Beranda News “PT.Freeport” Nota Kesepahaman Atau Permufakatan Jahat ?

“PT.Freeport” Nota Kesepahaman Atau Permufakatan Jahat ?

1654
The Grasberg Mine PT Freeport Indonesia (PTFI) Foto:IST

Oleh : Hyero Ladoangin

Nota Kesepahaman antara Manajemen PT. Freeport Indonesia dengan Pihak yang “memaksakan” diri mewakili 3200-an Karyawan PTFI Moker dalam hal ini PP SPSI & PUK SPSI PT. Freeport Indonesia (Lukas Saleo cs) tanggal 21 Desember 2017 jelas-jelas tidak melihat apa alasan yang mendasari aksi mogok kerja, sehingga mengabaikan bahkan bertentangan dengan hak-hak mokers.
Ada beberapa poin yang saya catat dari tercapainya Nota Kesepahaman tersebut:

Pertama, Dalam Draft Nota Kesepahaman yang ramai beredar terutama di media sosial belakangan ini, PP SPSI & PUK memakai kacamata yang sama dengan Manajemen PT. Freeport Indonesia yaitu bahwa mogok kerja yang dilakukan sejak April 2017 adalah tidak sah dan para mokers dianggap mengundurkan diri. Sedangkan karyawan moker tidak pernah mengundurkan diri. Yang benar adalah adanya Aksi Spontanitas sampai tanggal 1 Mei 2017(terhitung mogok kerja).

Kedua, PP SPSI dan PUK SPSI PTFI mengabaikan fakta bahwa Mogok Kerja diawali keresahan karyawan akibat adanya kebijakan Manajemen PT. Freeport Indonesia menyikapi diterapkannya UU Minerba oleh Pemerintah Indonesia yaitu Furlough, tanpa melibatkan melibatkan Serikat Pekerja yang adalah mitra diskusi Manajemen untuk setiap kebijakan yang berimplikasi langsung dengan karyawan. Poin2 yang dihasilkan menunjuk pengabaian ini dengan jelas.

Ketiga, Karyawan moker sama sekali tidak merasa ter-advokasi!! Seharusnya jika ada itikad baik dari PP untuk meng-advokasi, paling tidak karyawan moker diajak bicara terlebih dahulu jika PP merasa kurang jelas kronologi mogok kerja (Saya yakin PP sudah tahu! Tapi macam tidak tahu??), bukannya bersama sama dengan PUK (Saleo cs) yang keabsahannya masih belum jelas karena dalam proses pengadilan (digugat oleh PC) meskipun konon sudah tercatat di Disnaker Kab. Mimika. Perlu dicatat juga bahwa para Komisaris sebagai representasi anggota serikat pun tidak pernah diajak diskusi. Isi Nota Kesepahaman sama sekali tidak menggambarkan apa keinginan karyawan moker.

Keempat, ini yang paling aneh: bagaimana mungkin PP dan juga PUK yang sedang digugat kok malah bersedia meng-advokasi para penggugatnya??? Atau jangan-jangan yang sedang dibela oleh PP & PUK adalah karyawan yang tidak ikut mogok kerja!! Jika benar demikian maka, PP & PUK sedang memainkan strategi “Belah Bambu”, mengangkat belahan yang satu dengan cara menginjak belahan yang satu lagi; padahal awalnya dari bambu yang sama, satu. Dalam keadaan NORMAL, karyawan moker akan memaklumi bahwa PP & PUK memang wajib meng-advokasi anggotanya. Tapi situasi saat ini sangat jauh dari normal dan bahkan untuk berbicara mengatas-namakan karyawan moker pun perlu mandat dari yang diatas-namakan. Dan untuk ini, karyawan moker sama sekali belum pernah memberikan kuasa kepada PP apalagi PUK(Saleo cs) untuk menjadi wakil dalam forum apapun!

Kelima, Setelah dirilisnya Nota Kesepahaman tersebut, tercium upaya penghilangan bukti2 pelanggaran oleh oknum2 tertentu semakin masif. Ketika sadar sudah melakukan pelanggaran, intimidasi terselubung pun dilakukan dengan sumber daya utamanya, UANG! Untuk yang ini, harapan terbesar tentu para moker jangan tergoda dan mari kita lawan sampai GARIS FINISH versi kita dan bukan versi para penghamba Kapitalis.

Dengan mencermati poin2 di atas, masih pantaskah kita sebut sebagai Nota Kesepahaman?? Bagi saya ini lebih layak disebut PERMUFAKATAN JAHAT!! Luar biasanya lagi, PP dan PUK yang sama sedang bersiap2 melakukan advokasi untuk karyawan kontraktor dan privatisasi yang moker. Luar biasa karena sepertinya mereka buta dan tuli dengan arus penolakan yang begitu kuat dari pihak yang hendak dibela. Untuk itu, Mari kita terus lawan!! Yang membuat musuh kita gentar adalah ketika KITA SOLID.
Semoga Tuhan selalu merestui perjuangan kita.

Salam,