Beranda Daerah Sejarah Islam Suku Dani Lembah Baliem Papua

Sejarah Islam Suku Dani Lembah Baliem Papua

4665
0
Wamena Baliem (Foto:Ist)
Penduduk Asli Wamena Baliem (Foto:Ist)

UMUM

Berbagai laporan para ahli, Agama Islam lebih awal masuk dan dianut penduduk pribumiPapua. Van der Leeder (1980, 22), Islam masuk di kepulauan Raja Ampat pengaruh dari kesultanan Tidore tidak lama sesudah agama tersebut masuk di Maluku pada abad ke 13 silam. Dr. J. R. Mansoben (1997), ‘Agama besar pertama yang masuk ke Irian Jaya (Papua) adalah Islam. Agama Islam masuk di Irian Jaya (Papua) pertama didaerah Kepulauan Raja Ampat dan Fak-Fak berasal dari Kepulauan Maluku dan disebarkan melalui hubungan perdagangan yangterjadi diantara kedua daerah tersebut’. [1]. Tidak mengherankan bila,‘kedatangan Missionaris Kristen pertama justeru diantar oleh Muballiqh Islamdari Kerajaan Tidore pada tanggal 5 Pebruari 1855 disebuah Pulau Kecil Mansinamdiperaiaran Manokwari. Dua Missionaris dari Jerman itu adalah C. W. Ottow danG. J. Geissler’.[2].

Wilayah Selatan Barat Papua penduduk Pribumi dijumpai menganut Agama Islam sejak lama. Daerah itu meliputi wilayah : Kaimana, Fak-Fak, Bintuni, Kokoda (Sorong Selatan) dan Kepulauan Raja Ampat. Kini banyak urban beragama Islam dari luar Papua, diakui, Dr. Benny Giay, ‘pengaruh Islam secara luas diseluruh pelosok daerah Propinsi Irian Jaya dan dengan semua kelompok suku di daerah ini dalam hidup sehari-hari dalam semua bidang kehidupan, baru mulai dirasakan setelah Irian Jaya berintegrasi menjadi bagian dari Republik Indonesia awal tahun1960-an’.[3]. Pemeluk Islam Pribumi terbatas tanpa usaha serius penyebaran ke pendudukPribumi. Kecuali sedikit muallaf Suku Dani, di Baliem Selatan, dibina olehYapis (Yayasan Pendidikan Islam) demikian dilaporkan oleh JR. Mansoben, seorang antropolog Papua.

KHUSUS

1. Muslim Suku Dani Wamena

Interaksi Agama Islam dikalangan Suku Dani, Lembah Baliem, Wamena, terjadi pasca integrasi dengan Indonesia pada dekade 1960-an akhir. Mula-mula melalui guru-guru dan transmigran yang didatangkan dari Jawa didaerah Sinata (kini Megapura, Distrik Asso-Lokobal). Perkenalan Islam lebih intensif melalui interaksi perdagangan dengan pendatang dari Bugis-Makasar. Guru-Guru dari Jawa yang dikirim Pemerintah Pusat Indonesia pasca PEPERA di SD Impres Megapura adalah perkenalan paling pertama Suku Dani Balim Lembah dengan agama Islam. Dari sinilah jejak awal Islam di Wamena yang kemudian menyisakan pengaruh bagi Suku Dani, terutama para siswa SD Impres Megapura. Melalui guru-guru inilah Suku Dani mengenal agama lain diluar Agama Missi Katholik dan Kingmi (Protestan). Program Transmigrasi di Wamena dianggap tidak cocok lalu dipindahkan ke daerah Suku Mee, Paniai dalam tahun 1970-an. Kecuali itu, Suku Dani juga mengenal Islam melalui petugas pemerintah sipil dan militer di Kota Wamena. Kolonel Thahir (TNI), Abu Yamin (seorang Polisi asal Madura), Hasan Panjaitan (Sekda) dan Paiyen (Pegawai Departeme Agama) mendorong proses da’wah Suku Dani Baliem Selatan dari Moiety : Asso-Lokowal Asso-Wetipo, Lani-Wetapo,Wuka-wetapo, Wuka-Hubi, Lagowan-Matuan dan Walesi memeluk Agama Islam.

Beberapa sumber saksi hidup menuturkan; Esogalib Lokowal dari Assolokowal, Harun Asso (dari Hitigima/Wesapot), Yasa Asso (dari Hepuba/Wiaima), Horopalek Lokowal, Musa Asso (dari Megapura/Sinata), Donatus Lani (dari Lanitapo) orang pertama masuk Islam.[4]. Daerah Lembah Baliem Selatan: Megapura, Hitigima, Hepuba, Woma, Pugima danWalesi (kini di Walesi clan Asso-Yelipele seluruh warganya 100% beragama Islam) merupakan daerah pertama yang berinteraksi dengan orang Islam dari berbagai daerah Indonesia.

Muhammad Ali Wetipo dari Hetigima, pernah bercerita pada penulis bahwa dia masuk Islam melalui orang pendatang di Kota Wamena. Dia pernah tinggal di Asrama Panti Asuhan Muhammadiyyah Abepura Jayapura sekitar tahun 1975 di Kota Abepura Jayapura. Dalam tahun 1978 akhir Panti Asuhan Muhammadiyyah Abepura Jayapura banyak menampung anak-anak Suku Dani Lembah Baliem Wamena, Genyem, Sarmi Jayapura.[5]. Ilham Walelo dan Abdul Mu’in Itlay dari Suku Dani Lembah Baliem Wamena tinggal di Asrama Panti Asuhan Muhammadiyah, tamat sekolah SMA tahun 1979, kemudian melanjutkan studynya di IAIN Jakarta (kiniUIN).[6]

2. Muslim Walesi

Berbeda dari daerah lain Lembah Balim. Daerah Walesi (6 km dari Selatan Kota Wamena) pada tahun 1975-1977, Merasugun, Firdaus dan Muhammad Ali Asso, adalah generasi pertama pemeluk Islam. Mereka berhasil mengembangkan Islam menjadi besar. Walesi kini menjadi pusat Islam (Islamic Centre) di Lembah Balim Wamena Papua khususnya dan mungkin seluruh Papua. Merasugun dan tokoh-tokoh Tua lainnya dari kalangan generasi muda Walesi adalah pemeluk Islam pertama yang bersemangat mengorganisasi diri serta sukses mengembangkan agama Islam dikalangan keluarga di Walesi dan sekitarnya.

Merasugun, Firdaus dan Ali Asso mengorganir da’wah islam, sehingga diikuti oleh semua masyarakat dari klen: Asso-Yelipele di Walesi. Orang pertama lain yang memeluk agama Islam dari Walesi tersebut nama; Nyasuok Asso, Walekmeke Asso, Nyapalogo Kuan, Wurusugi Lani, Hetoke Lani, Aropeimake Yaleget, dan Udin Asso banyak lainnya secara serentak. Keislaman mereka dikemudian hari memiliki pengaruh besar eksistensi Islam Walesi dan Muslim Jayawi Jaya Papua dikemudian hari hingga kini. Kepala Suku Besar, Aipon Asso (naik Haji tahun 1979) dan Tauluk Asso awalnya menolak islam, karena ajarannya mengharamkan babi (satu-satunya hewan ternak di Lembah Balim paling utama). Mereka baru masuk Islam dalam tahun 1978 dan mendapat dukungan seorang militer berpangkat Kolonel bernama Muhammad Thohir.[7]

Islamic Centre dibentuk sebagai organisasi khusus dan vokus untuk memperhatikan kaum muslim pribumi didirikan pada tahun1978. Letnan Kolonel Dokte Muhammad Mulya Tarmidzi dari Angkatan Laut 10, Hamadi Jayapura, pencetus dan pelopor utama berdirinya Islamic Centre. Pada mulanya dia datang ke Wamena dalam kesempatan undangan ceramah setelah berjumpa dengan penduduk asli beragama Islam asal Walesi, tergerak hatinya dan mendirikan organisasi da’wah Islam pertama, Islamic Centre di Kota Wamena kabupaten Jayawi Jaya, diketuai Hasan Panjaitan, (Sekda Jayawi Jaya kala itu). Islamic Centre dibawah kendali Hasan Panjaitan banyak membantu proses da’wah selanjutnya. Islam di Walesi berkembang pesat dan dikunjungi berbagai kalangan pejabat pemerintah yang beragama Islam dari Kota Wamena dan Propinsi Irian Jaya (kini Papua).[8]

3. Kepeloporan Merasun Asso

Merasun Asso (berikutnya hanya ditulis Merasugun) adalah orang Walesi pertama dan yang paling bersemangat mengajak keluarganya mengikuti jejaknya. Merasugun Tua adalah orang pertama pemeluk agama Islam dari Walesi. Merasugun (harusnya Merawesugun), dikenal hingga sejauh ini orang yang paling besar jasa dan perjuangannya memperkenalkan Islam dikalangan masyarakat Walesi hingga besar. Kemudian selain Merasugun yang tidak kalah peran dan jasanya, dalam mengembangkan agama Islam di Walesia tersebut nama Kalegenye Yaleget yang hingga akhir hayatnya belum pernah syahadat atau ikut sholat atau melepas koteka. Namun peran dan perjuangan Kalegenye tidak jauh berbeda dengan Merasugun. Peran orang tua satu ini cukup besar selama mendampingi Merasugun atau mewakilinya. Mereka berjuang sejak dini agama Islam dalam keadaan banyak ditentang orang agar tidak berkembang. Merasugun dibelakangnya ada dukungan sejumlah Kepala Suku Adat. Hal itu kunci kesuksesan sekaligus membuat orang tidak berani menentang Merasugun. Kalegenye dan Merasugun yang masih saudara sepupu adalah tokoh tua pejuang da’wah islam pertama dan paling utama di Walesi.

Merasugun dan Kalegenye Yaleget yang tidak bisa bahasa Indonesia selalu didampingi oleh seorang pemuda bernama Firdaus Asso. Setiap penyampaian isi hati mereka dalam mencari dukungan da’wah Islam pada orang pendatang muslim, diterjemahkan oleh Firdaus, seorang pemuda amanah, cerdas diantara teman-teman sebaya. Firdaus sangat menunjang Merasugun, dalam memperjuangkan Agama Islam di Walesi.

Selain mendampingi Merasugun dan Kalegenye Yaleget, Firdaus diikuti sejumlah pemuda sebaya mencari dukungan pada para pejabat beragama Islam di Kota Wamena. Usaha demikian ini memperluas dukungan pengembangan Islam di Walesi semakin pesat. Firdaus dikenal sosok pemuda pejuang Islam yang populer dikalangan pejabat muslim Irian Jaya kala itu. Firdaus, sebagai tokoh muda Muslim Papua didukung para pedagang (pengusaha) dan para Haji kaya Bugis, Makasar dan Buton membantu mendorong secara financial pengembangan Islam Walesi. Firdaus Asso pemuda fenomenal, dikenal dan popular dikalangan pejabat muslim pendatang, Dia dihormati dan dicintai kawan-kawan sebaya sebagai tokoh penggerak dan perintis da’wah islamiyyah dikalangan pribumi Papua.

Selain Firdaus ada Muhammad Ali Asso. Namun Firdaus tokoh muda pejuang Islam amanah dikenal akrab oleh para pejabat kala itu. Firdaus juga disegani dan dihormati oleh rekan-rekan sebaya karena keberanian, kejujuran (amanah), dan kepeloporannya dalam pengembangan da’wah Islam pertama di Walesi.

4. Kisah Islam Merasugun

Kisah ke-Islaman Merasugun, sebagaimana diceriterakan Muhammad Ali Asso (generasi pemeluk Islam pertama kala masih hidup pada penulis), melalui hubungan perdagangan. Merasugun suatu pagi dalam tahun 1975, berangkat dari Walesi (sekitar 6 km dari kota Wamena), bawa kayu bakar untuk dijual pada orang-orang pendatang di kota Wamena. Tapi dagangannya tidak laku dibeli hingga hari sudah menjelang sore. Sementara jarak Walesi-Kota Wamena begitu jauh untuk pulang hingga larut malam.

Merasugun berinisiatif menukar dagangannya dengan nasi pada seseorang. Untuk itu Merasugun datangi semua penghuni rumah dari pintu kepintu yang umumnya duhuni pendatang dari luar Papua. Akhirnya pembeli yang akan menukar dagangan (barter) Merasugun dengan nasi itu ketemu juga. Pertemuan Merasugun dan pembeli kayu itu kelak nanti orang yang pertama meng-Islam-kan Merasugun. Karena itu segera setelah pulang ke kampungnya, Merasugun cari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan nasi pada orang yang sama.

Merasugun mengajak dua anak muda yaitu Firdaus Asso dan Ali Asso.[9]. Selanjutnya rombongan Merasugun, bawa kayu bakar untuk barter dengan nasi pada pendatang asal Madura itu, yang sebelumnya sudah berkenalan dengan Merasugun. Dari pertemuan pertama mereka sudah saling kenal, maka mereka tiba kerumah pembeli kayu yang beragama Islam itu ingin shalat dulu. Tapi diintip Merasugun dengan perasaan aneh dan asing. Merasugun memperhatikan apa yang dilakukan kenalannya rasa penasaran. Pembeli kayu itu melakukan gerakan yang asing bagi Merasugun yaitu sholat dan berdo’a khusyu’. Merasugun akhirnya menyadari, bahwa gerakan itu adalah gerakan “Misa Islam”. Kemudian, Merasugun, kepada dua anak muda yang mendapinginya komentar: “O..oh.yire esilam meke”!, artinya “Oh,ini orang Islam”!

Memang sebelumnya Merasugun pernah dengar kabar bahwa Agama Islam adalah agama yang tidak boleh makan daging babi. Bahkan sering ada issu bahwa kehadiran orang- orang pendatang beragama Islam menyebabkan babi musnah, (Babi haram dalam Islam).[10]. Walaupun begitu, Merasugun menyuruh FirdausAsso dan Ali Asso masuk agama islam, dan belajar melakukan “misa Islam”[11], (maksudnya sholat). Karena menurutnya orang Muslim Madura itu baik, tidak seperti diisukan orang-orang dikampungnya. Lalu katanya; “Kalian boleh masuk Agama Islam karena orang ini baik”! Keinginan dan usulan Merasugun disetujui dua anak yang masih keponakannya itu.[12].

Kemudian usulan keinginan diterjemahkan Firdaus dan disampaikan kepada kenalan baru itu. Mereka bertekad mau masuk Agama Islam. Tapi orang Madura itu keberatan karena alasannya takut ada tuduhan Islamisasi. Kekhawatiran itu disanggah oleh Merasugun bahwa dirinya tidak menganut agama apapun dan itua dalah keinginan hatinya dan dua anak keponakannya. Dialog tersebut diterjemahkan oleh Firdaus Asso, yang sudah lancar berbahasa Indonesia.

Sejenak Orang Madura belum dikenal namanya hingga kini itu berfikir, lalu menatap wajah ketiga orang yang masih lugu dan masih mengenakan koteka itu. Lalu katanya; “Boleh, tapi kamu harus menutup Aurat!”, Segera ia kekamar dan membawa baju dan celana langsung memakaikan Merasugun tanpa melepas koteka yang sedang dikenakan (Kisah ini sebagaimana diceriterakan Muhammad Ali Asso pada penulis di Ciputat Jakarta). Selanjutnya Muslim Madura itu sampaikan niat tiga orang SukuDani dari Walesi ini kepada tokoh muslim lain yang ada di sekitar kota Wamena.

Pada minggu berikutnya Merasugun, Ali Asso, dan Firdaus Asso disuruh datang padahari Jum’at. Dan secara resmi disyahadatkan ba’dah jum’at di masjid BaiturrahmanWamena yang disaksikan oleh jama’ah sholat jum’at. Minggu-minggu selanjutnyaMerasugun, Firdaus Asso dan Ali Asso (dua pemuda ini kelak pejuang Islamsetelah sepeninggal Merasugun tahun yang wafat tahun 1978), selalu datang ikutsholat Jum’at, dengan tiap pagi jalan kaki turun-naik gunung sekitar 6 km dariWalesi ke Wamena Kota. Merasugun kira-kira berusia 45 tahun dan dua anak mudayakni Firdaus Asso,dan Muhammad Ali Asso, keduanya kira-kira berusia 15 tahunkala itu, adalah generasi pertama yang mula-mula masuk Islam sertamengembangkan Islam di Walesi.

a. Perjuangan Merasugun Asso

Merasugun tidak lama sesudah masuk Agama Islam meminta agar dibangunkan “Gereja Islam”, (Masjid), dikampungnya Walesi sekaligus Sekolah Islam agar anak-anak dari Walesi bisa sekolah dan belajar Islam. Untuk maksud ini Merasugun mencari lahan tanah tapi karena dia bukan orang Assolipele menjadi kesulitan lahan tanah diperuntukan bangun sekolah dan Gereja Islam (madrasah dan mesjid), karena pemilik Ulayat Tanah melarang Merasugun membawa agama baru yang tidak boleh makan daging babi itu. Lokasi pertama ditunjuk didekat sungai yang sulit terjangkau milik klen Asso, tapi keluarga pemilik Ulayat Tanah terbelah dua, ada yang setuju dan ada yang marah bahkan mengancam keluarga yang menyetujui lokasi Tanah wakaf sebagai tempat pendirian Mesjid dan Madrasah. Selama berbulan-bulan belum terlaksana kemudian tua-tua adat bersepakat memberikan lokasi baru mudah terjangkau dan mudah dikunjungi tamu dari luar.

Usulan ini segera disetujui oleh beberapa orang muslim yang datang di Wamena sebagai Petugas pemerintah sipil maupun militer seperti Pak Paijen dari Dinas Agama,Pak Thohir dari Kodim, dan Abu Yamin dari Polres Jayawijaya. Karena itu, sebelum kalau ingin dibangunkan Masjid dan Madrasah di Walesi, Merasugun harus bantu kerja angkat batu dan mengumpulkan pasir dari Kali Uwe karena Masjid Raya Baiturahman Kota Wamena saat itu sedang dibangun.

Syarat ini disetujui oleh Merasugun, berikutnya Merasugun, Ali dan Firdaus Asso pulang ke Walesi dan undang tenaga kerja kepada Nyasuok Asso, NyapalogoKuan, Aropemake Yaleget, Wurusugi Lani, Udin Asso dan Walekmeke Asso, untukmengeruk galian batu dan pasir di sekitar Kota Wamena, dari Kali Uwe. Keenamorang nama tersebut kelak menjadi pemeluk Agama Islam dari Walesi gelombang kedua.[13]

b. Dokter Mulya Tarmidzi Mengkhitan

Suatu ketika dalam tahun 1978 seorang dokter Kolonel Angkatan Laut 10 dari Hamadi,Jayapura Propinsi Papua, diundang ceramah datang ke Kabupaten Jayawijaya, untuk memberikan ceramah, yang tempatnya di gedung bioskop kota Wamena. Oleh sebab itu Merasugun dan warga lainnya dari Walesi yang muallaf diundang datang mendengarkan ceramah.

Penceramah yang tidak lain adalah Dokter Kolonel H. Muhammad Mulya Tarmidzi itu selesai ceramah sampai larut malam. Panitia menginapkan penceramah itu di Hotel Balim. Pada jam 12 tengah malam Merasugun, Firdaus Asso, Nyapalogo Kuan, Nyasuok Asso dan Ali Asso, Aropemake Yaleget, Udin Asso dan Wurusugi Lani datang mengetuk pintu kamar Dokter Mulya menginap dengan mengucap salam khas muslim yakni; : “Assaiamu’ataikum”! Awalnya muncul perasaan khawatir, karena hari sudah tengah malam tapi karena mendengar ucapan salam khas Islam, Dokter Mulya Tarmidzi, berani membukakan pintu.

Dan ternyata tamu itu orang-orang yang masih mengenakan koteka yang tadi dilihatnya di gedung Bioskop saat dia memberikan ceramah. Awalnya dia menduga mereka bukan muslim, karena Merasugun dan rombangan lainnya masih mengenakan Holim/Koteka, (kecuali Firdaus Asso sudah mengenakan celana pendek). Dan dia menganggap bahwa mereka mungkin pas lagi lewat atau memang sekedar mencari sisa makanan dalam acara ceramah itu. Sebelum dipersilahkan masuk duduk diruang tamu hotel oleh Dokter Mulya Tarmidzi, Merasugun menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya dengan beberapa pemuda dari Walesi. Dalam pertemuan malam itu Merasugun menyampaikan beberapa usulan permohonan yaitu : Permohonan dukungan agar di kampungnya dibangunkan “Gereja Islam” (mesjid), usulan anak-anak Walesi untuk dikirim untuk disekolahkan di Jayapura, dan usulan agar di Walesi dibangunkan lembaga pendidikan Islam (Madrasah).

Semua usulan ditampung dan kepada Merasugun dijanjikan oleh dokter Mulia Tarmidzi, bahwa nanti akan diusahakan secara bertahap dengan mengkoordinasikan dengan orang-orang Muslim lain terlebih dahulu. Dalam kesempatan itu sejumlah usul dan keinginan Merasugun semua disampaikan dalam bahasa Wamena kepada Dokter Muhammad Mulya Tarmidzi, yang kemudian diterjemahkan oleh Firdaus Asso yang sudah sekolah di SD Inpres Megapura sudah lancar berbahasa Indonesia.

Selanjuntnya semua usul secara baik disetujui oleh Dokter Kolonel Haji Muhammad Mulya Tarmidzi dan untuk mendukung keinginan Merasugun ini segera dibentuk Islamic Centre yang pengurusnya dari pejabat pemda. Esok harinya dibantu oleh tenaga kesehatan dari Rumah Sakit Kota Wamena; Letnan Kolonel Muhammad Mulya Tarmidzi, segera menyunat (khitan) 8 orang pertama yang masuk Agama Islam itu untuk menyempurakan syahdatnya; kira-kira demikian hemat Kolonel yang juga Dokter dan Ahli Agama Islam itu. Pada bulan berikutanya dalam tahun 1978, anak-anak dari Walesi sebanyak 5 orang (termasuk Firdaus Asso dan Muhammad Ali Asso) dikirimke Jayapura dan dititipkan kepada beberapa orang pejabat muslim sebagai orangtua asuhnya.

Demikiansudah harapan dan cita-cita Merasugun terkabul agar anak-anak dari Walesi untukdisekolahkan diluar Wamena. “Agar kelak ada yang menjadi seperti Dokter MulyaTarmidzi,” demikian usul Merasugun yang diterjemahkan oleh Firdaus Asso. Usulanpaling penting diantaranya yang diusulkan oleh Merasugun adalah kontruksibangunan model Pondok Pesantren Model di Jawa yang membuat decak kagum. DokterKolonel Muhammad Mulya Tarmidzi, mengingat Merasugun belum penah tahu kalauyang diusulkannya itu adalah persis sama model kontruksi dan sistem bangunanlingkungan Pondok Pesantren yang biasa ada di Pulau Jawa. [14]

Kemudian20 orang dalam bulan berikutnya dikirim dan diasuh oleh beberapa Orang Tua Asuh di kota Jayapura. Ongkos pengiriman semua ditanggung oleh Haji Saddiq Ismail, (kala itu Kadolog Propinsi Irian Jaya) yang selanjutnya membentuk Sub Dolog Jayawijaya guna mempermudah menyampaikan bantauan logistik dan bantuan material lainnya karena di Walesi segera akan dibangun Masjid dan Madrasah sesuai keinginan dan usulan Merasugun.

Guna memperlancar transportasi dan memudahkan pengangkutan material bangunan Masjid dan Madrasah Walesi, Ir. Haji Azhari Romuson, Kepala PU Propinsi Papua segera membangun jalan Walesi-Wamena sekitar 6 Km. Bisa dibayangkan semua usulan Merasugun dulu sejak Dokter Kolonel Angkatan Laut Muhammad Mulya Tarmidzi, Haji Saddiq Ismail SH Kadolog Propinsi, dan Ir. Haji Azhari Romusan dari PUPropinsi adalah cukup besar perannya perkembangan Islam lebih lanjut di Walesi.

Bertepatan dengan 20 anak Walesi yang dipimpin Firdaus Asso datang sekolah di Jayapuramelanjutkan dipendidikan Panti Asuhan Muhammadiyah Abepura Jayapura danMadrasah Ibtidaiyyah (MI) Kota Propinsi Papua. Dua Kepala Suku Perang yang Berani dari Clan Assolipele secara resmi disyahatkan oleh Kolonel Thahir, diWamena. Kolonel Thahir adalah Pendatang dari Bugis dan Tentara yang saat itubertugas di Kodim Jayawijaya.[15] ‘Sesungguhnya kita adalah milik Alloh SWT,dan akan dikembalikan kehadirat-Nya kapan saja dikehendaki-Nya’ ‘Sebagaimana Dia memberikan hidayah kepada siapa yang di kehendaki-Nya’, dan akhimyapada tahun 1980 Merasugun telah dipanggil kehadirat Alloh SWT, dengan meninggalkan semua usulan da’wahnya yang belum tuntas, yakni obsesinyamewujudkan kompleks Islamic Centre terutama Masjid dan Madrasah.

Dua tahun sepeninggal Merasugun pada tahun 1982 bangunan sekolah (Madrasah Ibtidaiyah) dan masjid selesai. Untuk menghormati atas jasa-jasa semangat perjuangan Merasugun, maka nama Madrasahnya diabadikan menjadi Madrasah Ibtidaiyyah Merasugun Asso Walesi. Demikian juga dengan Pemuda Firdaus Assomenyusul dipanggil Allah SWT untuk selamanya pada tahun 1984 di Jayapura.Firdaus Asso yang sangat berjasa dan berperan besar pengembangkan Islam dikalangan suku pribumi di Walesi, sesudah Merasugun. Dia menyusul kepergian Merasugun setelah dua tahun dalam usia yang sangat muda dan produktif yakni 25 tahun.[16]

B. Perkembangan Islam Masa Kini

1. Muslim Wamena

Tahun 1960-an akhir sampai tahun 1970-an awal, Kota Wamena Kabupaten Jayawijaya Papua datang penduduk pindahan (transmigrasi), dan perantau Madura, Bugis, Buton dan Makasar. Pengenalan Agama Islam lebih intensif dengan Suku Dani di Wamena Kabupaten Jayawijaya melalui interaksi dalam masa ini, terutama perdagangan system barter antara pendatang dan Pribumi Suku Dani Lembah Baliem.
Proses percepatan da’wah di Jayawijaya juga didukung oleh kehadiran militer yang beragama Islam di Kota Wamena. Penduduk yang lebih awal masuk Islam menuturkan bahwa Islamisasi didukung individu Muslim anggota Militer yang bertugas di Sinata (kini Megapura, 4 km selatan dari Kota Wamena). Organisasi da’wah baru didirikan guna menunjang psoses da’wah, seperti Islamic Center, YAPIS, Panti Asuhan Muhammadiyah dan akhir-akhir ini juga Hidayatullahdan NU di Wamena giat melakukan da’wah dikalangan pribumi Muslim Suku Dani di Wamena.

2.Muallaf di Walesi

Dikota Wamena arah selatan 6 km kini terdapat penduduk pribumi yang penduduknya beragama Islam sejak lama. Walesi sebagai pusat Islam (Islamic Centre), kalangan penduduk asli. Guru-guru (ustadz), sejak awaldi datangkan dari Fak-Fak yang sejak lebih dulu muslim dari abad ke 16 di Selatan Papua Barat. Kini di Walesi terdapat sebuah Pondok-PesantrenAl-Istiqomah Merasugun Asso, Madrasah Ibtidaiyah, rumah guru 4 buah, masjid 12×12 dan sebuah puskesmas. Walesi sebagai Islamic Centre menampung anak-anak Suku Dani dari 12 kampung yang beragama Islam.

Masyarakat Muslim Jayawijaya terdiri dari 12 kampung yang penduduknya telah lama menganutAgama Islam pada tahun 1960-an akhir pasca integrasi. Kampung-kampung ituadalah Htigima, Air Garam, Okilik, Apenas, Ibele, Araboda, Jagara,Megapura, Pasema, Mapenduma, Kurulu dan Pugima. Jumlah penganut Islam di Wamenakabupaten Jayawijaya kira-kira 12 ribu jiwa, dari 400 ribu jiwa seluruhpenduduk Jayawijaya, namun angka yang lebih tepatjumlah pemeluk Islam belumdiperoleh secara pasti.

3.Anak-Anak Muallaf

Anak-anak adalah kelompak potensial proses Islamisasi di Kabupaten Jayawijaya, mengingat semua agama besar yang kini hadir di Papua khususnya di Pegunungan Tengah, umumnya melakukan hal sama untuk merubah pola kehidupan lama masyarakat Suku Asli Papua yang memiliki religi lama yang berorientasi masa lampau. Ketua Islamic Centre menyadari ini, maka secara periode mengirim anak-anak dari Suku Dani, dikirim belajar pertama di Panti Asuhan Muhammadiyah AB Jayapura dan Madarasah Ibtidaiyyah YAPIS di Ibu kota Jayapura dalam tahun 1972 sebanyak 20 orang anak.

Dalam tahun 1980 ada 2 orang anak Suku Dani datang belajar di UniversitasMuhammadiyah Jogjakarta. Sedang lulusan Madrasah Ibtidaiyyah Merasugun Asso Walesi sebanyak 4 orang pertama didatangkan ke pondok pesantren Al-Mukhlisin, dan Darul Falah, Bogor. Kini dari anak-anak ini ada yang menempuh pendidikan diberbagai universitas Islam Bogor (Ibnu Kholdun), UMJ dan UIN Ciputat.

Saat ini tiga orang dari Walesi menempuh S2 konsentrasi di study Islam dan Otonomi Khusus UMJ Ciputat Jakarta. Dua orang lain lagi di UM Jogjakarta dan UIN dikota yang sama. Jumlah seluruhnya anak-anak Muallaf asal Suku Dani dari Papua kini tersebar di berbagai kota study di Pulau Jawa dan mayoritas di Ciputat berjumlah 21 orang. Sedang anak-anak Muallaf yang belajar di pondok pesantren sebanyak 45 orang yang sudah terdata. Jumlah ini tidak termasuk anak-anak yangdibawa koordinasi Ustadz Aliyuddin sejak tahun 1990-an awal berkisar 700 orang dari seluruh Papua.

4.Pengiriman anak-anak Suku dani Pondok Pesantren

Sejak tahun 1980 anak-anak muslimah dari kalangan Muallaf Dari Kabupaten Jayawijaya,sudah mengirim sebagai peserta MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an dan lomba Qosidah tingkat Nasional mewakili Propinsi Irianjaya (kini Papua). Mereka mempunyai bakat dan potensi yang sama dengan anak-anak prianya. Namun yang menjadi masalah adalah tradisi yang bahwa: Orang Tua Suku Dani tidak dapat membiarkan anak- anak perempuan mereka pergi jauh. Tampak dari kurangnya kesadaran Orang Tua Suku Dani di Wamena saat ini adalah denagn mengawinkan anak-anak usia sekolah yang masih belasan tahun.

Sampai dewasa ini dari 20 anak perempuan muslimah Suku Dani belajar di SMU YapisWamena. Dari Wamena Muslim, kaum perempuannya belum ada yang belajar keluar sebagaimana anak laki-laki. Mereka kini banyak belajar agama di Pesantren Al- Istiqomah Walesi dan beberapa orang melanjutkan tingakat lanjutan (SMP/SMU) di YAPIS Wamena.

———————————————————————————————–
CATATAN KAKI

[1]. J.R. Mansoben, Dr, “Membangun Manusia IrianJaya yang Majemuk”: Suatu Tinjauan Antropologi Budaya, (Jayapura, Universitas Cenderawasih, September 1997), h. 8, (td).
[2]. Suara Hidayatullah, Ihwal, (Irian TapiIslam), (Jakarta), 09/X/Pebruari 1998, h. 8
[3]. Benny Giay, Gembalakanlah Umatku, (Jayapura,Deiyai: 1998), Cet-1, h. 78
[4]. Muslimin Yelipele, Tokoh Agama Islam Wamena(Pegawai Depag RI Kabupaten Jayawi Jaya), Wawancara Pribadi, Wamena Mei 2007
[5]. Muhammad Ali Wetipo, (Tokoh Muslim Balim),(Muhammad Ali Wetipo agaknya generasi Suku Balim yang paling awal masuk Islam).Wawancara Pribadi, Jakarta , 15 Juni 2007.
[6]. Muhammad Ilham Walelo, (Tokoh MuslimBalim), Wawancara Pribadi, Jakarta , 11 Juni 2007
[7]. Muhammad Aipon Asso, (Kepala Suku Besar),Wawancara Pribadi, Walesi 20 Agustus 2004
[8]. Organisasi ini para pengurusnya darikalangan Pejabat yang beragama Islam, dan yang pertama mensponsori pendirianorganisasi adalah dr. Letkol ( Purnawirawan, AL ). H. M. Mulya Tarmidzi
[9]. Muhammad Ali Asso, (Tokoh Pemuda Islam danPemeluk Islam Generasi pertama dari Walesi), Wawancara Pribadi, Walesi, 7 Mei2007
[10]. Lihat Al-Qur’an Surat Al-Maidah
[11]. “Missa Islam”, yang dimaksudkan olehMerasugu Asso adalah sholat. Tapi istilah“Missa Islam”, adalah istilah dalam ibadah agama Kristen Katolik. Hal ini menunjukkanbahwa di kampungnya (Walesi), dia sering dengar dengan istilah ini darikebiasaan orang Katolik, sehingga gerakan beribadah orang islam diamempersamakannya dengan istilah Missa.
[12]. Dalamkebiasaan Adat kekerarabatan Balim bahwa pemakaian nama clan dari sebenarnyadisebabkan oleh dua sebab; Pertama, jika dalam perang suku antar Konfederasisatu clan sudah mulai punah karena itu digabungkan dalam clan lain;Kedua,karena diterima dengan proses inisiasi kedalam clan lain misalnya Merasugunyang clan sebenarnya Yelipele tetapi diterima dan diinisiasi dalam clan ibunyamenjadi Asso.
[13]. Muhammad Ali Asso; (Generasi Pemeluk IslamPertama), Wawancara Pribadi, 9 Mei 2007
[14]. Agaknya, usulan dan model kontruksi bangunanpendidikan yang di inginkan Merasugun, yang membuat kekaguman Dokter MulyaTarmidzi, adalah pola pendidikan asrama yang dikembangkan oleh oleh Belanda.Tapi yang diusulkan oleh Merasugun adalah model kontruksi bangunan MissiKatolik yang sebelunmya sudah ada dan telah dibangun oleh Missionaris Belandadisekitar kota Wamena.
[15]. Aipon Asso, (Kepala Suku Besar Muslim),Wawancara Pribadi, 20 Agustus 2004
[16]. Dr. H. M. Mulya Tarmidzi, (Tokoh Ulama),wawancara pribadi, Jakarta , dalam tahun 2004.