Beranda Birokrasi DPR Papua terima Aspirasi Penolakan Pemekaran DOB Kabupaten Mapia Raya

DPR Papua terima Aspirasi Penolakan Pemekaran DOB Kabupaten Mapia Raya

1009
0
Mapians Mote selaku Kordinator Lapangan ketika memberikan surat pernyataan sikap kepada Laurenzus Kadepa Selaku Anggota DPR Papua di depan kantor DPR Papua. (Foto:Michael/PapuaLives)

JAYAPURA – Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa asal Mapia Kabupaten Dogiyai menggelar aksi penolakan pemekaran Kabupaten Mapia Raya dalam aksi tersebut, akhirnya pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua menerima aspirasi dalam bentuk sebuah surat pernyataan sikap Menolak Pemekaran Kabupaten Mapia Raya yang diterima oleh Laurenzus Kadepa Anggota DPR Papua ketika menemui masa aksi di depan kantor DPR Papua (01/07/2020) siang tadi.

Penolakan ini dilakukan sebab saat ini, sedang heboh di sosial media akan diadakannya sebuah pemekaran yang telah diketahui telah  direncanakan oleh sebagian elit politik di wilayah Mee-Pago dalam memperjuangkan daerah otonomi barunya (DOB).

Dalam penyerahan itu, hadir pulan Legislator asal Mee-Pago lainnya yakni, Alfred Fredy Anouw, Apeniel Seni, Laurenzus Kadepa, Mesak Magai dan lainnya.

Laurenzus Kadepa Anggota DPR Papua dari Komisi I menyatakan bahwa secara resmi terima aspirasi mahasiswa karena mahasiswa datang mewakili rakyat yang ada di Kabupaten Dogiyai pada khususnya yang berada di Mapia.

” kami juga akan menindak lanjuti aspirasi ini sesuai dengan mekanisme yang berlaku di DPRP.” kata Kadepa kepada seluruh Mahasiswa (01/07/2020) siang tadi.

Adapun isi dari surat pernyataan sikap menjadi alasan sejumlah mahasiswa Mapia se-kota Jayapura melakukan aksi penolakan pemekaran, sesuai informasi yang dihimpun media ini adalah sebagai berikut

ISI PERNYATAAN SIKAP

Berdasarkan semua hal itu, kami menyatakan sikap dari berbagai segi/ asepk sebagai berikut:

A. Segi Politik
1. Menolak dengan keras segala bentuk pembentukan daerah otonomi baru (dob) di papua terkhusus pembentukan kabupaten mapiha raya
2. Dewasakan lebih dulu kabupaten induk, kabupaten dogiyai, dalam segala aspek pembangunan, baik ekonomi, pendidikan, kesehatan, tata kota, pembangunan infrastruktur, dan aspek lainnya
3. Kami melihat belum ada kesiapan sumber daya manusia yang cukup dan matang di wilayah mapia untuk dijadikan sebagai tolak ukur pembangunan serta kemajuan suatu daerah
4. Kehadiran kabupaten mapia raya akan rentan menghancurkan tempat-tempat keramat yang dari dulu hidup dalam kedamaian dikarenakan belum ada antropolog orang asli mapiha yang dapat bekerja melindungi itu.
5. Kehadiran mapiha raya akan membuka pintu kepunahan alam serta manusianya dengan kehadiran militerisme kapitalisme dan imprerialisme, dan serta memerusakan tempat-tempat sakral di wilayah simapitowa/tota mapiha
6. Jangan mencari kempatan dalam kesempitan saat rakyat papua sedang dalam trauma pandemi covid-19 dan masalah rasisme

B. Segi Hak Asasi Manusia
1. Adanya UUD 1945 dan Hukum yang mengandung unsur-unsur kejahatan dan kekejaman bagi eksitensi Papua.
2. Proyek /Perusahaan yang telah masuk di wilayah Tota Mapiha dilakukan tanpa dibekali dengan regulasi hukum yang kuat dan adil sehingga menimbulkan banyak konflik antara masyarakat dan investor.
3. Beberapa kasus pelanggaran HAM tidak pernah diselesaikan secara adil oleh pemerintah/kelompok elit politik local dari asal Mapia..
4. Masih diadilinya aparat militer pada pengadilan militer menimbulkan kebal hukum dan tidak dapat dipantau oleh masyarakat/korban secara terbuka.
5. Masyarakat yang diberi stigma separatis tidak diberikan dana respek karena label separatis,KKB,KKSB, OTK, OPM,KNPB, Monyet (rasis), Tikus Hutan dan lain-lain.

C. Segi keamanan
1. Pemerintah Indonesia melalui adanya Kabupaten masih tetap membunuh masyarakat dan generasi muda Papua melalui pendekatan keamanan dan tindakan refresif.
2. Adanya rencana pemekaran Mapia Raya merupakan wujud konkret dari pemekaran Militer yang sudah tentunya membunuh rakyat dan menghancurkan tanah adat Tota Mapiha.
3. Pemerintah Indonesia baik pusat maupun Kabupaten Dogiyai masih tetap menerima 5000 masyarakat asli setempat sebagai POLPP di Daerah.
4. Pemerintah Indonesia masih tetap melibatkan masyarakat adat Tota Mapiha sebagai lemisi dan ahli pembunuh bagi rakyatnya sendiri.
5. Kehadiran aparat militer yang berlebihan dan penggunaan fasilitas militer di ruang publik menimbulkan teror terhadap penduduk, terutama Orang Asli Tota Mapiha.

D. Pemerintahan
1. Program KB sudah jelas-jelas merupakan program pemusnahan terhadap etnis orang asli Tota Mapiha/Papua.
2. Kehadiran pemerintah dengan segala kebijakannya menggantikan bahkan menghancurkan eksistensi orang Tota Mapiha secara total..
3. pemekaran Provinsi dan Kabupaten / Kota yang dilakuakan demi kepentingan kekuasaan politik dan birokrasi bukanlah demi kepentingan Rakyat yang tak tahu Tiga M.
4. Dana otonomi khusus dan dana pembangunan lainnya dikuasai oleh aparat pemerintah termasuk warga non Papua.
5. Perebutan kekuasaan menjadi masalah utama di Tanah Tota Mapiha melalui investor dan perampasan hak ulat.

E. Segi Pendidikan
1. Sistem pendidikan di Papua/Mapia biasa dirumuskan, diformat dan dilaksanakan sesuai kehendak pemerintah pusat.
2. Dana pendidikan sebesar 30 % dari dana pembangunan daerah sebesar 80 % hanya digunakan oleh pemerintah sendiri tanpa manfaat apapun bagi keberadaan pendidikan di Tota Mapiha selama dasawarsa ini.
3. Pendidikan Tota Mapiha masih dijadikan sebagai proyek dan finansialisme bagi para politisi dan akademisi di seluruh Tanah Tota Mapiha demi kepentingan ekonomi dan politik bagi mereka yang berkuasa/ kelompok tertentu.
4. Pemerintah tidak serius mengalokasikan dan mengawasi dana pendidikan bagi Orang Asli Tota Mapiha dalam dua Kab yaitu: Dogiyai, dan Nabire.
5. Pendidikan Papua dijadikan sebagai proyek finasila dengan adanya pembiayaan pendidikan sangat tinggi, menutup sumber-sumber beasiswa bagi mereka yang berhak mendapatkan dan adanya korupsi dana pendidikan yang semakin tinggi di kalangan pemerintah daerah.

F. Segi Kesehatan
1. Masih adanya dominasi berbagai panyakit sosial seperti miras, seks bebas dan narkoba di antara masyarakat Dogiyai dan Nabirei.
2. Orang asli Tota Mapiha masih tetap meninggal secara bertingkat yakni meninggal dari usia anak dan remaja, dari kalangan anak muda dewasa dan produktif dan adanya jalan kematian dari atas yakni adanya meninggalorang asli Papua di Dogiyai yang semakin banyak dari kalangan orang usia dewasa dan usia lanjut.
3. Orang asli Tota Mapiha dari 79 kampung di Kabupaten Dogiyai meninggal karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan secara professional dan fenomena kematian itu masih tetap saja belum diketahui oleh para pihak medis, pemerintah dan sesama sebangsanya di Suku Mee Kabupaten Dogiyai.
4. Pemerintah adalah orang yang berpendidikan secara kesehatan yang tidak pernah terdidik bagi Orang Asli Tota Mapiha dan alam Tota Mapiha, tetapi terdidik bagi pemerintah Indonesai termasuk warga Indonesia di Papua.
5. Penerapan substansi pendidikan Papua/Tota Mapiha dijiwai oleh sekularisme, hedonisme, materialisme, diskriminasi dan militerisme.

G. Segi Ekonomi dan Lingkungan Hidup.
1. Hak-hak dasar sosial budaya Orang Asli Papua diinjak-injak dan diabaikan bahkan tidak dihargai dan diakui oleh karena kebijakan dalam proses pembangunan.
2. Perusakan dan penghancuran hutan, pohon, air, kali, sungai, gunung, bukit, yang oleh masyarakat adat Tota Mapiha/ Papua dipandang sebagai tempat sakral.
3. Adanya stigmatisasi terhadap orang Tota Mapiha/ Papua bodoh, rasis (hitam, kriting), pemalas, pemabuk yang menyebabkan orang Tota Mapiha/ Papua dimarginalisasi dan dialienasikan.
4. Sistem dan struktur pemerintahan adat Tota Mapiha tidak akan diakui oleh pemerintah Indonesia sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan kearifan budaya dan nilai-nilai lokal. .
5. Masyarakat pendatang sudah, sedang, akan tidak menghormati Orang Asli Tota Mapiha/ Papua sebagai tuan rumah dalam berbagai aspek kehidupan diatas tanahnya sendiri.
6. Segera Mencabut Kembali SK Pemekaran Kab. Mapia Raya tanpa syarat.