Jayapura, Pemain Persipura ini merupakan jebolan PMS misi Katolik sekarang SMP St Paulus Abepura, Dominggus Waweyai . Pemain PMS Katolik lainnya adalah Benny Kafiar, keduanya hidup di Belanda hingga akhirnya meninggal di sana.
Benny Kafiar sudah duluan ke Belanda sejak 1963, sedangkan Waeyai tetap di Papua dan bermain bola bersama Persipura di era 1963-1964. Kepiawaiannya bermain si kulit bundar pada 1964-1965, bersama Wim Maraiawasih memperkuat Persija Jakarta.
Hanya Dominggus Waweyai si kelinci hitam yang ikut memperkuat timnasional Indonesia 1964-1965. Selama memperkuat timnas Indonesia ,pemain asal Raja Ampat ini selalu berpasangan dengan Sutjipto Soentoro alias Gareng. Bahkan kerja sama dua pemain ini mengantarkan Gareng sempat menjadi top skor timnas Indonesia.
Tepat 9 Juni 1965, Waweyai bersama timnas Indonesia melakukan laga persahabatan melawan klub Belanda, Fayenoord, juara Liga Belanda 1963-1964. Pelatih kenamaan Belanda Guus Hiding ketika itu memperkuat Fayenoord dan berhadapan dengan timnas Indonesia yang diperkuat Gareng dan Waweyai yang mendapat julukan si Kelinci HItam alias Black Rabbit.
Babak pertama, kesebelasan Indonesia unggul dengan skor tipis 1-0, atas kerja sama Gareng dan Waweyai. Pencetak gol terbanyak timnas Indonesia, Gareng berhasil menjebol gawang Fayenoord, Indonesia menang selama 45 menit babak pertama.
Memasuki babak kedua, Guus Hiding dan kawan-kawan melumatkan timnas Indonesia dengan skor telak 1-6. Sutjipto Suntoroalias Gareng dalam buku si Gareng Menggoreng Bola menulis selepas pertandingan melawan Feyenoord pemain timnas asal Papua, Dominggus Waweyai kabur meninggalkan timnas Indonesia. Kemudian hari Waweyai menjadi warga negara Belanda.
Hengky Heipon rekan Waweyai mengaku saat bertanding ke Belanda bersama timnas Indonesia, Dominggus Waewyai tidak kembali dan menetap di sana sebagai warga negara Belanda.
“Dia mengikuti pelatihnya Keis Van Der Weik,”kata Heipon sebagaimana dikutip dalam buku berjudul Persipura Mutiara Hitam, sepak bola dari negeri Cenderawasih.
Heipon menuturkan selama memperkuat timnas Indonesia, Gareng menjadi top skor berkat umpan manis dari Dominggus Waweyai. “Waweyai mampu melewati tiga sampai empat pemain,”kata Heipon mengenang rekan seangkatannya di Hollandia Voetball Bond Papua jaman Belanda.
Kehebatan Waweyai juga diakui Ketua Umum Persipura pertama, Pdt Mesak Koibur. “Dia bermain sangat bagus sejak masih sekolah di PMS Misi Katolik di Hollandia,”kata Koibur mengenang kehebatan anak-anak Papua di jaman penjajahan Belanda.
Dominggus, salah seorang pemain Persija di Kejurnas PSSI 1964 yang berasal dari tim Irian Barat memilih kabur ke Belanda selepas pertandingan antara Indonesia melawan Faeyenoord. Ia pun menjadi warga negara Belanda.
Kelak, setelah debut ini, pada 1984 Feyenoord datang ke Indonesia bersama Queens Park Rangers (Inggris). Mereka menjalani turnamen segitiga bersama Mandala (Jayapura) sebagai wakil Indonesia yang menjadi juara Kejurnas Antarklub Amatir 1984
Berpengaruh di timnas Indonesia
Kepergian Dominggus Waweyai menyisakan kenangan baik maupun buruk karena sejak itu jarang anak-anak Papua memperkuat timnas. Mungkin karena saat itu tim Persipura belum berprestasi atau karena ketidak percayaan lagi sejak kasus Dominggus Waweyai meninggalkan timnas Indonesia di Belanda.
Setelah Persipura kembal I merebut juara Soeharto Cup 1976 bersama klub Mandala Jaya, maka timnas Indonesia kembali memanggil pemain belakang Persipura Johanes Auri dan Marthen Jopari perkuat timnas Indonesia.
Sejak itulah anak-anak Papua selalu menjadi langganan timnas, mulai dari Johanes Auri, Marthen Jopari, Fred Imbiri, Hengky Heipon dan Timo Kapisa. Beruntung ketika itu pelatih Indonesia di bawah pelatih asal Belanda, Will Coerver. Pemain Persipura seperti Hengky Heipon, Timo Kapisa dan lainnya sangat mahir berbahasa Belanda sehingga komunikasi berjalan baik dengan pelatih asal Belanda Will Coerver. Bahkan dalam pelatihan Timo Kapisa selalu jadi contoh untuk memperagakan control dan passing yang baik.
Selepas angkatan Hengky Heipon dan kawan-kawan, muncul pula generasi baru Persipura, Rully Nere, Mettu Dwaramury, Yappy Rumbrar dan kawan-kawan. Selanjutnya hanya Rully Nere yang melegenda dalam timnas Indonesia dan menjadi salah satu pemain kesayangan Wiel Corever. Saat pelatih asal Belanda itu ke Indonesia hanya nama Rully Nere yang disebut bukan pemain lainnya. Berikutnya angkatan Ferdinando Fairyo, Christ Leo Yarangga dan Ronny Wabea serta Aples Tecuari meramaikan timnas Indonesia era 1990 an. Ada pula angkatan Noach Maryen dan Theodorus Bitbit dalam timnas Pelajar Indonesia hingga ke timnas senior. Bahkan Noach Maryen diincar klub Jerman saat timnas Indonesia ujicoba di sana.
Tak heran kalau generasi 2000 tercatat Boaz dan Elly Aiboy hingga sekarang banyak pemain Papua bertaburan dalam klub-klub Indonesia. Meski Rully Nere termasuk pemain terbaik Papua, hanya Elly Aibo dan Boaz T Solossa pernah memakai ban kapten timnas Indonesia.(*)
goalpapua/dominggus