Oleh Felix Degei
Pendahuluan
Dewasa ini penggunaan jasa internet telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan setiap orang (internet of things). Ada yang menggunakannya untuk kepentingan berbelanja baik pra bayar maupun bayar di tempat (cash on delivery) misalnya via layanan tokopedia, bukalapak, lazada, shoope dan lainnya. Dengan ragam fitur dan aplikasi yang ada, orang menggunakannya untuk kegiatan pengembangan diri seperti seminar, kursus dan pelatihan, workshop, pelatihan-pelatihan dalam jaringan internet (daring) via zoom meeting, google meeting/classroom, lark dan lain sebagainya. Satu hal yang sangat dekat dengan keseharian hidup warga saat ini adalah aktivitas bermedia sosial (medsos) dengan ragam platform seperti facebook pro (fb pro), instagram (ig), whatsapp (wa), twitter, telegram, tik-tok, dan lain-lain. Pada umumnya medsos digunakan untuk berbagi ragam informasi edukakatif. Namun tidak sedikit juga yang melakukan aktivitas yang sifatnya menunjukkan eksistensi dirinya (ngonten). Tulisan ini bertajuk khusus mengurai fenomena dinamika kehidupan warga dalam menggunakan kemudahan media sosial untuk mencari pendapatan tambahan. Dalam upaya itu banyak orang yang terkesan apatis dengan giat bersosialisasi dengan sesama. Fenomena yang sedang marak saat ini adalah setiap pengguna Facebook Pro (FB Pro) sibuk cari bahan untuk konten dan posting reels. Hal tersebut karena FB Pro melakukan pembayaran kepada konten kreator yang sudah memenuhi syarat monetisasi dari Facebook Meta. Kreator bisa mendapatkan penghasilan dari beberapa fitur monetisasi, antara lain: pertama, iklan yang diputar di dalam video atau diantara konten yang diunggah; kedua, pengguna dapat memberi dan membelikan ‘bintang’ kepada kreator sebagai bentuk dukungan; dan ketiga, langganan kreator dapat memberikan akses aksklusif ke konten mereka bagi orang-orang yang berlangganan. Ketentuan monetisasi mengacu pada jumlah pengikut, jumlah tanyangan video dan sebagainya. Menurut berbagai sumber menjelaskan bahwa gajian dari FB Pro dibayarkan melalui akun pembayaran yang terdaftar dengan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya tulisan ini lebih berfokus pada fenomena kecemasan atau kegelisahan yang sedang dialami oleh para konten kreator akibat kejar jumlah pengikut dan tanyangnya. Dengan demikian tulisan ini hendak membahas tentang: Siapa warganet? Apa itu FOMO? Fenomena Indikasi Warganet sedang Fomo? dan, atensi untuk bijak bermedia sosial.
Siapa Warganet?
Berbagai media merilis jika istilah warganet adalah sebuah singkatan (akronim) dari warga internet. Istilah ini merujuk pada seseorang atau kelompok orang yang aktif menggunakan internet, terutama untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain secara daring. Sementara dalam Bahasa Inggris istilah ini disebut dengan ‘netizen’. Kedua istilah ini sering orang menggunakan secara bergantian guna menjelaskan kesibukan keseharian seseorang dengan dunia maya alias internet. Dalam konteks tulisan ini warganet adalah mereka (konten kreator) yang secara rutin selalu sibuk cari konten untuk posting di FB Pro.
Apa itu FOMO?
Istilah FOMO adalah singkatan dari Fear of Missing Out. Secara praktis FOMO dipahami sebagai perasaan cemas, takut dan gelisah akan ketinggalan informasi, tren, peristiwa atau pengalaman yang sedang terjadi. Salah satu faktor penyebab utama adanya kecemasan ini karena media sosial dimana orang dapat melihat berbagai kegiatan dan momen yang tampak menyenangkan, sehingga muncul rasa takut ketinggalan informasi. Dalam konteks pembuatan konten pada FB Pro, maka warganet kini cemas, takut dan gelisah untuk ketinggalan postingan yang akhirnya dapat menyebabkan kurang jumlah pengikut dan penonton (viewers). Salah satu dampak negatifnya adalah masalah pengendalian emosional yang tidak stabil. Akibatnya warganet berperilaku impulsif sehingga berperilaku tanpa pikir panjang, matang dengan ragam konsekuensinya.
Fenomena Indikasi Warganet sedang FOMO
Warganet yang cemas, takut dan gelisah akibat belum posting konten dewasa ini lumrah ditemukan dimana-mana. Aneh tapi nyatanya banyak konten kreator yang senantiasa memposting apa saja yang ingin mereka posting. Seringkali konten kreator posting hal yang biasa-biasa saja misalnya sedang makan, minum, tidur, jalan, berdiri dan lain-lain. Hal yang dikuatirkan sering lupa oleh mereka adalah ada orang lain yang tidak bisa ataupun tidak sempat makan, minum, tidur dan semua aktivitas di atas namun kita tetap berusaha eksis. Berikut beberapa pertanyaan penting bahan refleksi agar kita jangan mati rasa.
Dimanakah suara hati kita yang mau mengerti keterbatasan orang lain? Kita posting pamer makanan dengan ragam menu, ketahuilah bahwa belum tentu semua pengikut dan penonton postingan kita sempat makan. Sering ada juga yang posting kehidupan keluarga dengan segala macam aktivitasnya. Bagaimana perasaan dan tanggapan konten kreator dengan mereka yang tidak berkeluarga sama sekali dan atau sudah berkeluarga lama namun belum memiliki anak ataupun keluarga tercerai berai tidak harmonis (broken home)?
Ada juga yang marak posting ragam kegiatan yang sesungguhnya rahasia (privasi), seperti saat mandi, buang air kecil hingga besar bahkan ada konten saat sedang berdoa. Ingat kita berdoa artinya sedang bercakap-cakap dengan Tuhan Sang Khalik. Konten lain adalah orang sibuk ambil foto dan atau video untuk posting dari pada membantu orang yang jatuh atau membutuhkan pertolongan seketika itu. Ada banyak lagi konten yang mencerminkan bagaimana warganet abaikan keselamatan orang sekitar. Konten yang akhir-akhir ini lagi viral adalah ketika ada pasangan yang iseng-iseng istrinya meminta ambil dan angkat susu kaleng dan suaminya respon dengan datang dan pegang buah dada dari istrinya. Postingan seperti ini tentu akan menuai komentar dari berbagai sudut pandang.
Bagi pembuat konten akan senang karena akan viral seketika demi bayaran FB Pro berupa uang dalam dolar. Namun yang dikuatirkan adalah hal yang sulit diperoleh dari hanya jempol dan pujian yakni integritas nama baik (goodwill) tercemar di dunia maya. Hal demikian sangat tidak dapat dihindari oleh figur umum (public figure) karena orang yang menonton kontennya akan bingun antara mau kagum, hargai dan hormati atau justru jadikan bahan untuk gossip (cemoohan). Tentu masih banyak lagi konten yang bagi warganet dewasa memahami hanya sebagai postingan tidak berfaedah.
Atensi untuk Bijak Bermedia Sosial
Bermedia sosial adalah hak asasi setiap warganet. Tidak ada seorangpun yang berhak menilai dan membatasinya. Kini kita memang berada pada era keterbukaan informasi baik melalui media cetak, elektronik hingga internet. Apalagi hadirnya ragam kemudahan dalam setiap platform media sungguh membuat warganet nyaman dengan jasanya. Akibatnya kita selalu jumpai warganet yang jalan dengan berbagai merk handphone, smartphone dan ataupun gawai gadget lainnya sebagai sarana komunikasinya. Hal yang dikuatirkan adalah orang hanya fokus dengan gadgetnya lalu lupa atau tidak mau bersosialisasi dengan orang sekitar (phubbing). Ada juga yang saat beraktivitas bertingkah sebagaimana mayat hidup berjalan yang tidak fokus pada suasana di sekitar akibatnya sering jatuh, tabrak dan atau terpleset (smombie). Bahkan lebih para lagi warganet yang cemas berlebihan ketika harus terpisah dan atau ketinggalan dengan gadget atau gawainya (nomophobia).
Ketiga sikap di atas mencerminkan bagaimana gadget atau gawai dapat mempengaruhi sikap seseorang terlebih menjadi pribadi yang anti sosial. Setiap sikap memiliki konsekuensi yang berbeda bagi warganet. Phubbing berdampak pada kehilangan komunikasi sosial dengan orang maupun lingkungan sekitar. Smombie bisa berdampak langsung pada nyawa manusia karena kurangnya kewaspadaan seseorang untuk keselamatan. Sementara nomophonia berdampak pada pergeseran tingkat prioritas kebutuhan manusia. Akibatnya ragam kebutuhan dan aktivitas lainnya bisa tersisihkan hanya karena gadged atau gawai menjadi yang utama.
Atensi utamanya adalah boleh kita bermedia sosial, namun sisi kemanusiaanya tidak boleh dilupakan. Dari kajian Psikologis, pergaulan dipandang sebagai wahana untuk mewujudkan atau memenuhi kebutuhan manusia (insani), yakni kebutuhan sosial, seperti: (1) kebutuhan akan pengakuan sosial (need for affiliation); (2) kebutuhan akan keterikatan (persaudaraan) dan cinta kasih (belongingness and love needs); (3) kebutuhan akan rasa aman, perlindungan (safety needs); (4) kebutuhan akan kebebasan (independence); dan (5) kebutuhan akan harga diri, hasrat untuk dihargai orang lain (self-esteem needs). Dengan demikian warganet boleh saja membuat ragam konten yang penting mengacuh pada nilai-nilai penting dalam membina persahabatan yang baik di atas.
Kesimpulan
Kehidupan manusia di era Revolusi Industri 4.0 ini tidak terlepas dari aktivitas bermedia sosial (internet of things). Era ini ditandai dengan kemajuan pesat dalam teknologi dan digitalisasi. Namun kini ada juga Konsep Society 5.0 dimana kehidupan manusia dianjurkan harus berfokus pada manusia dan teknologi digunakan hanya sebagai sarana penunjang. Kedua konsep dalam era ini dipandang sebagai perpaduan yang berfokus lebih luas pada aspek sosial dan manusia. Warganet tentu akan selalu cemas, gelisah dan tidak sebar untuk menunjukkan eksistensi dengan posting ragam kontennya. Entah itu postingan dengan motivasi agar dapat banyak pengikut, tayangan akibat viral (prestasi) maupun hanya mau mendapatkan pujian (prestise). Inti pesannya adalah warganet boleh aktif posting konten bertajuk apa saja yang terpenting mengacuh pada lima aspek penting dalam membina persahabatan antara lain: kebutuhan akan pengakuan sosial (need for affiliation), kebutuhan akan keterikatan (persaudaraan) dan cinta kasih (belongingness and love needs), kebutuhan akan rasa aman, perlindungan (safety needs), kebutuhan akan kebebasan (independence) dan kebutuhan akan harga diri, hasrat untuk dihargai orang lain (self-esteem needs). Akhir kata ada nilai yang sesungguhnya paling tinggi dan penting dalam hidup manusia dari hanya viral dan dolar yakni integritas diri mengenai harkat (self-esteem), martabat (self-dignity) dan derajat (self-degree).
Penulis adalah pegiat pendidikan khusus orang asli (indigenous studies) yang tinggal di Nabire, ibu kota Provinsi Papua Tengah.

























