir semua daerah khususnya kabupaten/kota di Papua Barat mengalami koreksi penurunan pendapatan daerah.
Bahkan informasi yang kami peroleh kota Kutai Kartanegara Kalimantan Timur mengalami penurunan pendapatan yang cukup tajam dari kisaran Rp. 7 trilyun atau tertinggi diantara beberapa daerah penghasil di Indonesia menurun pada kisaran Rp. 2,9 trilyun.
Oleh karena itulah pemerintah daerah berharap pembentukan perusahaan umum daerah (Perusda) dapat menjadi lokomotif baru yang dapat menopang peningkatan pendapatan asli daerah yang diatur dalam Raperda BUMD dan penyertaan modal agar dapat disahkan bersamaan dengan penetapan Raperda APBD 2018 agar perusahaan umum daerah dapat memainkan peran pada investasi pengembangan Train 3 LNG Tangguh dan investasi lainnya di Blok Kasuri Genting Oil sehingga dapat menyumbangkan pendapatan pada daerah.Dan saya juga telah memerintahkan kepada Bappeda di bidang penelitian dan pengembangan untuk melakukan kajian penggalian potensi pendapatan daerah dan sektor-sektor yang dapat di dorong dan dikelola dalam rangka peningkatan pendapatan daerah,” tukas Matret Kokop.
Daniel MD