
Oleh Felix Degei, S. Pd., M. Ed*
Pendahuluan
Seiring adanya perubahan kurikulum banyak hal telah ikut berubah. Pertama sebutan nama kurikulum itu sendiri yang sebelumnya Kurikulum K13 berubah menjadi Kurikulum Merdeka. Selain itu beberapa istilah dalam Kurikulum Merdeka juga ikut berubah. Misalnya Kompetensi Inti (KI) menjadi Capaian Pembelajaran (CP); Kompetensi Dasar menjadi Tujuan Pembelajaran (TP); Silabus menjadi (Alur Tujuan Pembelajaran (ATP); Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menjadi Modul Ajar (MA); Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) menjadi Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP), Indeks Prestasi Komulatif (IPK) menjadi Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (IKTP). Meski banyak perubahan dalam kurikulum baru, fokus tulisan ini pada proses evaluasi atau penilaian hasil belajar. Tujuannya untuk memberikan pemahaman baru tentang konsep serta implikasi perubahan evaluasi pembelajaran hasil belajar dalam Kurikulum Merdeka. Harapannya agar warga belajar secara khusus siswa sadar bahwa kini hal terpenting dalam belajar adalah prosesnya bukan hasil ujian akhir semata. Oleh sebab itu, ulasan ini membahas secara khusus: Apa perbedaan fokus aspek penilaian pada K13 dan Merdeka Belajar? Bagaimana proses penilaian dilakukan pada K13 dan Kurikulum Merdeka? Dan, Kapan penilaian dilakukan pada K13 dan Kurikulum Merdeka?
Apa Saja Fokus Aspek Penilaian pada K13 Dan Merdeka Belajar?
Berbagai sumber mengkonfirmasi jika penilaian dalam Kurikulum Merdeka menggunakan penilaian non-akademik. Sementara K13 menggunakan penilaian akademik yang lebih terstruktur. Fokus Kurikulum Merdeka adalah pada pengembangan karakter dan moral siswa. Karakter moral yang mencerminkan enam dimensi Profil Pelajar Pancasila (P5): Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif. Fokus pengembangan K13 pada kemampuan akademik siswa, meliputi: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotorik) sesuai tiga ranahh yang digagas oleh Benjamin S. Bloom (1913-1999).
Bagaimana Proses Penilaian Dilakukan pada K13 dan Kurikulum Merdeka?
Kurikulum Merdeka lebih fleksibel dan memberikan kebebasan kepada guru untuk mengembangkan pembelajaran. Dalam pembelajarannya seorang guru menggunakan teknik instruksional yang beragam guna memenuhi kebutuhan belajar siswa dengan pembelajaran berdiferensiasi. Pentingnya belajar berdiferensiasi sesuai keyakinan penganut Teori Belajar Kognitif seperti Lev Vygotsky (1896-1934) dan Jean Piaget (1896-1980). Sehingga penilaian yang dilakukan oleh para guru adalah selama pembelajaran berlangsung (prosesnya). Penilaian dilakukan sejak awal sebelum memulai proses belajar mengajar dimulai dengan asesmen diagnostik. Tes diagnostik bertujuan untuk mengidentifikasi atau mengetahui karakteristik, kondisi kompetensi, kekuatan, kelemahan model belajar siswa, sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi siswa itu sendiri. Hasil akhir dari penilaian dilihat dari Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP). Sementara K13 dalam penilaiannya lebih terstruktur dan memiliki pedoman yang jelas. Sehingga dalam penilaian lebih mengacu pada ulangan-ulangan harian dan ketuntasan Kompetensi Dasar (KD) serta penilaian akhir yang ditentukan dengan acuan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada tiga ranah utama: kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar inilah yang pada akhirnya menjadi patokan dalam penentuan perkembangan belajar setiap siswa.
Kapan Penilaian Dilakukan K13 Dan Kurikulum Merdeka?
Jika ditilik dari sifatnya penilaian dalam K13 adalah penilaian kuantitatif. Hasil akhir pembelajaran mengacu pada ketercapaian nilai Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) yang bertujuan untuk menentukan kelulusan siswa. Pelaksanaan penilaian dilakukan setiap selesai Kompetensi Dasar (KD) baik dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester dan ujian akhir semester serta ujian akhir nasional. Sementara Kurikulum Merdeka penilaiannya bersifat kualitatif. Penilaian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi pelajaran serta Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Dengan demikian, nilai akhir bukanlah tujuan utama. Hal terpenting dalam kurikulum merdeka adalah ketercapaian tujuan pembelajaran yang tercermin dalam enam dimensi P5. Para guru dituntut selalu merekam setiap perkembangan belajar secara berkala yang mencerminkan perilaku dan kepribadian seseorang dalam bentuk pernyataan singkat dan obyektif (anekdot report). Hal ini sebagai implikasi nyata dari belajar sambil melakukan dan mengalami (learning by doing or experiencing) menurut John Dewey (1859-1952). Ada tiga macam catatan anekdot: deskriptif (menggambarkan aksi siswa apa adanya), interpretatif (memberikan arti dari setiap aksi siswa) dan evaluatif (memberikan penilaian atas setiap aksi siswa). Catatan harian ini menjadi acuan utama dalam penilaian hasil belajar.
Kesimpulan
Kedua kurikulum memiliki fokus penilaian yang berbeda. Kurikulum 2013 (K13) berfokus mengembangkan kemampuan akademik siswa: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotorik). Sementara Kurikulum Merdeka memiliki misi untuk mengembangkan kemampuan non akademik (karakter dan moral siswa) yang mencerminkan enam dimensi P5. Dalam pembelajaran Kurikulum Merdeka lebih fleksibel dalam penentuan materi yang esensi serta metode pembelajarannya dapat diberikan secara berdefirensiasi sesuai ragam gaya belajar siswa. Ada pemberian materi projek yang para siswa secara kolaboratif harus menghasilkan sesuatu sesuai tema yang dipilih bersama dengan tujuan pembelajarannya. Penilaiannya dilaksanakan sepanjang pembelajaran berlangsung. Tidak seperti dalam K13 yang ulangan dilaksanakan diakhir setiap Kompetensi Dasar (KD) berakhir. Penilaiannya juga dilaksanakan secara kualitatif dalam kurikulum Merdeka. Sehingga setiap hari adalah ujian. Karena para guru menilai dengan mencatat setiap perilaku dan kepribadian yang diperlihatkan siswa selama pelajaran dan projek berlangsung dalam bentuk catatan harian (anekdot). Dengan acuan penilaian pada keenam dimensi yang ingin dikembangkan dalam Profil Pelajaran Pancasila.
*Penulis adalah pegiat khusus pendidikan orang asli (indigenous education) yang berdomisili di Nabire ibu kota Provinsi Papua Tengah.